Fadli Zon Buka Suara Soal Wacana Pemakzulan Presiden: Yang Takut Berarti Paranoid dan Anti Demokrasi
"Knp harus takut membicarakan pemakzulan, itu hal lumrah dlm demokrasi. Yg ketakutan pasti yg tak percaya diri, paranoid n anti-demokrasi" kata Fadli.
Fadli Zon Buka Suara Soal Wacana Pemakzulan Presiden: Yang Takut Berarti Paranoid dan Anti Demokrasi
POS-KUPANG.COM - Peristiwa teror terhadap penyelenggaran diskusi ilmiah yang digelar Constitusional Law Society (CLS) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), terus menyita perhatian publik.
Kebebasan berpendapat di tengah pandemi Covid-19, hingga pemakzulan presiden pun menjadi isu yang bergulir pasca kejadian itu.
Soal wacana tentang pemakzulan presiden, turut dikomentari beberapa kalangan, termasuk politisi di Senayan. Anggota DPR RI dari Partai Gerindra, Fadli Zon buka suara.
• Update Corona Sumba Timur : OTG di Kota Waingapu Sebanyak 42 orang.
• Memperoleh Kesempatan Pertama dari Mario Gomez di Persib Dua Tahun Lalu, Kenangan Gian Zola, Info
• Update Corona Sumba Timur - OTG Terbanyak di Kota Waingapu
Menurut Fadli, harusnya di negara demokrasi tidak ada yang perlu ditakuti untuk berbicara pemakzulan.
Ia mengatakan, yang ketakutan adalah orang yang tidak percaya diri, bahkan anti demokrasi.
"Knp harus takut membicarakan pemakzulan, itu hal lumrah saja dlm demokrasi. Yg ketakutan pasti yg tak percaya diri, paranoid n anti-demokrasi," tulis Fadli di Twitternya.
Pemakzulan Sangat Mungkin Dilakukan
Sementara itu, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia, MUI Pusat, Din Syamsuddin menjelaskan makna dari sebuah kebebasan berpendapat.
Mantan Ketum PP Muhammadiyah ini mengupas dari perspektif Islam dan pemikiran politik Islam.
Din mengatakan, ihwal kebebasan berpendapat, para ulama memahaminya sebagai salah satu dari tiga dimensi penting dari kebebasan.
Ia menegaskan kebebasan merupakan hak manusiawi dan hak makhluk. Bahkan Tuhan mempersilahkan manusia untuk beriman atau tidak.

"Bahkan Sang Pencipta menyilahkan manusia mau beriman atau tidak beriman, ini pangkal dari sebuah kebebasan," kata Din dalam diskusi bertajuk `Menyoal Kebebasan Berpendapat dan Konstitusionalitas Pemakzulan Presiden di Era Pandemi Covid-19', yang digelar secara virtual, Senin, 1 Juni 2020..
Oleh karena itu, menurut Din, kebebasan pada manusia ini dipandang sebagai sesuatu yang melekat pada manusia itu sendiri. Ia menyebut manusia punya kebebasan berkehendak dan berbuat.
"Oleh karena itulah, ada yang memandang, seperti yang saya kutip dari Mohammad Abdul melihat atau menilai kebebasan itu sebagai sesuatu yang sakral dan transendental. Sebagai sesuatu yang suci dan melekat dengan fitrah kemanusiaan, manusia bebas walupun terbatas," kata Din.