Hadapi Kesulitan, Disabilitas Persani NTT Minta Gubernur NTT Lakukan Hal Ini

Disabilitas yang tergabung dalam Perkumpulan Tuna Daksa NTT ( Persani ) Minta Gubernur NTT Lakukan Hal Ini

Disabilitas yang tergabung dalam Perkumpulan Tuna Daksa NTT ( Persani ) Minta Gubernur NTT Lakukan Hal Ini

POSKUPANGWIKI.COM, KUPANG - Disabilitas yang tergabung dalam Perkumpulan Tuna Daksa NTT (Persani) Ungkap Kesulitan yang Dialami Saat Berhadapan dengan Kasus Hukum. Karenanya mereka meminta Gubernur NTT bisa melakukan hal ini.

Kesulitan kaum disabilitas itu dikemukakan Yanker, pengurus Persani NTT dalam Workshop penyamaan persepsi SDGs 1,5 dan 8 dengan pelibatan pemerintah provinsi dan kabupaten di NTT, di Swissbell Kupang, Rabu dan Kamis (26-27 Februari 2020).

Workshop ini digagas oleh Konsorsium Timor Adil dan Setara NTT yang terdiri dari LBH APIK, Tabiku, Sanggar Suara Perempuan, Bengkel Appek, CIS Timor, Koalisi Perempuan Indonesia dan Lopo Gender.  Kegiatan itu dihadiri juga oleh pihak Pemerintah seperti Crescentia Assan dari Bapelitbanggar NTT dan Marvel.

Yanker mengatakan selama ini Persani juga masuk dalam Aliansi Penyandang disabilitas yang merupakan gabungan dari 5 organisasi disabilitas. Mereka bertugas melakukan advokasi kepada anggota disabilitas dan juga pemerintah serta kepolisian khususnya saat mengalami kasus pidana seperti pelecehan atau hal lainnya.

Yanker mengatakan, selama ini kesulitan yang dialami teman-teman disabilitas yakni saat mengalami kasus hukum. Dimana penyidik kesulitan berkomunikasi dengan teman disabilitas yang mengalami keterbatasa intelektual atau keterbatasan mental.

"Mereka susah berkomunikasi karena menggunakan bahasa ibu, bahasa isyarat . Inilah yang mesti dipiirkan kedepannya," kaya Yankers.

Yankers berharap ke Gubernur NTT dalam hal ini Pemerintah agar kedepan, disabilitas bisa bersekolah di sekolah negeri bukan di sekolah SLB. Dan juga perda Disabilitas bisa disosialisasikan kepada masyarakat khususnya kaum disabilitas.

"Semoga ke depan ada sekolah yang betul betul sekolah negeri dimana teman disabilitas bisa bersekolah disitu, sekolah inklusi," kata Yankers.

Yohanes Dody Kolo dari Bengkel Appek NTT mengatakan, perempuan, lansia dan disabilitas sangat rentan terhadap kemiskinan karenanya pemerintah mesti memperhatikan hal ini.

Dody Kolo (tengah) dari Bengkel APPeK dalam Workshop tentang penyamaan persepsi SDGs 1,5 dan 8 dengan pelibatan pemerintah provinsi dan kabupaten di NTT, Selasa (25/2/2020) di Swiss Bell Kupang. (poskupangwiki.com/novemy leo)
Dody Kolo (tengah) dari Bengkel APPeK dalam Workshop tentang penyamaan persepsi SDGs 1,5 dan 8 dengan pelibatan pemerintah provinsi dan kabupaten di NTT, Selasa (25/2/2020) di Swiss Bell Kupang. (poskupangwiki.com/novemy leo) (POS KUPANG.COM/NOVEMY LEO)

"Karenanya butuh gerakan bersama untuk mengimplementasikan SDGs 1, 5, 8 tentang kemiskinan, kesetaraan gender dan peningkatan ekonomi. Kami juga berharap agar Perda disablitas nomor 12 tahun 2019 bisa terintegrasi dengan SDGs 1,5,8," harap Yohanes D Kolo

Kepala Desa  Maubesi, Kabupaten TTU, Vincentius Fomeni berharap pemerintah bisa membatasi pemberian bantuan kepada keluarga miskin agar keluarga itu bisa meningakatkan perekonomian keluarga dan tidak lagi hanya mengharapkan bantuan pemerintah.

"Jangan sampai sampai mati mendapatkan bantuan pemerintah, batasi keluarga yang meneirma bantuan itu hanya sampai anak berapa. Kadang yang sebetulnya punya sepeda motor, punya rumah yang bagus yang terima bantuan tapi masyarakat yang memang butuh tidak dapatkan apa-apa. Semoga data penerima bantuan bisa diverifikasi lagi," kata Vincentius Fomeni yang berharap bantuan itu tepat sasaran.

Stefanus Kou dari Yabiku Kabupaten TTU berharap Pemeirntah bisa mengintegrasikan SDGs 1,5,8 ke desa-desa di TTU.  

