Bila Warga Curhat Soal 'Kota Mati' Lewoleba : Jalan Rusak dan Gelap Gulita

Sebagaimana pengamatannya, lampu-lampu jalan hanya dipasang di ruas jalan utama yang selama ini ramai lalu lintas.

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Rosalina Woso
POS-KUPANG.COM/RIKARDUS WAWO
Salah satu ruas jalan yang berdebu dan berlubang di dalam Kota Lewoleba tepatnya di Kawasan Walangkeam. Ruas jalan yang banyak dilintasi pengendara kendaraan roda dua dan roda empat ini juga sangat gelap di malam hari karena tak dilengkapi lampu jalan. Foto dipotret pada Selasa (23/6/2020) petang. 

Bila Warga Curhat Soal 'Kota Mati' Lewoleba : Jalan Rusak dan Gelap Gulita

POS-KUPANG.COM|LEWOLEBA-- Kondisi Lewoleba sebagai Ibu Kota Kabupaten Lembata masih jauh dari kata 'berkembang' apalagi 'maju'. Setelah 20 tahun otonomi, berpisah dari kabupaten induk Flores Timur, wajah Kota Lewoleba sebagai ibu kota rupanya tak banyak berubah, bahkan terkesan tak terurus selama bertahun-tahun.

Jalanan berdebu dan berlubang, ketiadaan lampu lalulintas (traffic light), kota yang gelap di malam hari karena minim lampu jalan dan tata kota yang amburadul jadi pemandangan lumrah. 

Kota Lewoleba bak 'Kota Mati' yang sudah lama tak tersentuh pembangunan dari pemerintah. 
Litani 'Kota Mati' seolah diperparah lagi dengan saluran drainase yang buruk, selokan penuh sampah dan tak tertata yang sekali-kali jadi mimpi buruk warga kota di kala musim hujan. 

Atas kondisi ini, Dominikus Karangora, Warga Kelurahan Lewoleba Tengah, berpendapat bahwa Lewoleba memang harus diperhatikan layaknya kota pada umumnya. 

"Lewoleba sama sekali seperti kota yang tidak diurus. Siangnya lihat sampah berserakan di mana-mana dan malamnya bagaikan kota hantu dengan jalan dan lorong yang gelap tanpa penerangan. Pemerintah tolonglah perhatikan hal ini," tegasnya di Lewoleba, Selasa (23/6/2020). 

Pria yang akrab disapa Domi ini pun menyoroti model pengolahan sampah dalam kota yang masih buruk.

"Sebagai masyarakat kadang merasa kesulitan karena sampai tiga atau empat hari sampah tertahan di rumah.
Begitupun saat musim hujan tiba. Sampah akan berserakan memenuhi jalan akibat banjir dari drainase yang tersumbat oleh sampah," tambah Domi yang juga adalah pegiat lingkungan hidup ini.

Hal ini biasa terjadi, Domi menilai, karena tidak adanya tempat pembuangan sementara (TPS) di kelurahan maupun di tingkat RT/RW. 

"Kalau untuk penerangan kota memang buruk juga dari dulu," tandas salah satu aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) tersebut.

Sebagaimana pengamatannya, lampu-lampu jalan hanya dipasang di ruas jalan utama yang selama ini ramai lalu lintas. 

Sedangkan yang bukan jalan utama dibiarkan seperti jalanan di kota hantu. Situasi ini menurutnya menjadi salah satu sebab jalanan Lewoleba sangat rawan kecelakaan. 

"Beberapa kali saya melihat ada orang yang kemudian lari pulang karena tidak sanggup melintasi jalan yang gelap di kompleks kami. Hanya karena penerangan yang buruk Lewoleba menjadi kota hantu," tegasnya.

"Buruknya penataan ini berlangsung lebih dari 20 tahun. Sebagai masyarakat Lewoleba kami diajarkan untuk terbiasa dengan kondisi ini," sindir Domi.

Keluhan warga soal kondisi Kota Lewoleba juga turut mereka utarakan saat reses Anggota DPRD Lembata Gewura Fransiskus. 

Penataan kota yang semrawut, kondisi jalan di kota Lewoleba saat ini rusak parah, talud dan drainase yang tidak teratur mengakibatkan jalan penuh kubangan lumpur dan diperparah lagi dengan rumput yang tumbuh di mana-mana. Tampilan kota ini disebut warga seperti hutan belukar.

Halaman
12
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved