News
Buntut Kematian Seorang Ibu di Ruteng, Keluarga Tolak Ditetapkan jadi PDP Covid-19, Ini yang Terjadi
Kata dia, alasan mereka tidak terima dan menolak untuk ibunya ditetapkan sebagai PDP Covid-19, yakni: pertama, almahrum ibunya, sudah menderita sakit
Penulis: Robert Ropo | Editor: Benny Dasman
Laporan Wartawan Pos Kupang, Com, Robert Ropo
POS KUPANG, COM, RUTENG - Anak dari pasien yang meninggal di RSUD Ben Mboi Ruteng, Minggu (3/5) sore, sekitar pukul 17.00 Wita, Andi Rendang, mengatakan, tidak terima dengan keputusan yang menetapkan almahrum ibunya dengan status sebagai pasien dalam pengawasan (PDP), karena penetapan itu hanya berdasarkan asumsi.
Andi Rendang mengatakan itu kepada Pos Kupang melalui telepon selulernya, Selasa (5/5) sore.
Kata dia, alasan mereka tidak terima dan menolak untuk ibunya ditetapkan sebagai PDP Covid-19, yakni: pertama, almahrum ibunya, sudah menderita sakit sejak 5 tahun silam.
"Bawaanya hampir/mungkin setiap bulan dia (alm) masuk rumah sakit dengan alasan yang sama, dokter di rumah sakit itu tahu baik dengan mama saya,"ungkap Andi.
Alasan kedua, sejak tanggal 30 April 2020, ibu mereka keluar masuk rumah sakit RSUD Ben Mboi Ruteng.
"Malam pertama mama masuk mereka bilang mama tidak apa-apa hanya butuh istirahat jadi mama pulang, besok pagi mama masuk lagi dengan keluhan yang sama, maka diambilah foto rontgent dan ambil sampel darah hasilnya mereka jelaskan ke kami, mama punya paru-paru itu bersih cuman ada sedikit pembengkakan di jantung karena ada riwayat hipertensi mama boleh pulang akhirnya mama pulang. Jumat malam itu mama masuk lagi di UGD sementara dokter dan perawat yang merawat tidak pakai APD, lalu karena gejala-gejala mama punya ini mereka bilang mama mengarah ke Covid makanya mereka bilang mama diisolasi," urai Andi.
Saat di ruang Isolasi, katanya, sempat mamanya video call dengan adik perempuanya, dimana mamanya menyampaikan bahwa ia sudah menjalani rapid test dan hasilnya Negatif. Begitu juga dengan semua mereka di rumah negatif hasil Rapid Test.
Saat itu juga di ruang Isolasi juga, katanya, petugas medis juga tidak menggunakan APD, namun saat mamanya meninggal baru petugas mulai huru hara memakai APD dan tetapkan almahurum ibunya sebagai PDP.
Akhirya, terjadilah pedebatan antara keluarga dan dokter. Pihak keluarga mempertanyakan dasar apa sehingga ditetapkan almahrum ibunya PDP, padahal hasil rapid test Negatif dan jawabannya, berdasarkan asumsi.
Karena alasan itu, kata Andi, keluarga tidak puas dan kembali mempertanyakan apakah menetapkan seorang sebagai PDP berdasarkan asumsi?
Namun jawabannya bisa. Sehingga pihak keluarga tidak menerima karena menetapkan almahrum ibunya sebagai PDP berdasarkan asumsi. Sementara status PDP ibunya, saat ibunya sudah meninggal dunia.
Dikatakan Andi, mereka berdebat dengan dokter itu sebelum bupati bersama rombongan tiba, lalu dibuatlah surat pernyataan dan isi surat pernyataan itu, jenazah ibunya dijinkan bisa dibawa pulang ke rumah mereka. Namun dengan prosedur penanganan sesuai protoker covid-19. *