Siswi di Ngada Pinjam HP, Sulit Cari Signal, Hingga Pinjam Uang Tetangga Beli Pulsa Demi KBM Online

BM) secara online gencar dilakukan sejak pandemi Covid-19. Proses KBM secara online sebagai dampak pandemi Covid -19 tentu tid

Penulis: Gordi Donofan | Editor: Ferry Ndoen
istimewa
Maria Oktaviana Nata saat mencari signal sambil belajar di kebun Kisaraghe Desa Nabelena Kecamatan Bajawa Utara Kabupaten Ngada, Flores NTT, Kamis (21/5/20202 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gordi Donofan

POS-KUPANG.COM | BAJAWA -- Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) secara online gencar dilakukan sejak pandemi Covid-19. Proses KBM secara online sebagai dampak pandemi Covid -19 tentu tidak semudah yang dibayangkan.

Bagi wilayah yang sudah maju, memiliki handphone (Hp) android bukan masalah. Tetapi, bagi masyarakat di daerah terpencil hal ini sangat sulit dan menyedihkan. Bagi keluarga yang mampu, bisa saja HP menjadi sebuah kebutuhan dan keharusan.

Namun tidak bagi keluarga yang ekonomi pas-pasan. Pilihannya mau membeli HP android, pulsa atau membeli kebutuhan Sembako untuk keluarga.

Hal ini sangat menyulitkan. Jika ada Hp signalnya tidak ada, terpaksa harus berjalan kaki hingga belasan kilo meter untuk mendapatkan signal dan jaringan internet.

Hal ini dialami oleh seorang siswi SMA di pedalaman Flores Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), tepatnya di Kampung Kisaraghe Desa Nabelena Kecamatan Bajawa Utara Kabupaten Ngada.

Siswi itu adalah Maria Oktaviana Nata. Maria merupakan siswa kelas XI Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri I Mauponggo di Kabupaten Nagekeo.

Sejak pandemi Covid-19 sekolah mereka diliburkan, tetapi aktivitas KBM tetap dilakukan via daring atau online.

Berada di daerah terpencil yang susah signal, tentu sangat sulit bagi Maria untuk mengikuti KBM secara online.

Yang lebih menyedihkan lagi, Maria tak mempunyai HP android. Pilihannya adalah membeli HP atau membeli beras untuk kebutuhan sehari-sehari. Semua serba sulit disaat pandemi Covid-19.

Dilahirkan ditengah keluarga yang berpenghasilan pas-pasan Maria tidak pernah memaksa kedua orangtuanya untuk membelikan HP android.

HP android hanya dimiliki sang ayah. Terpaksa, Maria meminjam HP ayahnya ntuk mengikuti KBM online.

Ayah Maria, Florianus Longa merupakan pekerja batu bata merah dan sang ibu, Maria Goreti Nadu merupakan seorang ibu rumah tangga.

Selama pandemi Covid-19, sang ayah tak lagi melaksanakan aktivitas normal seperti biasanya sehingga berpengaruh pada penghasilan keluarga.

Semangat Maria untuk tidak ketinggalan mata pelajaran terus dilakukan. Setelah meminjam HP sang ayah, Maria harus berupaya mencari uang untuk mengisi pulsa internet.

Ketika pulsa terisi, Maria berjuang berjalan kaki mencari signal dan jaringan internet hingga ke kebun di desa itu dengan jarak kurang lebih satu kilo meter.

Mengikuti KBM online butuh perjuangan yang cukup melelahkan bagi Maria. Perjuangan Maria dengan himpitan ekonomi ditengah pandemi Covid-19 menjadi kisah tersendiri dikemudian hari.

Maria berkisah, sejak pandemi Covid-19 sekolah mereka diliburkan dan mengikuti KBM secara online. Ketika diliburkan, ia pulang kampung.

Selama di kampung, Maria melaksanakan aktivitas seperti halnya anak-anak lain membantu kedua orangtua. Namun ia tak pernah mengabaikan tugas sekolahnya.