“Hampir semua desa belum secara langsung menerapkan SDGs 159 di setiap desa. Kendalanya dari pemerintah belum lakukan sosialisasi. Ada beberapa kepala desa yang menganggap masih baru SDGs bahkan ada SKPD terkait yang juga menganggap DGs adalah hal baru padahal hal ini bukan hal baru,” kata Stef.

Kepala Desa Nukbaun, Samuel Otemusu, SH mengaku belum tahu dan belum paham tentang SDGs 1, 5, 8. Karenanya dia merasa beruntung karena hari ini dia mengikuti workshop yang membahas soal SDGs 1, 5, 8.

"Saya belum tahu dan belu mengerti apa yang dimaksud SDGs 1,5,8 ini. 2 hari lalu saya bertemu dengan koordinator Timor Adil Setara NTT, ibu Ansy, yang mengatakan soal SDGs 1,5,8 saat itu saya mau tanya tapi tidak sempat. Ternyata hari ini saya bisa ikut workshop ini, dan bisa menjawab pertanyaan saya," kata Samuel Otemusu.

Kepala Desa Niukbaun, Samuel Otemusu dalam workshop tentang penyamaan persepsi SDGs 1,5 dan 8 dengan pelibatan pemerintah provinsi dan kabupaten di NTT, Selasa (25/2/2020) di Swiss Bell Kupang. (poskupangwiki.com/novemy leo)
Kepala Desa Niukbaun, Samuel Otemusu dalam workshop tentang penyamaan persepsi SDGs 1,5 dan 8 dengan pelibatan pemerintah provinsi dan kabupaten di NTT, Selasa (25/2/2020) di Swiss Bell Kupang. (poskupangwiki.com/novemy leo) (POS KUPANG.COM/NOVEMY LEO)

Samuel menilai salah satu faktor yang menimbulkan terjadinya kemiskinan di Desa Niukbaun adalah warga yang buru-buru kawin, atau keinginan untuk cepat-cepat kawin yang dilakukan oleh pemuda/i di desa itu tanpa mempersiapkan ekonomi yang baik.

"Walaupun di depan ibu bapak pendeta sudah omong (bicara) bahwa umur-umur ini orang masih kuliah. Orang lain berlomba-lomba kuliah, kamu berlomba-lomba untuk menikah, tapi emang itu hak asasi orang," kata Samuel Otemusu.

Samuel Otemusu menjelaskannya, setelah menikah lalu mereka tetap tinggal dengan orangtua karena belum  memiliki rumah tinggal sendiri. Dan biasanya setelah satu atau dua tahun atau kurang dari itu, timbul hal di dalam rumah tangga.

"Lalu berusaha keluar dan buat rumah 3 x 4, lantai tanah atap daun, dinding bebak dan tinggalah dia dengan istrinya dan anak-anak dan disitu timbulah keluarga miskin yang baru," kata Samuel Otemusu.

Oleh karena itu saya pikir bagaimana untuk cari jalan agar bisa mengurangi angka kemiskinan di desa, ini yang sulit dilakukan.

Bahkan kata Samuel Otemusu, jika biasanya musim kawin (nikah) itu hanya berlangsung bulan Juni hingga Oktober, sekarang dari bulan Januari orang sudah mulai menikah bahkan desember mau natal pun orang mneikah.

"Dengan kondisi ini mau berantas kemiskinan ini sulit. Bagaimana kita dituntut untuk bepikir, saya berpikir mau buat perda untuk membatasi tapi UU saja sudah beri kebebasan orang nikah.

"Nanti orang bilang, kau kades saja mau macam macam bikin aturan perdes," kata Samuel Otemusu.

Samuel Otemusu juga mengatakan bahwa membuat perdes itu tidak gampang. Karenanya dia berharap pihak pemerintah  dan pihak terkait lainnya bisa mengajari mereka membuat perdes.

Hal senada disampaikan Pdt. Ancy Henuk Foeh, Dip,Th, bahwa banyak perempuan yang sudah berada di majelis gereja dan di bidang PKK.

Koordinator Konsorsium Timor Adil dan Setara NTT, Ansy Rihi Dara, SH mengatakan, goal yang ingin dicapai dalam workshop ini adalah bisa menghasilkan sejumlah kesepakatan dengan pimpinan daerah baik tingkat provinsi, kabupaten, kota.

Koodinator dan Pengurus KOnsorsium TImor Adil dan Setara NTT usai workshop tentang penyamaan persepsi SDGs 1,5 dan 8 dengan pelibatan pemerintah provinsi dan kabupaten di NTT, Selasa (25/2/2020) di Swiss Bell Kupang.
Koodinator dan Pengurus KOnsorsium TImor Adil dan Setara NTT usai workshop tentang penyamaan persepsi SDGs 1,5 dan 8 dengan pelibatan pemerintah provinsi dan kabupaten di NTT, Selasa (25/2/2020) di Swiss Bell Kupang. (POS KUPANG.COM/NOVEMY LEO)

"Kesepakatan untuk melahirkan berbagai kesepakatan terutama di desa seperti perdes yang mampu mengimplementasikan goal SDGs 1, 5, 8 dan yang penting ada kesamaan persepsi implementasi SDGs 1, 5, 8," kata Ansy Rihi Dara kepada POSKUPANGWIKI.COM, Selasa (25/2/2020).

Ansy Rihi Dara juga berharap kedepan ada sinergitas yang lebih baik antara pemerintah, masyarakat dan stakeholder lainnya.

"Karena mekanisme yang dibangun selama ini dalam pencapaian SDGs yang kurang lebih sudah 5 tahun dengan 17 goal dan 169 target ini masih jauh dari yang diharapkan," kata Ansy Rihi Dara.

Harapan senada disampaikan Ferderika Tadu Hungu, agar Pemerintah bisa menerbitkan kebijakan atau integrasikan kebutuhan perempuan dan kebutuhan gender lainnya di dalam progam dan kebijakan dalam pembangunan baik di level provinsi, kabupaten, kota bahkan  sampai ke desa desa.

"Terutama kebijakan terkait tujuan SDGs 1,5,8 yang secara khusus menyoroti pengentasan kemiskinan, pemberdayaan  perempuan dan penguatan ekonomi. Dan konsorsium Timor, Adil dan Setara NTT juga menaruh perhatian yang besar terhadap kemiskinan, kesetaraan perempuan dan peningkatan ekonomi," kata Ferderika Tadu Hungu.

Ferderika Tadu Hungu, Konsorsium Timor Adil dan Setara NTT
Ferderika Tadu Hungu, Konsorsium Timor Adil dan Setara NTT (POS KUPANG.COM/NOVEMY LEO)

Ferderika Tadu Hungu menilai, dalam mengimplementasi SDGs 1,5,8 pemerintah sudah mulai untuk menaruh perhatian yang khusus melalui badan maupun dinas dinas namun belum maksimal.

Kami berharap ini secara spesifik SDGs 1,5,8 bisa lebih diperhatikan terutama perhatian di desa. Karena di desa belum banyak terpapar dengan isu SDGs sehingga perlu diikuti dengan penerbitkan kebijakan di tingkat desa seperti perdes sehingga SDGs tidak hanya jadi mainan di level atas namun juga bisa masuk ke desa desa," kata Ferderika Tadu Hungu.

Crescentia Assan dari Bapelitbang NTT menjelaskan soal program dan implementasi SDGs di Provinsi NTT. Menurut Crescentia Assan, Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan suatu rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.

Tanggal 25 September 2015 bertempat di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), para pemimpin dunia secara resmi mengesahkan Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) sebagai kesepakatan pembangunan global. Kurang lebih 193 kepala negara hadir, termasuk Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla turut mengesahkan Agenda SDGs.

Tema yang diusung saat itu yakni "Mengubah Dunia Kita: Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan". Dan SDGs berisi 17 Tujuan dan 169 Target merupakan rencana aksi global untuk 15 tahun ke depan (berlaku sejak 2016 hingga 2030), guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.

Crescentia Assan dari Bapelitbang NTT dalam workshop tentang penyamaan persepsi SDGs 1,5 dan 8 dengan pelibatan pemerintah provinsi dan kabupaten di NTT, Selasa (25/2/2020)
Crescentia Assan dari Bapelitbang NTT dalam workshop tentang penyamaan persepsi SDGs 1,5 dan 8 dengan pelibatan pemerintah provinsi dan kabupaten di NTT, Selasa (25/2/2020) (POS KUPANG.COM/NOVEMY LEO)

SDGs berlaku bagi seluruh negara (universal), sehingga seluruh negara tanpa kecuali negara maju memiliki kewajiban moral untuk mencapai Tujuan dan Target SDGs.

SDGs atau Sustainable Development Goals merupakan suatu rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan.

SDGs berisi 17 Tujuan dan 169 Target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030. Khusus di Provinsi NTT lebih ditekankan pada SDGs 1, 5 dan 8 yakni isu 1 penghapusan kemiskinan, isu 5 kesetaraan gender dan isu  8 penguatan ekonomi.

Menurut Crescentia Assan, prinsip utama SDGs yakni Tidak Meninggalkan Satu Orangpun alias Leave No One Behind.

"Tidak Meninggalkan Satu Orangpun merupakan Prinsip utama SDGs. Artinya bahwa SDGs harus bisa menjawab dua hal yaitu, Keadilan Prosedural yaitu sejauh mana seluruh pihak terutama yang selama ini tertinggal dapat terlibat dalam keseluruhan proses pembangunan dan Keadilan Subtansial yaitu sejauh mana kebijakan dan program pembangunan dapat atau mampu menjawab persoalan-persoalan warga terutama kelompok tertinggal," kata Crescentia Assan. (novemy leo)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved