Renungan Harian Katolik
YESUS Tidak “Makan Puji”
Allah telah menjadi manusia dalam Diri Yesus. Sebagai bagaian dari manusia Yesus butuh pengakuan dari manusia, tetapi Yesus Tuhan tidak makan puji
Renungan Harian Katolik: Senin, 29 Juni 2020
YESUS Tidak “Makan Puji”
Oleh: RD. Frid Tnopo
POS-KUPANG.COM - Pujian sering kali menjadi menu yang lezat bagi mereka yang suka “makan puji”. Manusia memang membutuhkan pujian, namun pujian kepada seorang bisa saja terlontar keluar dari mulut seseorang penuh basa-basi, candaan bahkan olokan. Mengapa? Karena diri dan tabiat manusia terkadang tak patut untuk itu.
Dalam solidaritas Ilahi, Allah telah menjadi manusia dalam Diri Yesus. Sebagai bagaian dari manusia Yesus butuh pengakuan dari manusia, tetapi Yesus Tuhan tidak “makan puji”.
Mengapa Yesus membutuhkan pengakuan dari manusia? Supaya manusia menyadari hakekat keterselamatan dirinya. Benar Tuhan tidak “makan puji”?
Ya, karena dari asal hulunya hingga sono hilirnya, dari kekal hingga kekal Dia tetap di atas dan mengatasi segala-galanya. BagiNyalah kemuliaan selama-lamanya! Amin. (2 Tim 4:18b)
Dua model pertanyaan Yesus kepada murid-muridNya: “Kata orang siapakah Anak Manusia itu?” dan “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?”, membantu kita untuk bisa memahami kenyataan yang berbeda.
Yesus tidak membutuhkan jawaban kita atas pertanyaan pertama yang semata-mata menyamakan-Nya begitu gamblang dengan deretan manusia biasa meskipun unggul seperti Yohanes Pembabtis, Elia ataupun Yeremia.
Yesus justru menuntut jawaban pribadi atas pertanyaan kedua, dan bersama Simon Petrus hendaknya kita menjawab: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!” (Mat, 16: 16).
Jawaban Simon Petrus berasal dari pangakuan yang tulus akan keagungan Tuhan, bahwa dirinya hanya bisa selamat dalam Tuhan.
Terbukti, pada saatnya Tuhanlah yang menyelamatkannya dari kungkungan penjara Herodes, (Kis, 12:1-11).
Jawaban Petrus dan pengalaman imannya hendaknya menjadi jawaban dan pengalaman iman kita pula. Kita hanya akan bisa memberikan pengakuan otentik kepada Tuhan jikalau kita benar-benar menyadari hakekat diri kita yang hanya bisa selamat dalam nama Tuhan.
NamaNya adalah Mesias Anak Allah yang hidup!. Tuhan juga tidak memaksa kita, karena jawaban kita bukan untuk kepentingan diriNya apalagi mau “makan puji”.
Tetapi Tuhan menuntut jawaban pribadi yang polos dan murni dari manusia karena Tuhan tahu kita butuh selamat dariNya.
Barangsiapa tidak mau selamat, dia sedang berada di luar Diri-Nya. Berada di luar Diri-Nya, sama dengan kita tidak dikenal sebagai anakNya. Padahal Anak dan Bapa adalah satu.
Itulah sebabnya Yesus berkata kepada Petrus: “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapaku yang di Surga”.
Dengan menjadi anak Allah tentulah kita akan mendapat keistimewaan di dalam misteri keselamatan.
“Engkaulah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya”.
Dengan merayakan pesta St. Petrus dan St. Paulus hari ini kita disadarkan bahwa privilese menjadi anak-Nya adalah menjadi pemimpin di dalam Gereja. Dan role model kepemimpinan sejati hanya ada pada Yesus.
Pemimpin yang tidak “makan puji” atau hanya mengejar otoritas semata, melainkan pemimpin yang melayani dengan mengorbankan segala-galanya demi sesama.
Kefas menjadi Petrus dan Saulus menjadi Paulus. Kenakanlah jubahmu dan ikutilah Aku! (Kis, 12:8b). Bersedia menjadi anak-Nya berarti selamat memasuki wilayah transformasi ilahi. Tuhan memberkati!!.