Insentif dari Presiden Jokowi - DKP Provinsi NTT Memilih Beri Bantuan Non Fiskal
Lumpuhnya kehidupan ekonomi dalam bentuk menurunnya pendapatan karena terputusnya rantai dagang (supply chain) dari nelayan sebagai prod
Penulis: Ryan Nong | Editor: Ferry Ndoen
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ryan Nong
POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Akibat dari pandemi COVID-19 dirasakan oleh semua lapisan masyarakat termasuk para nelayan. Lumpuhnya kehidupan ekonomi dalam bentuk menurunnya pendapatan karena terputusnya rantai dagang (supply chain) dari nelayan sebagai produsen kepada masyarakat luas sebagai konsumen merupakan
salah satu dampak yang dialami nelayan di Indonesia terkhusus di Nusa Tenggara Timur.
Untuk bisa membantu keluarga-keluarga yang terkena dampak Covid-19 secara khusus nelayan kurang mampu
maka Presiden Jokowi telah menyiapkan empat insentif untuk menjaga ketersediaan pangan pokok yakni
program Jaring Pengaman Sosial untuk 2,7 juta petani dan buruh tani miskin serta 1 juta nelayan dan petambak,
program subsidi bunga kredit, pemberian stimulus modal kerja dan instrumen bantuan non fiskal.
Dalam diskusi interaktif bertema “Kesiapan Pemerintah Daerah di Sektor Kelautan dan Perikanan Dalam
Menyikapi Arahan Presiden RI Mengenai Insentif Bagi Petani Nelayan Dalam Rangka Menjaga Ketersediaan
Pangan Pokok” di Radio Republik Indonesia Pro 1 pada Senin, 29 Juni 2020, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur menyampaikan bahwa pembagian insentif telah menjadi program rutin tahunan.
Hal tersebut ditegaskan Kepala Bidang Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Siprianus Seru saat diskusi sebagaimana rilis yang diterima POS-KUPANG.COM pada Selasa (30/6) malam.
Insentif yang diberikan ke nelayan adalah bantuan non fiskal dalam bentuk fasilitas penangkapan karena mengingat nelayan di NTT khususnya di Kota Kupang memiliki fasilitas penangkapan yang kurang memadai. Selain itu juga diberikan bantuan berupa fasilitas kepada nelayan untuk mengakses modal usaha.
Pemerintah Provinsi NTT memilih memberikan bantuan non fiskal karena berdasarkan pengalaman, bantuan tunai dirasa kurang efektif karena bisa disalahgunakan oleh nelayan
melihat kemampuan nelayan mengelola keuangan masih minim.
Bantuan yang diberikan juga bisa berupa alat pengolahan yang fokusnya diberikan kepada wanita nelayan dalam hal ini istri dan anak nelayan dengan harapan hasil perikanan dapat diolah menjadi produk olahan lain yang bisa dipasarkan.
Tentu pemerintah NTT juga perlu memastikan agar hasil perikanan baik yang mentah ataupun olahan dapat terserap oleh masyarakat luas (konsumen). Oleh karena itu selain menjembatani beberapa nelayan yang sudah mulai
melakukan pengolahan hasil perikanan dengan Koperasi sebagai pasar, pemerintah sedang mengupayakan
untuk berjejaring dengan pasar modern seperti Transmart dan Mall besar yang ada di Kota Kupang.
Namun demikian, pemerintah juga mengakui akan adanya tantangan saat berjejaring dengan pasar modern salah satunya yaitu ketika terjadi permintaan dalam jumlah besar, supply dari sisi kuantitas produk nelayan belum mencukupi dan stabil untuk memenuhi demand pasar besar.
Terkait permintaan pasar nasional maupun internasional terhadap produk perikanan dari Nusa Tenggara Timur, Jimmy Elwaren dari Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kupang menyebut terjadi penurunan permintaan di masa pandemi ini hingga 30%, negara-negara pengimpor hasil perikanan kita seperti China dan negara asia tenggara lainnya memilih slow down.
Namun dalam dua minggu kebelakang, bebernya, ada permintaan lobster yang besar dari Singapura. Menurut prediksi KIPM, menjelang hari raya Natal dan Tahun Baru, permintaan impor akan kembali normal.
Jimmy juga mendukung penuh pemerintah bila hendak berjejaring dengan pasar modern karena menurutnya gotong royong ekonomi harus digadangkan apalagi di saat seperti ini. Kalau ada peraturan daerah terkait wajib memakai tenun NTT, wajib makan hasil perikanan kita juga perlu dibuat.
Diskusi interaktif yang dipandu penyiar RRI Pro 1, Christin, mengharapkan agar seperti apapun bantuan yang akan diberikan oleh pemerintah provinsi NTT pada September 2020 mendatang harus tepat pada sasaran.
Dalam interaktif, nelayan asal Kelurahan Pasir Panjang, Frans mengaku selama ini banyak bantuan yang diberikan tidak tepat sasaran. Ia mencontohkan, ada nelayan mendapat bantuan double.
Selain itu diskusi interaktif ini juga menyinggung beberapa hal terkait administrasi berlayar, kualitas kapal bantuan yang
harus dipertanggungjawabkan hingga peran pelaku usaha perikanan yang harus aktif.
Terkait persoalan kategori kapal yang bisa mendapatkan izin berlayar,maka sesuai Permen KP No 1 tahun 2017 pasal 3, setiap kapal perikanan yang akan melakukan kegiatan perikanan wajib memiliki SLO namun nelayan kecil dan pembudidaya ikan yang biasanya memiliki kapal di bawah 5GT dikecualikan. (hh)