"Saya berasal dari Kisaraghe Kecamatan Bajawa Utara. Saya menempuh pendidikan di SMAN 1 Mauponggo kelas Xl Jurusan MIA. Saya dilahirkan dari keluarga sederhana. Pekerjaan ayah saya adalah pengusaha batu bata merah kecil-kecilan dan ibu saya adalah seorang ibu Rumah tangga. Saya hanyalah seorang anak yang berusaha meraih mimpi ditengah himpitan Covid-19," ungkap Maria ketika dihubungi POS-KUPANG.COM, Jumat (22/5/2020).

Maria menuturkan ketika diminta untuk mengikuti KBM online, dirinya sangat kewalahan karena tidak mempunyai HP android.

Selain tak memiliki HP ia juga berpikir bagaimana mau membeli pulsa internet sedangkan uang sangat sulit diperoleh saat ini.

"Dengan kondisi keluarga yang serba sederhana membuat saya kewalahan. Karena saya sendiri tidak mempunyai HP. Tambah lagi harus membeli pulsa data yang tentunya tidak sedikit. Di tengah himpitan Covid- 19 seperti ini, kondisi keuangan keluarga saya benar-benar menipis. Untuk bisa mengikuti les dan mengerjakan tugas saya pun meminjam HP bapak," ungkapnya.

Ia menyatakan ketika HP sudah diperoleh, hal lain yang harus dipikirkan adalah bagaimana untuk membeli pulsa internet.

Pinjam Uang Tetangga

Bersyukur, ia mendapatkan bantuan keluarga dekat untuk mengisi pulsa internet sehingga bisa ikut KBM online.

Setelah itu bergegas ke tempat signal untuk akses jaringan internet.

"Dengan kondisi seperti ini saya pun kesulitan untuk mendapat pulsa data. Saya meminta kepada tanta yang peduli dengan pendidikan saya, namun masa dirumahkan tidak hanya sebulan. pulsa data tidak mencukupi," paparnya.

Ia mengaku ketika pulsa internet habis, ia sangat kewalahan. Pilihan adalah pasrah atau tetap berjuang sehingga bisa mengikuti KBM. Dirinya serba bingung dan kesulitan.

Rupanya kedua orangtuanya tak ingin ia ketinggalan mata pelajaran. Orangtua rela memimjam uang tetangga untuk membeli pulsa internet.

"Orangtua saya terpaksa meminjam uang kepada tetangga untuk bisa membeli pulsa data," ungkapnya.

Namun, perjuangannya tidak hanya untuk mendapatkan HP dan pulsa internet, ia harus berusaha mencari jaringan karena di tempat tinggalnya susah untuk mendapat jaringan apalagi kalau listrik padam.

"Untuk bisa mendapat jaringan saya harus menempuh jarak sekitar satu kilo meter dari rumah. Bahkan saya sering ke Bajawa bersama bapak untuk mencari jaringan agar bisa mengerjakan tugas," ungkapnya.

Les Pakai Telepon

Maria tak pernah menyerah. Hampir tak ada kata putus asa dalam keseharianya. Baginya, pandemi Covid-19 adalah sebuah tantangan hidup yang harus dijalani meskipun banyak berkorban.

Memang butuh perjuangan, jika tidak sanggup bisa saja menyerah. Namun Maria tak mau kalah sebelum bertanding. Ia berjuang tetap belajar meskipun di tengah himpitan ekonomi akibat pandemi Covid-19.

"Setiap hari saya harus berusaha bangun pagi dan membereskan rumah, mengejar waktu, menempuh perjalanan cukup jauh untuk bisa mendapatkan jaringan dan tidak terlambat mengikuti les. Karena untuk bisa mendapatkan nilai, saya harus mengikuti les dan mengerjakan tugas yang di berikan oleh guru dengan waktu yang sudah ditentukan. Terkadang meskipun sudah menempuh perjalanan jauh, saya tidak mendapatkan jaringan bahkan internet dan WA tidak bisa di buka. Sehingga saya harus mengikuti les pakai telepon," tuturnya.

Tiga Hari Signal Tidak Ada

Ia berkisah, beberapa minggu terakhir signal putus. Selama tiga hari berturut-turut signal lumpuh total. Selama itupun, ia tak bisa mengikuti les.

Ia sangat merasa kesulitan dan sempat kwatir karena ketinggalan materi.

