Semangat Berbagi Kasih Umat Buddha NTT di Tengah Pandemi Corona Sambut dan Rayakan Waisak
Perayaan Waisak merupakan perayaan terbesar bagi umat Buddha. Hari Raya Waisak sendiri dikalangan umat Buddha sering disebut den
Penulis: Laus Markus Goti | Editor: Ferry Ndoen
FOTO dari Indra Effendy Ketua Magabudhi Provinsi NTT untuk POS-KUPANG.COM. Penyerahan bantuan di Gereja Sta. Familia Sikumana Kota Kupang, Rabu (6/5/2020).
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Laus Markus Goti
POS-KUPANG.COM | ENDE - Perayaan Waisak merupakan perayaan terbesar bagi umat Buddha. Hari Raya Waisak sendiri dikalangan umat Buddha sering disebut dengan hari raya Trisuci Waisak.
Disebut Tri Suci Waisak, karena pada hari Waisak terjadi tiga peristiwa penting, yakni kelahiran Pangeran Sidhartha Gautama, tercapainya penerangan sempurna oleh Pertapa Gautama, dan mangkatnya sang Buddha Gautama.
Perayaan Hari Raya Waisak 2564 BE (Before Christ Era) Kamis 7 Mei 2020 di Kota Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terasa sangat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini Umat Buddha merayakan Waisak di rumah masing-masing.
"Hari ini kita berdoa, meditasi dan perenungan di rumah masing-masing sesuai anjuran pemerintah untuk beribadah di rumah dan tidak melakukan kegiatan yang melibatkan banyak orang," ungkap Indra Effendy selaku Ketua Majelis Agama Buddha Theravada (Magabudhi) Provinsi Nusa Tenggara Timur, kepada POS-KUPANG.COM, Kamis (7/5/2020).
Dia katakan, detik Waisak 7 Mei 2020 Pukul pkl.17:44:51 WIB, tidak bisa dilakukan bersama-sama yang biasanya diisi dengan Puja Bakti. "Jadi tetaplah berdoa, meditasi dan lakukan perenungan di rumah masing-masing," ungkapnya.
Indra lantas mengutip ayat Dhammapada dalam Kitab Suci Tripitaka, sebagai bahan refleksi. Bunyinya, 'Pikiran adalah pelopor
dari segala sesuatu. Pikiran adalah pemimpin. Pikiran adalah pembentuk.
Bila seseorang berbicara atau
berbuat dengan pikiran baik, maka kebahagiaan akan mengikutinya,
bagaikan bayang-bayang yang tak pernah meninggalkan bendanya.'
(Dhammapada I:2)
Umat Buddha di Kota Kupang biasanya merayakan Hari Raya Waisak, doa, meditasi dan puja bakti bersama-sama di Gedung di Lantai III Gedung Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Jl. El Tari, karena Vihara Purbaratana di Kelurahan Sikumana sedang dalam proses pembelajaran.
Hingga saat ini pun Vihara tersebut masih dalam proses pembagunan sejak peletakan batu pertama pembangunan pada Juli 2017 lalu oleh Frans Lebu Raya yang kala itu msih menjabat sebagai Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Namun, proses pembagunan Vihara bukan alasan utama mengapa mereka tidak merayakan Waisak secara bersama-sama, tetapi karena kepedulian umat Buddha demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19 dengan menaati instruksi pemeritah.
"Kita semua tahu bahwa kita ada di tengah pandemi Covid-19, jadi tidak ada perayaan dilakukan secara bersama-sama dan kami taat pada instruksi pemeritah. Untuk tidak mengumpulkan banyak orang termasuk di tempat ibadah," ungkap Ketua Magabudhi Provinsi NTT, Indra Effendy kepada POS-KUPANG.COM, Kamis (7/5/2020).
Namun semangat berbagi umat Buddha terhadap umat yang berbeda keyakinan tidak luntur. Sebagaimana biasanya, jelang Waisak, mereka melaksanakan aksi berbagi kasih yang disebut dengan Safari Waisak.
Kali ini karena di tengah pandemi Covid-19, umat Buddha tidak hanya bagi-bagi sembako tetapi juga makser.
Bantuan tersebut diberikan kepada masyarakat di dekat lokasi pembangunan Vihara Purbaratana, umat Gereja GMIT Anak Sulung dan Bukit Zaitun Sikumana, Gereja Katolik St. Familia Sikumana dan Pura Agung BTN Kolhua.
Indra Effendy mengatakan bantuan tersebut ada yang bagikan langsung ke rumah masyarakat, ada juga serahkan melalui pihak atau pengurus Gereja agar tidak memicu kerumunan warga untuk umat Muslim Indra katakan, mereka berkoordinasi dengan Kanwil Kemenag Provinsi NTT Bidang Islam.
"Jadi kami berusaha sebisa mungkin untuk membantu semua umat beragama. Memang tahun ini perayaannya terasa sangat berbeda tapi semangat dan niat kami untuk berbagi kasih dan merayakan Waisak tidak luntur," ungkapnya.
Indra menceritakan Magabudhi Provinsi NTT dibentuk pada 24 Desember 2014. Di kota besar lainnya di Indonesia sudah terbentuk lebih dulu karena pembinaan, baik dari pemerintah maupun lembaga agama sudah lebih dulu berjalan.
Indra mengatakan, awalnya Bimas Hindu dan Buddha di Kementrian Agama Wilayah Provinsi NTT digabung menjadi satu. Namun, setelah ada nomenklatur yang baru soal pemisahan Bimas Hindu dan Buddha, di Kementrian Agama Wilayah Provinsi NTT, hadir seorang Pembimas Buddha untuk melayani umat Buddha di daerah ini.
Menurut Indra, dengan adanya Pembimas Buddha, muncullah perhatian dari pemerintah kepada umat Buddha di NTT. Begitupun dengan perhatian dari lembaga agama, dalam hal ini Magabudhi.
Dia mengatakan, pada bulan Juli 2017 dilakukan peletakan batu pertama pembangunan Vihara Pubbaratana oleh Gubernur NTT, Frans Lebu Raya saat itu dan dihadiri oleh Forkopimda Provinsi NTT dan perwakilan dari lembaga agama lain dan undangan.
Namun, hingga saat ini pembangunan Vihara tersebut belum rampung. "Pembangunan Vihara itu merupakan swadaya dari umat Buddha, jadi kita bangunnya bertahap, disesuaikan dengan kondisi ekonomi kita," ungkapnya