Renungan Harian Katolik, Surat-Surat dari Molokai - Hawaii (1), Non Turbetur : Jangan gelisah
kami semua adalah ungkapan yang ikhlas sebagai pernyataan solidaritas Pater Damian terhadap para penderita kusta
Renungan Harian Katolik
Memaknai Surat-Surat dari Molokai - Hawaii (1) ; NON TURBETUR : Jangan gelisah
Oleh : RD. Maxi Un Bria
POS-KUPANG.COM--Salah satu kutipan terkenal pada surat-surat dari Molokai yang ditulis Pater Damian de Veuster , Pahlawan Orang Kusta di abad ke-18 berbunyi “: Mohon doa untuk saya dan untuk kami semua ‘ Ora pro me atque pro nobis ; ( Surat Pater Damian tertanggal 10 Februari 1886 ). Kata-kata kami semua adalah ungkapan yang ikhlas sebagai pernyataan solidaritas Pater Damian terhadap para penderita kusta.
Hari ini tanggal 10 Mei 2020, merupakan hari yang dikhususkan untuk menghormati St. Damian de Veuster Rasul Cinta kasih abad 18. Hari Pertama di tahun 1873 ketika ia menginjakkan kakinya di Kampung Kalaupapa-Kalawao-Molokai-Hawaii, 147 tahun yang silam.
Di tanah dan negeri ini, Pater Damian menghabiskan waktunya melayani orang kusta, mewartakan Injil dan mempersembahkan ekaristi Kudus, membanguan pemukiman dan tempat ibadat , mengembangkan pertanian dan pendidikan praktis yang berguna bagi pemberdayaan kaum kusta saat itu.
“ Non Turbetur ; Jangan gelisah . Tuhan ada di sini. Menyertai setiap pergumulan dan perjalanan hidup kita.
Pater Damian de Veuster digelari pahlawan orang kusta di abad ke-18. Ia juga dijuluki sebagai Rasul Cinta Kasih di zaman itu. Karena mengabdikan hidupnya melayani orang kusta , hingga wafat karena ikut tertular kusta di pulau pengasingan – Molokai.
Wabah kusta pada masa itu termasuk penyakit yang sangat ditakuti , sebagaimana kegelisahan dan ketakutan dunia terhadap pandemi covid-19 abad ini, lantaran belum ditemukan obat untuk menyembuhkannya.
Demi memutuskan penyebaran wabah kusta, maka semua orang yang terjangkit atau memiliki indikasi penyakit kusta di seluruh Hawaii diisolasi- dikarantinakan di Pulau Molokai, persisnya di kampung Kalaupapa-Kalawao.
Bila anda berkesempatan mengunjungi Molokai di masa kini, bisa menghantar anda pada imaginasi tentang realitas dan kondisi kampung kusta di abad 18 pada masa silam. Kalau pada tempat pemukiman dan pengasingan orang kusta dipagari gunung secara natural dengan tebing yang terjal , berhadapan dengan lautan Pasifik.
Di wilayah dengan diameter 5 km itulah semua penderita kusta diasingkan. Mereka tinggal terpisah dari sanak saudara dan keluarga seraya menjalani hari-hari penuh pergumulan baik karena derita fisik maupun bathin.
Dalam pergumulan penderitaan itu , kehadiran Pastor Damian de Veuster seorang misionaris muda dari Kongregasi Hati Kudus Yesus dan Maria sangat menghibur, memotivasi dan melahirkan semangat baru untuk berjuang mempertahankan hidup.
Pater Damian hidup dan melayani orang kusta selama 16 tahun hingga wafat pada tanggal 15 April 1889 . “ Quia Ego, ad Patren Vado”, Aku pergi kepada Bapa “ ( Yoh 14 :12 ). Bapaku dan Bapa kita semua. Ia mengikuti jejak Yesus. “ Pergi ke rumah Bapa “ setelah menyelesaikan karya pelayanan dan kemanusiaan di dunia.
Saat meninggal wajahnya tersenyum, luka-luka bekas kusta mengering. Seperti menghadirkan pesan dan kesan akhir yang membahagiakan “ Aku bahagia. Tidak ada penyesalan. Karena telah berjuang melakukan yang terbaik bagi kaum kusta di negeri ini”. “ Selamat tinggal sampai jumpa di surga “ .