Opini Pos Kupang

Bangun NTT Mulai dari Toilet

Sejak Viktor Bungtilu Laiskodat dan Josef Nae Soi menduduki kursi orang nomor 1 dan 2 NTT

Editor: Kanis Jehola
zoom-inlihat foto Bangun NTT Mulai dari Toilet
Dok
Logo Pos Kupang

Salah satu pola hidup sehat yang tidak kalah penting ialah memperhatikan kebersihan toilet. Ingat, membludaknya jumlah pasien DBD itu karena mayoritas masyarakat memiliki toilet tetapi sangat sedikit yang peduli dengan kebersihannya. Menurut ahli kesehatan, DBD itu menyebar melalui nyamuk dan binatang ini, senang hidup di toilet yang jarang dibersihkan atau airnya ditampung. Apalagi jika penerangannya suram, tidak ada ventilasi dan pintu tolietnya reot, maka nyamuk akan dengan mudah bersarang di dalam toilet tersebut. Nyamuk akan menyimpan telur di dalam air dan dua-tiga hari kemudian bakal menetas dan melahirkan nyamuk-nyamuk baru yang siap menggigit tuan rumah.

Di sisi lain, toilet juga patut dibersihkan di saat virus Corona masih menunjukkan taringnya untuk menyerang siapa saja. Warga yang meremehkan toilet bisa mudah diserang virus Corona. Di toilet, penderita Corona bisa memegang apa saja, seperti daun pintu, gayung dan keran air. Inilah media yang memungkin Corona menetap sementara dan menunggu anggota baru untuk diserangnya.

"Gertakan" Pa Gub untuk membersihkan toilet memang bukan sebuah agenda besar pembangunan yang dia kampanyekan. Tetapi, saat ini, kepeduliaannya terhadap toilet menjadi kunci bagi teredamnya serangan DBD dan virus Corona. Kita tentu tidak mau lagi hidup di era 90-an ke bawah seperti diuraikan sebelumnya. Kita juga tidak mau agar kita memiliki rumah yang cukup baik tetapi mengabaikan kebersihan toilet.

Air Bersih dan Rumah Sehat dan Tantangannya

Salah satu bunyi imbauan Pemerintah untuk mencegah penyebaran DBD dan virus Corona ialah "mencuci tangan di air yang mengalir". Setidaknya, imbauan ini mengandaikan tiga hal. Pertama, semua masyarakat Indonesia menggunakan air PAM atau air yang mengalir dan ada di depan dan/atau di dalam rumahnya.

Kedua, masyarakat menggunakan air yang bersumber dari sumur yang kebersihannya terjaga dan memiliki debit yang cukup. Dan ketiga, masyarakat menggunakan air tengki, yang diantar oleh mobil tangki dan harus membayar sekitar Rp 50.000 hingga Rp. 100.000 pertangki.

Menurut data Statistik Air Bersih NTT Tahun 2018 (halaman 8), dilihat dari sumbernya, air baku yang diolah perusahaan air bersih sebanyak 38.420.386 m3. Dari jumlah tersebut, 75,44 persen (atau 28.984.546 m3) di antaranya bersumber dari mata air, air tanah sebesar 12,79 persen (atau 4.912.409 m3), air sungai 10,04 persen (atau 3.858.311 m3), dan dari sumber lainnya 1,73 persen (atau 665.121 m3).
Data dalam Statistik Perumahan Provinsi NTT tahun 2019 (halaman 32-40) disebutkan bahwa setengah dari rumah tangga di NTT mengkonsumsi air minum yang berasal dari mata sumur/mata air terlindung (54,42 persen).

Sumber air minum terbanyak berikutnya adalah leding (15,20 persen), diikuti sumber air tak terlindung (14,99 persen), air kemasan bermerk/isi ulang (9,89 persen) dan sumur bor/pompa (5,50 persen). Ini menunjukkan bahwa leding belum menjadi pilihan utama sebagai sumber air minum, padahal leding merupakan upaya pemenuhan kebutuhan air yang diusahakan oleh pemerintah. Hal ini harus menjadi tantangan bagi perusahaan penyedia air leding untuk tetap menjaga dan meningkatkan kualitas air leding yang sehat, berkualitas, terjangkau sehingga dapat membuat masyarakat beralih menggunakan air leding sebagai sumber utama air minum.

Selain itu, masih ada (menurut data sekitar 15 persen) rumah tangga yang sumber utama air minumnya berasal dari sumber air tidak bersih seperti mata air tak terlindung. Kondisi ini tentu patut diperhatikan, mengingat air minum merupakan kebutuhan krusial manusia yang harus terjaga kebersihannya. Kabar baiknya, 74,48 persen rumah tangga di NTT telah memiliki jamban sendiri, sedangkan 12,80 persen rumah tangga memiliki fasilitas buang air besarnya dengan jamban umum. Secara rata-rata masih ada sekitar 13 persen rumah tangga yang tidak memiliki fasilitas BAB.

Air sebagai kebutuhan hidup yang vital, yang penggunaaannya tidak hanya terbatas untuk minum, tetapi juga digunakan untuk kebutuhan memasak, mandi, cuci, dan lain sebagainya, tentu perlu diperhatikan kebersihan dari sumber air tersebut. Sumber air yang bersih dan sehat harus dijauhkan dari sumber pencemar yang dapat merusak kualitas air. Sumber pencemar diantaranya adalah jamban, air kotor/comberan, tempat penampungan akhir kotoran, tempat pembuangan sampah, kandang ternak dan sumur/saluran resapan.

Kenyataan yang dipaparkan di atas menunjukkan bahwa tidak semua masyarakat memiliki sumber air bersih. Di daerah saya, sumber air bersih berasal dari Mutis. Airnya bisa langsung diminum. Sayangnya, air itu hanya mengalir ke wilayah-wilayah tertentu. Jika ada masyarakat yang mau berlangganan, harus antri di Kantor PAM.

Bahkan, sampai sekarang, ada yang masih bermimpi untuk memperoleh air bersih.
Sepertinya, imbauan "cuci tanan di air mengalir" bakal kurang efektif pelaksanaannya karena terkendala sumber air bersih masyarakat kita. Di samping itu, sumber air bersih akan membantu masyarakat untuk rajin menjaga kebersihan toilet sebagai tempat pembuangan terakhir dari hajatannya.

Kita patut bersyukur sebab sampai kini hanya ada 11 warga kita yang terkonfirmasi positif Covid-19. Kita berharap, saudara kita itu akan lekas sembuh dan kita yang lainnya tetap bebas dari serangan virus ini. Karena itu, Pemerintah NTT juga berkewajiban untuk peduli dengan sumber air bersih masyarakat sehingga kita semua benar-benar siap menghadapi serangan DBD dan virus Corona. Terutama, agar impian kita ialah wajah NTT bersinar sumriah tidak saja oleh keberhasilan sumber daya manusia dan alam yang handal tetapi itu semua harus dimulai dari rumah tangga kita sendiri. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved