Juvenile Bantah Intervensi Direksi Bank NTT
Komisaris Utama Bank NTT, Juvenile Jodjana membantah mengintervensi direksi Bank NTT
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Komisaris Utama Bank NTT, Juvenile Jodjana membantah mengintervensi direksi Bank NTT sehingga berbuntut penonaktifan Ishak Eduard Rihi dari Direktur Utama Bank NTT.
"Terkait apa? Ada tidak buktinya? Coba minta copy-annya. Kalau tidak ada, berarti tidak ada," tandas Juvenile ketika dihubungi, Kamis (7/5/2020).
Ia menjelaskan, tugas komisaris dan direksi berbeda. Direksi yang mengerjakan, bertugas dan mengeksekusi. Komisaris mengawasi, melihat apakah direksi mengeksekusi semua rencana kerjanya, visi misinya yang dibuat.
• Empat Sampel Swab Sudah Dikirim Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Manggarai
"Sekarang kalau direksi seperti Dirut kemarin (Ishak Rihi) kasusnya tidak mengeksekusi sampai Pak Gubernur (Viktor Bungtilu Laiskodat) marah. Biaya-biaya operasional janjinya bukan turun malah naik. Masalah NPL harusnya diperbaiki malah tidak bisa diperbaiki," beber Juvenile.
Menurutnya, dewan komisaris memberi laporan. "Mengawasi bahwa janji-janji ini tidak bisa dipenuhi. Direksi menjelaskan tidak bisa dipenuhi karena a, b, c, d, e ternyata penjelasan itu tidak diterima. Itulah proses koorperasi namanya. Di setiap PT kan seperti itu," katanya.
• Hujan Iringi Pemakaman Djoko Santoso
Mengenai urusan operasional, Juvenile mengatakan, berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dewan komisaris bisa sampai mengurus operasional kalau dewan direksi tidak bekerja sesuai arahan.
"Itu boleh. Dewan komisaris boleh mengurus operasional. Diperbolehkan, tapi jarang kita melakukan itu, termasuk kita di dewan komisaris ini," tuturnya.
Juvenile menegaskan, saat ini dewan komisaris lebih ketat karena orang-orangnya berkompeten. Ia mencontohkan, dulu rapat dewan komisaris satu tahun tiga sampai empat kali. Sekarang, setiap bulan dewan komisaris lakukan rapat.
"Kami mengawasi dan mengecek seluruh progres setiap bulan sampai dimana. Dari situlah ketahuan apakah direksi bekerja dengan serius atau banyak jalan-jalannya. Contohnya sederhana seperti itu," katanya.
Lampu Kuning
Sumber Pos Kupang mengungkapkan, dari awal ada perjanjian di atas meterai yang menyatakan bahwa Dirut dan Komisaris Utama (Komut) Bank NTT akan mengundurkan diri jika laba tidak mencapai Rp 500 miliar.
"Sebenarnya bagi saya dari awal itu sudah tidak rasional waktu pengangkatan Dirut dan Komut. Dulu ada tanda tangan kontrak kinerja yang menyebutkan jika laba tahun 2019 tidak mencapai Rp 500 miliar maka bersedia berhenti, itu ada pernyataan di atas meterai," ungkapnya.
Ia mengatakan, dari pertama sudah tidak mungkin mencapai laba Rp 500 miliar.
"Laba tahun 2018 itu Rp 300 miliar, terus bagaimana mungkin capaian 2019 laba bisa Rp 500 miliar? Tidak masuk akal tapi dirut yang sudah digantikan bersama komisaris yang masih aktif berani tanda tangan diatas meterai perjanjian itu," katanya.
"Kenapa Komut tidak berhenti? Itu kan perlu dipertanyakan. Tanggung jawab dong. Itu kan pernyataan di atas meterai. Tanggung jawab kepada publik keduanya harus berhenti bukan hanya Dirut," tambah sumber itu.
Sumber Pos Kupang juga mempertanyakan kenapa di awal tahun kinerja Bank NTT luar biasa naik dan mendapat apresiasi. Namun setelah laporan keuangan dimasukkan ke OJK terjadi koreksi laba lebih dari Rp 100 miliar sehingga laba 2019 lebih rendah dari laba tahun 2018.
Padahal waktu 2018, lanjutnya, Bank NTT berjalan tanpa dirut tapi laba hasil review dan audit Kantor Akuntan Publik (KAP) diapprove oleh OJK dan laba naik cukup signifikan sehingga menjadi Rp 300 miliar.
Masih menurut sumber Pos Kupang, laba turun terkoreksi Rp 100 miliar lebih karena kredit macet. Kalau kredit macetnya besar maka Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) di Bank Indonesia (BI) harus besar juga untuk antisipasi kredit macet.
Bank NTT wajib untuk pencadangan di BI. Semakin naik kolektibilitas kredit maka CKPN juga ikut naik ditambah kredit Non Performing Loan (NPL).
"NPL kita itu maksimum oleh OJK ditetapkan 5 persen. Kredit macet ini sudah 3 persen lebih lho. NPL itu sudah 3 persen lebih. Itu dalam sejarah tidak ada. Paling 1 persen lebih hampir 2. Ini 3 lebih mungkin naik 4 persen."
"Aturannya kalau mencapai 5 persen maka bank NTT itu di bawah pengawasan khusus OJK manajemennya. Mau kasih kredit harus ijin OJK. Semuanya harus ijin. Nah NPL bank NTT itu sudah besar. Saya dengar di atas 3, atau mungkin sudah 4. Itu kan bahaya. Sudah lampu kuning," katanya. (yen/cr4)