Pencipta Lagu Ora Mudik Ora Popo
Imbauan Tidak Mudik Lewat Seni Lebih Menyentuh
Lagu berlirik bahasa Jawa ini ditulis oleh Sudarmanto Leles (63), Ketua Paguyuban Warga Jawa Tengah untuk wilayah Jabodetabek
POS-KUPANG.COM - LAGU Ora Mudik Ora Popo barangkali sudah tak asing lagi di telinga masyarakat. Lagu berlirik bahasa Jawa ini ditulis oleh Sudarmanto Leles (63), Ketua Paguyuban Warga Jawa Tengah untuk wilayah Jabodetabek.
Lagu ciptaan Sudarmanto kini viral. Bukan hanya karena bahasanya yang mudah dicermati dan dipahami, tapi juga karena klip video lagu ciptaannya menampilkan sejumlah tokoh negara.
Di antaranya yakni Ketua Kantor Staf Presiden Moeldoko dan Ketua Wantimpres Wiranto. Dua tokoh negara tersebut bukan hanya menjadi model, namun turut menyanyikan lagu Ora Mudik Ora Popo.
• Bongkar Terus, Laurens Ungkap Kebucinan Syahrini, Ditolak Pria Tua Kaya Nangis Sebut Malu Sama Tuhan
Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Tribun Network, Sudarmanto menceritakan alasan menulis lagu Ora Mudik Ora Popo. Ia menindaklanjuti instruksi Presiden Joko Widodo, yang melarang masyarakat mudik di tengah mewabahnya pandemi Covid-19 di Tanah Air.
Bedanya Sudarmanto menggunakan sebuah karya kreatif. Mengajak masyarakat tidak mudik lewat musik dilakukan Sudarmanto karena imbauan tidak mudik pemerintah, selama ini, dinilainya terlalu normatif dan monoton.
• Wali Kota Kupang Kunjungi Posko Aksi Makanan Gratis Pemuda GMIT Anugerah Naikoten
"Dengan seni itu lebih mudah membuat orang untuk menurut. Kalau kita dipaksa, apalagi di zaman yang demokrasi dan liberal ini kita tidak bisa memaksa, tetapi harus dengan cara-cara seperti nyanyian yang konotasinya mengajak tidak dengan "Ojo."
Lagu saya bukan Ojo, tapi Ora Mudik Ora Popo," kata Sudarmanto kepada Tribun, di Condet, Jakarta Timur, Minggu (10/5). Berikut petikan wawancara lengkap wartawan Tribun, Lusius Genik dengan Sudarmanto Leles.
Bisa diceritakan sedikit dorongan utama menciptakan lagu Ora Mudik Ora Popo?
Lagu Ora Mudik Ora Popo itu saya buat menyikapi instruksi Presiden Jokowi yang melarang perantau untuk tidak mudik ke kampung. Sebab itu, dengan menyikapi itu kami mengkolaborasikan beberapa petinggi republik ini termasuk ketua KSP, Jendral Moeldoko dan Ketua Wantimpres Jendral Wiranto juga ikut terlibat menyanyikan lagu-lagu ini.
Mengapa menggunakan lagu untuk mengajak masyarakat tidak pulang kampung?
Lagu ini terinspirasi dengan cara pemerintah yang mengajak tidak mudik tapi dengan cara yang normatif, dengan ketentuan yang keras, ketentuan yang pidato, itu tidak efektif kepada masyarakat pada umumnya.
Dan pada khususnya, masyarakat yang ada di Jabodetabek itu, tahun 2019 lalu pemudiknya lebih dari 7,7 juta. Sebab itu, dari jumlah itu, terutama yang ada di Jabodetabek ini kebanyakan masyarakat Jawa, jadi saya harus bikin lagu Jawa. Ternyata antusiasnya luar biasa dan viral.
Seberapa yakin lagu Jawa bisa dipahami dan dicermati oleh mereka yang tidak bisa bahasa Jawa?
Bahasa Jawa sekarang ini sudah nge-tren dengan adanya tren Almarhum Didi Kempot. Kebetulan Didi juga bikin lagu Ojo Mudik, ada perbedaan sedikit memang antara Ojo Mudik dan Ora Mudik Ora Popo. Karena saya ada di perantauan, kalau Didi kan ada di Solo. Jadi judulnya beda. Tapi kembali lagi, saya yakin lagu ini mudah dicermati dan dipahami.
Mengapa mengajak tokoh-tokoh negara dalam pembuatan klip video Ora Mudik Ora Popo?
Inisiatif itu ada karena saya kepingin membantu pemerintah, otomatis mengajak berbagai pihak termasuk para jenderal, tokoh masyarakat, yang menyanyi itu. Dan ternyata mau, dan berminat untuk membantu merilis lagu itu. Memang ini terutama untuk mengajak masyarakat yang masih sulit untuk tidak mudik.
Mengapa mengajak masyarakat untuk tidak mudik itu harus lewat seni?
Dengan seni itu lebih mudah membuat orang untuk menurut. Kalau kita dipaksa, apalagi di zaman yang demokrasi dan liberal ini kita tidak bisa memaksa, tetapi harus dengan cara-cara seperti nyanyian yang konotasinya mengajak tidak dengan "Ojo."
Lagu saya bukan Ojo, tapi Ora Mudik Ora Popo. Beda antara Ojo dan Ora Mudik Ora Popo. Oleh sebab itu, dengan cara-cara ini diharapkan bisa dimaknai masyarakat awam yang tingkat bawah.
Apa komentar tokoh-tokoh yang bapak ajak ketika membuat klip video Ora Mudik Ora Popo?
Memang pertama lagu Ora Mudik Ora Popo yang saya kolaborasikan dengan tokoh-tokoh ini sebetulnya membuat viral. Kalau suara, itu memang ada yang naik, ada yang turun, itu awalnya mau saya rapikan. Tapi Jenderal Wiranto bilang, "Ga usah mas. Benke wae, asline saja." Itu yang unik, dan itu yang bisa diterima oleh masyarakat. Oleh sebab itu ternyata ada beberapa versi yang sudah jalan.
Bagaimana cerita Pak Sudarmanto bisa menggandeng Moeldoko dan Wiranto?
Pertama saya menggandeng Pak Wiranto kebetulan karena beliau adalah ketua pembina Paguyuban Jawa Tengah. Ide dasarnya saya sebetulnya mau mengajak Gubernur dan 35 Kabupaten menyanyi. Tapi akhirnya tidak bisa. Lalu mengajak Pak Moeldoko itu ketika saya meeting virtual dengan KSP.
Dalam meeting saya bilang, kontribusi masyarakat Jawa Tengah sudah banyak untuk penanganan Covid-19. Membagikan APD, makanan, sembako dan lainnya. Selain itu saya juga bercerita, kontribusi saya pribadi menciptakan lagu Ora Mudik Ora Popo.
Dan dalam forum itu saya tawarkan Pak Moeldoko untuk ikut menyanyi, dan dia jawab, "Siap." Dan ternyata, Pak Moeldoko itu antusias dan bahkan shooting yang dia berikan tidak tanggung-tanggung, ada latar belakang. Kalau yang lain biasa saja.
Artinya bahwa memang Pak Moeldoko serius untuk membantu pemerintah, jadi dia all out.
Tujuan utama menggandeng tokoh-tokoh dalam pembuatan klip video Ora Mudik Ora Popo?
Tujuan menggandeng tokoh, karena saya masyarakat biasa, mungkin rakyat yang saya kelola, ada di organisasi saya mungkin bisa paham. Tapi dengan ditumpangi para pejabat tinggi dan pengambil keputusan, otomatis penguatan informasi lewat lagu itu memang benar. Artinya menggandeng ini untuk kepentingan sasaran orang tidak mudik itu biar tercapai.
Perasaan Anda setelah lagu Ora Mudik Ora Popo viral?
Perasaan saya tentu saya merasa punya kontribusi saja. Saya senang karena punya kontribusi yang dimaknai oleh masyarakat senang dan kelihatannya agak menurut diajak dengan cara-cara yang berkesenian. Khususnya saya menyanyikan ini seperti nyanyi lagu campursari.
Kalau boleh tahu, ada berapa banyak warga Jawa Tengah hidup di Jabodetabek?
Jadi warga di Jawa Tengah, yang ada di Jabodetabek, contoh saja, Wonogiri itu ada lebih dari 350 ribu warga yang merantau di Jakarta. Satu kabupaten, kalau satu kabupaten itu sebanyak 200 ribu ke Jakarta, ditotal dengan 35 kabupaten, berarti sekitar tujuh juta ada di DKI. Belum di Jabodetabek.
Dari jumlah itu berapa banyak yang sudah mudik?
Tentu ada, banyak. Karena sebelum PSBB itu sudah kecolongan contohnya sampai ke Wonogiri. Sekda Wonogiri bilang ke saya, sudah sampai 60 ribu pulang mudik, sudah ada di sana. Itu ketika pra PSBB. Itu sudah pulang, banyak. Saya kira dari 35 kabupaten mungkin ada lebih dari 500 ribu yang sudah mudik ke kampung masing-masing. Ini kesulitan juga. Semua belajar ternyata, di republik ini semua belajar dengan adanya Covid-19 ini.
Seberapa besar dampak lagu Ora Mudik Ora Popo dalam membantu pemerintah menghentikan upaya mudik masyarakat?
Saya yakin sekali, kalau omongannya pas, yang menyanyikan juga pas, pas bahasanya, karena paternalistik orang kita itu tetap digunakan sampai sekarang. Oleh sebab itu, ada model satu, lagunya enak didengar, dua bahasanya bisa dicerna, tiga yang menyanyikan itu ada unsur ketokohan.
Republik ini masih model paternalistik, orang-orang pasti nurut dengan yang atas. Dengan cara-cara itu, saya meyakini banyak yang sudah stop mudik walaupun dari sekian juta itu ada sekian yang masih mudik, wajar. (genik/tribunnetwork/cep)