"Saya sangat merasa kesulitan apalagi disini saya sendirian. Jauh dari teman-teman untuk meminta bantuan. Saya pernah tidak mengikuti les karena hujan selama tiga hari dan jaringan tidak ada. Sudah pasti saya ketinggalan materi," ungkapnya.

Ia melanjutkan, setelah hari ketiga dirinya mendapat informasi melalui sambungan telepon dari teman kelas kalau ada ulangan Kimia.

Ia pun bergegas menghubungi sang guru mata pelajaran Kimia. Sang gurupun mengatakan bahwa soal ulangan sudah dikirim via WA grup kelas. Silakan siswa-siswi mengerjakan soal tersebut.

"Saya pun merasa gerogi dan menelepon guru Kimia. Pak guru bilang kalau pak guru sudah mengirim soal ulangan di grup WA. Saya pun berusaha mencari jaringan. Setelah menempuh perjalanan cukup jauh, saya belum menemukan jaringan untuk membuka WA. Akhirnya pak guru menelepon saya dan bilang kalau saya bisa ulangan pakai telepon," ungkapnya.

Ia mengatakan melalui sambungan telepon, sang guru mata pelajaran Kimia membacakan 10 nomor soal ulangan. Setelah itu dirinya langsung mengerjakan soal tersebut.

Bersyukur dirinya mendapatkan nilai yang sangat memuaskan.

"Saya berterima kasih kepada pak guru karena rela mau membaca soal sebanyak 10 nomor untuk saya. Sekitar satu jam Saya menyelesaikan ulangan dan mendapatkan nilai yang memuaskan," tuturnya.

Warga di Wuhan China Dilarang Konsumsi Binatang Liar, Berburu Tak Boleh

Ia menyampaikan limpah terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan dia kekuatan dan kesehatan sehingga masih bisa melaksanakan aktivitas sehari-sehari.

"Terima kasih Tuhan. Terima kasih bapak dan mama. Terima kasih bapak ibu guru. Terima kasih buat semua orang yang peduli dengan pendidikan saya. Semoga perjuangan saya tidak sia-sia," ungkapnya penuh haru.

Ia berharap pemerintah bisa memperhatikan kondisi di wilayahnya dan bisa melihat dari dekat persoalan yang dialami oleh masyarakat di tengah pandemi Covid-19.

"Harapan saya agar pemerintah bisa memperhatikan setiap kesulitan yang dialami oleh rakyat kecil," ungkapnya.

Puji dan Bangga

Terpisah, Guru Mata Pelajaran Kimia SMA Negeri I Mauponggo, Ferdinandus L. Nuwa, S.Pd, memuji perjuangan sang murid di tengah pandemi Covid-19.

Selain itu, Ferdinandus sangat bangga karena sang murid tidak mudah menyerah dan tidak putus asa untuk mengikuti les online meski penuh keterbatasan.

"Mereka semua satu kelas ada 26 siswa. Yang aktif 16 siswa termasuk Maria. 10 siswa lainnya tanpa kabar karena berada di lokasi tanpa jaringan seperti Desa Wolokoli, Desa Bela, Desa Wuliwalo, Desa Lere. Cukup banyak di kawasan kecamatan Mauponggo tersebar siswa SMA Negeri I Mauponggo yang tempat tinggalnya tanpa signal seluler," ungkapnya.

Ferdinandus berkisah bahwa dirinya sering melaksanakan KBM online dengan siswa-siswinya.

Namun banyak rintangan. Bahkan sangat berat dan cukup sulit. Uang, energi dan waktu tentu sangat dibutuhkan.

Ferdinandus menyatakan Maria merupakan satu diantara beberapa siswanya yang aktif dan selama tiga hari berturut, Maria tak bisa mengikuti les online.

Maria Oktaviana Nata saat mencari signal sambil belajar di kebun Kisaraghe Desa Nabelena Kecamatan Bajawa Utara Kabupaten Ngada, Flores NTT, Kamis (21/5/20202
Maria Oktaviana Nata saat mencari signal sambil belajar di kebun Kisaraghe Desa Nabelena Kecamatan Bajawa Utara Kabupaten Ngada, Flores NTT, Kamis (21/5/20202 (istimewa)

Ferdinanduspun berupaya menghubungi. Padahal selama tiga hari itu ditempat tinggal Maria signal putus total.

"Ceritanya begini, sudah 3 hari kelas XI IPA les Kimia daring. Tapi Maria tidak ikut. Sudah pasti dia ketinggalan materi. Namun sepanjang signal putus, Maria ini berusaha mengikuti pelajaran namun gagal. Namun, tak kenal putus asa. Lewat mesengger juga gagal. Maria berlari mengejar waktu yang kian menghimpit, menerobos belukar demi dapat kepingan signal," ungkapnya.

Ia menuturkan Maria tidak mau ketinggalan materi sehingga bicara via telepon.

"Pa guru, pa guru saya sudah dapat signal, tapi mau buka WA tidak bisa. Jaringan internet tidak bisa akses. Saya bilang baik sudah anak, kita les pakai telepon saja. Mariapun mengiakan," ujarnya.

Ia mengatakan sebelum les dan ulangan dirinya bertanya apakah bawa pulpen dan buku ke tempat signal. Ternyata Maria sudah sangat siap mengikuti ulangan Kimia saat itu.

Lanjutnya, setelah itu guru membaca soal dan Mariapun mengerjakan soal tersebut serta mendapatkan nilai yang memuaskan.

"Terus berusaha meraih mimpi di tengah himpitan Covid-19 berpadu jalur komunikasi GSM atau geser sedikit mati. Tak perlu mengeluh pada menteri komunikasi, tak perlu salahkan mereka. Tetap berdiri tegar seperti engkau tersenyum ceria kala dari puncak engkau menatap hijaunya persawahan, perlahan menuruni lembah kembali bersua bersama bapak mamamu. Kami bangga padamu," ujarnnya.

Harus Bangkit

Ia mengatakan dengan penuh keterbatasan dituntut untuk kreatif. Seorang guru tidaklah mudah. Dunia pendidikan sebenarnya bukan hanya tugas seorang guru namu semua pihak ikut bertanggungjawab.

"Sebelumnya saya mengajar di SMAK Frateran Ndao selama 17 tahun. Kini harus balik ke Mauponggo demi kecintaanku dalam dunia pendidikan. Sejak Januari ini saya bergabung di SMA Negeri I Mauponggo. Banyak hal yang berbeda. Namun realita lapangan membuat saya dan teman teman terus berbenah. Dari diri siswa yang sebagian besar berasal dari keluarga petani, asilitas belajar yang masih minim menuntut kreatifitas guru dalam menyajikan materi," paparnya.

Ia mengatakan pandemi Covid-19 ini menenggelamkan sebagian mimpi. Namun harus bangkit dan terus menyelesaikan pembelajaran dengan cara daring atau offline..

"Sebagai guru kami sadar masalah anak. Tak sedikit mereka tanpa jaringan internet, bahkan ada jaringan, pulsa data tak ada. Yang lebih buruk ada yang orang tua tak memiliki HP. Banyak siswa berusaha mengumpulkan tugas offline namun kadang tak mampu melewati pos-pos penjagaan yang sangat ketat," ujarnya.

Ia menyampaikan dengan demikian guru harus menjemput tugas ke rumah siswa, melaksanakan pembelajaran di rumah siswa sambil tetap memperhatikan protokol kesehatan.

"Untain kata dari siswi kami Maria menggambarkan realita hati yang berteriak namun sayup-sayup suara kami memang ditinggalkan oleh pemangku kepentingan," ujarnya.

Ia mengaku sebenarnya bukan hanya kebutuhan hidup yang disalurkan. Hampir tiap desa tak satupun di masa corona ini menyibukan diri dengan mengurus pendidikan anak.

"Dengan demikian kami mempercayakan pendidikan siswa di rumah bersama orang tua sambil terus memantau perkembangan pembelajaran anak baik secara langsung (home visit) maupun melalui jaringan seluler," pungkasnya.

Foto: Pos-Kupang.Com/Istimewa

Ket: Maria Oktaviana Nata saat mencari signal sambil belajar di kebun Kisaraghe Desa Nabelena Kecamatan Bajawa Utara Kabupaten Ngada, Flores NTT, Kamis (21/5/20202

5 Lampiran

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved