News

Rumah Potong Hewan di SoE-TTS Sepi tak Bertuan, Warga Masih Takut Makan Daging Babi, Ini Pemicunya

Sudah tiga minggu Rumah Potong Hewan (RPH) SoE tak ada aktivitas pemotongan hewan. Los Pasar Inpres SoE, khusus penjual daging, pun tampak sepi

Penulis: Dion Kota | Editor: Benny Dasman
POS-KUPANG.COM/DION KOTA
DAGING BABI -- Daniel Selan, seorang penjual daging babi di SoE, Kabupaten TTS menunjukkan daging babi yang tak laku dijual hari itu, Senin (9/3/2020). 

Laporan Wartawan Pos Kupang, Com, Dion Kota

POS KUPANG, COM, SOE - Sudah tiga minggu Rumah Potong Hewan (RPH) SoE tak ada aktivitas pemotongan hewan. Los Pasar Inpres SoE, khusus penjual daging, pun tampak sepi, tak ada yang menempati.

Nehi Selan, salah satu penjagal babi di RPH SoE mengakui sudah tiga minggu terakhir tidak memotong babi karena kesulitan mencari pembeli. Walau harga daging babi diturunkan menjadi Rp 40.000 per kilogram, masyarakat masih takut makan daging babi gara-gara virus African Swine Fever (ASF).

"Kita potong satu ekor saja, mau jual kasih habis susah. Kita kasih turun harga juga sama saja, orang enggan beli. Mayoritas masyarakat masih enggan makan daging babi pasca serangan ASF di TTS," ungkap Nehi Selan, Senin (6/4) pagi.

Pasca tidak memotong babi, lanjut Nehi, praktis dirinya lebih banyak di rumah. Sesekali ke kebun melihat tanaman jagung yang siap dipanen. "Kita mau kerja apa pak? Sudah, kita lebih banyak di rumah, urus kebun sedikit," ungkapnya.

Kepala Dinas Peternakan TTS, Benyamin Billy, tak menampik jika tiga pekan terakhir tidak ada aktivitas pemotongan ternak babi di RPH SoE. Hal ini disebabkan rendahnya minat masyarakat TTS mengomsumsi daging babi. Wabah ASF tidak hanya memukul peternak babi tetapi juga para pedagang babi.

"Tidak ada yang mau potong ternak babi pak. Jual tidak laku. Masyarakat takut makan daging babi karena ASF. Padahal daging babi yang dipotong di RPH kita periksa kesehatannya dulu baru dipotong. Kita pastikan ternak babi tersebut sehat.
Selain itu, virus ASF ini tidak menjangkit pada manusia. Virus tersebut hanya menyerang ternak babi," jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, kematian ternak babi akibat serangan ASF di TTS mencapai 1.400 ekor. Jika dinominalkan, satu ekor ternak babi dihargai Rp 3 juta, total kerugian mencapai Rp 4,2 miliar.

Angka ini terbilang fantastis untuk daerah dengan angka kemiskinan tinggi seperti TTS. *

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved