Masyarakat tak Perlu Panik Harga Gula Pasir Naik
Bila telah diimport berarti produk dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan.
Penulis: Yeni Rachmawati | Editor: Rosalina Woso
Masyarakat tak Perlu Panik Harga Gula Pasir Naik
POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Harga gula pasir di pasaran naik dari Harga Eceran Tertinggi pemerintah, dari Rp 12.500 per kilogram menjadi Rp 14.000 hingga Rp 17.000 per kilogram. Ketidaktersediaan gula pasir ini telah terjadi sejak Desember 2019.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan NTT, M Nasir Abdullah, kepada POS-KUPANG.COM, di Kupang, Kamis (19/3/2020), mengakui masalah gula pasir tidak bisa dihindari. Secara rill gula pasor yang beredar faktual di Indonesia ada yang diimport. Bila telah diimport berarti produk dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan.
"Dengan adanya menutup keran ekspor dan impor karena persoalan corona mau tidak mau stok terganggu. Hukum pasarnya bahwa antara permintaan dan penawaran, pasti lebih banyak permintaan, hukum ekonomi menyatakan bahwa kalau lebih banyak permintaan terhadap penawaran maka harga akan semakin mahal," tuturnya.
Realitas kenaikan harga ini, kata Nasir, masyarakat tidak perlu panik. Hari ini Bank NTT telah buktikan dengan menggunakan gula semut. Artinya barang subtitusi yang lebih original dan organik NTT punya.
"Sikap pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa, karena musim giling tebu tidak bisa dilakukan di musim hujan. Saat ini musim pembibitan. Sekitar Juni-Juli baru digiling. Jadi kita tidak usah panik, kalau panik susah. Yang penting barang itu ada saja. Walaupun harga itu melebih HET, kita tidak bisa tolak karena rralitas yang menunjukkan harga itu naik. Pemerintah tidak bisa merubah harganya dan tidak bisa melarang harga itu naik, karena secara otomatis barang yang diambil dari distributor sudah di atas HET," tuturnya.
• Cegah Penyebaran Virus Corona, Pemprov NTT Instruksikan Semua Sekolah Diliburkan
• Pengarahan Ketua Terpilih Forki NTT, Pengurus Shotokai Tak Hadiri Undangan
Ia mengimbau lebih baik secara faktual ada walaupun meningkat asal kebutuhan terpenuhi. Barang subtitusi pun masih tersedia sehingga masyarakat bisa memanfaatkan barang lokal yang organik dan original.(Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Yeni Rachmawati).