Simak Penjelasan Noni Banunaek, Terkait Kematian Tiga Warga Ngada Menghirup Racun Gas Belerang
Simak Penjelasan Noni Banunaek, Terkait Kematian Tiga Warga Ngada Menghirup Racun Gas Belerang

Simak Penjelasan Noni Banunaek, Terkait Kematian Tiga Warga Ngada Menghirup Racun Gas Belerang
POS-KUPANG. COM| KUPANG-- Noni Banunaek, ST. MT, Dosen Geology Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Sains dan Teknik Undana, mengatakan, di desa Turamuri di kaki gunung inelika banyak semburan-semburan gas dari aktivitas gunung berapi inelika.
"Ada kemungkinan ia berupa gas umaro. Karena yang saya lihat disana banyak gas umaro yang kadang-kadang bau belerang. Tetapi yang mematikannya Adalah Co2 atau karbondioksidanya" ujarnya Selasa (02/06/2020)
Menurut Noni, apabila orang-orang bisa melihat ada semacam gas atau uap air berarti ada dua kemungkinan itu dari sofatar atau kumaro secara teknisnya. Tetapi ada juga gas yang tidak bisa dilihat, tidak berbau dan kemudian tidak merasakan apa-apa dan karbon monoksidanya tinggi sekali, itu hal yang paling berbahaya.
Jadi, lanjut Noni, ada tiga yang berbahaya yakni, fumarol, sofatar (bisa dilihat) dan mofet yang tidak terasa, tidak berbau dan langsung mematikan.
"Kemungkinan kejadian yang terjadi di Desa Turamuri dan sekitarnya sampai di mangaruda gas itu berupa gas fumarol dan ada kaitannya dengan air panas atau mata air yang terselip di Turamuri sampai di mangaruda, tidak ada hubungannya dengan semburan geothermal. Tetapi ini alami dari gunung berapi.
Ia menambahkan, tak selamanya yang beraroma belerang itu mengandung racun. Jadi, secara kimianya ada unsur S (sulfur), tetapi karbon monosikda dan karbon dioksida yang bisa bercampur dengan belerang dan itu yang berbahaya. Tetapi yang paling berbahaya dan mematikan adalah karbon monosikda dan karbon dioksidanya.
Noni mengatakan, tergantung juga dengan daya tahan tubuh. Dan bau belerang yang keras adalah solfatara, dan bisa diatasi dengan menggunakan masker. Namun dilihat apakah gas itu bisa mematikan tergantung dari daya tahan tubuh orang yang menghirup semakin lama sangat berbahaya.
"Tetapi semua tergantung arah angin. Jadi, kita tidak dapat memastikan mana yang berbahaya dan tidak. Ada gas yang langsung naik keatas dan ada juga daerahnya yang berlembab dan bercampur dengan uap air, maka gasnya tetap berada di lokasi itu" tegas Noni
"Masalahnya di NTT sampai saat ini, kita belum punya Peta daerah rawan bencana. Misalnya gunung berapi, Khususnya di flores sampai ke alor. Bencana itu seperti letusan gunung berapi dan aktivitas gunung berapi yang berupa gas beracun. Jadi, apabila di daerah yang berbahaya bisa disarankan untuk menggunakan masker. Karena gas mofet itu tidak bisa dirasakan, dan hanya bisa diketahui apabila menggunakan alatnya".
Dia berharap, setiap kabupaten tolong konsultasikan dengan Pemerintah propinsi dan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana), kalau bisa dibuatkan peta itu. Pungkasnya (Laporan Reporter POS-KUPANG. COM, Ray Rebon)