Dikenal Setia Dukung Jokowi, Tompi Berkicau Soal Tagihan Listrik Melonjak, Ogah Dicap Kampret,

Dikenal Setia Dukung Jokowi, Kini Tompi Berkicau Soal Tagihan Listrik Menggila, Ogah Dicap Kampret

Editor: Bebet I Hidayat
Tribunnews.com/Apfia Tioconny Billy
Ilustrasi - Dikenal Setia Dukung Jokowi, Tompi Berkicau Soal Tagihan Listrik Melonjak, Ogah Dicap Kampret. Tompi di acara Kampanye Rakyat Basuki-Djarot di Rumah Lembang, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (28/11/2016). 

Masalah yang dihadapi Tompi pada dasarnya sama yang yang dikeluhkan oleh masyrakat lainnya.

Tompi menyebut, satu tempat miliknya dikenai tagihan hingga Rp2,1 juta.

Padahal tempat itu kosong selama pandemi virus corona.

"Untuk kasus saya kmrin: yg satu salah hitung, ada salah Kena minimum bayar 2.1 jt per bulan sementara tempat tutup. Meskipun ada penggantian, namun selama ini tidak ter informasikan dengan baik, tulis Tompi.

Setelah mendapatkan penjelasan dari pihak PLN, Tompi kemudian menjelaskan bahwa ternyata ada tarif minimun yang harus disetujui meskipun tidak ada pemakaian.

Tompi pun menyalahkan PLN yang tidak melakukan komunikasi secara benar sehingga banyak masyarakat yang mengeluh tagihan listrik melonjak drastis.

"Pada tahu gak, kl PLN itu ternyata: ada tarif minimum yang harus disetujui sementara gak ada pemakaian (kecuali sistem prabayar / token isi ulang). Tidak masalah di gw Tidak harus membayar 2,1 jt per bulan meskipun gak dipake. Yg disayangkan adalah hal2 bgini "kurang terinfokan" di awal," ungkap Tompi.

Tanggapan YLKI

Konsumen listrik kembali dikejutkan oleh tagihan listrik melonjak pada Juni 2020 yang naik lebih dari 200 persen.

Hal tersebut diungkapkan Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi sudah diprediksi oleh managemen PT PLN.

Bahwa akan ada sekitar 1,9 juta pelanggannya yang akan mengalami tagihan listrik melonjak (billing shock), dari mulai 50-200 persen, bahkan lebih.

"PT PLN mengklaim terjadinya billing shock ini karena dampak wabah Covid-19, sehingga petugas PLN tidak secara penuh bisa mendatangi rumah konsumen karena PSBB" ungkap Tulus dalam siaran tertulis pada Minggu (7/6/2020).

"Dan atau rumah konsumen yang 'di-lockdown', untuk melakukan input data pemakaian konsumen," tambahnya.

Selain itu, konsumen tidak melaporkan pemakaian listrik kepad PT PLN via whatsapp.

Hal ini yang kemudian diungkapkan Tulus dimanfaatkan managemen PT PLN untuk menggunakan jurus pamungkasnya, yakni menggunakan pemakaian rata-rata tiga bulan terakhir, sehingga ada istilah 'kWh tertagih'.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved