Pendidikan

Pojok Dialektika Membedah Buku Potret Budaya Televisi Masyarakat Perbatasan

Pojok Dialektika Jikom, Fisip Undana Kupang membedah buku 'Etnografi Media : Potret Budaya Televisi di perbatasan.

Penulis: Laus Markus Goti | Editor: Apolonia Matilde
Laus Markus Goti
Dr. Petrus Ana Andung pose bersama para dosen 

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Laus Markus Goti

POS-KUPANG.COM|KUPANG - Pojok Dialektika Jurusan Ilmu Komunikasi (Jikom), Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip), Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang membedah buku 'Etnografi Media : Potret Budaya Televisi Masyarakat Perbatasan' karya dosen Jikom Undana, Dr. Petrus Ana Andung, S.SOS. M.Si.

Potret Budaya Televisi Masyarakat Perbatasan Indonesia-Timor Leste di Pelataran Perpustakaan Undana, Jumat (21/2).

Pojok Diakektika Jikom merupakan wadah diskusi dan even ilmiah bagi para dosen dan mahasiswa Jikom.

Ini yang Dilakukan Kemenkumham Bali Terkait Penumpang Antre Panjang di Imigrasi Bandara Ngurah Rai

Ketua Jurusan Jikom Undana, Dr. Mas Amah, S.Pd, M.Si, menjelaskan, Pojok Dialektika bertujuan memperkuat dan mempertajam iklim akademik di Jikom.

"Pojok Dialektika ini sebagai terobosan baru dalam menciptakan diskusi dan menjadi wadah khusus untuk diskusi dan event ilmiah. Kita gelar tiga bulan sekali," ungkapnya.

Menurutnya, Pojok Dialektika tidak saja membedah buku tetapi juga diskusi dan even ilmiah lainnya serta membahas isu-isu seputar pendidikan, dan fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat luas.

Narasumber yang dihadirkan dalam forum Pojok Dialektika tersebut antara lain, Dr. Petrus Ana Andung, S. Sos, M.Si, Dr. Marsel Robot (dosen Bahasa Indonesia FKIP Undana), dan Mateos V Messakh, mantan wartawan Jakarta Post.

Pelatih Kiper Persib Bandung Luizinho Passos Soroti Performa Teja Paku Alam, Ini Katanya

Petrus Ana Andung, mengatakan, penelitiannya menyasar masyarakat perbatasan NTT yang merupakan bagian dari wilayah negara Indonesia dengan Negara Timor Leste, tepatnya di Desa Napan (NTT) dan Bobometo (Timor Leste).

"Penelitian diilhami rasa penasaran saya bahwa walaupun mereka sama secara kultur tetapi dalam hal kewarganegaraan, masyarakat di dua desa itu berbeda. Masyarakat di dua desa itu lebih banyak memilih menonton siaran televisi Indonesia. Saya satu tahun 2017-2018 lakukan penelitian ini, " ungkapnya.

Wow! UCB Pecahkan Rekor Pelayanan Akseptor Terbanyak, Jefrrey Jap Disebut Pahlawan Akseptor

Petrus mengatakan, ia ingin meneliti bagaimana televisi hadir memengaruhi rutinitas kehidupan, membentuk persepsi, internalisasi, dan bagaimana simbol-simbol di televisi dijadikan rujukan atau referensi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Napan dan Bometo.

Dari hasil penelitian, Petrus menemukan bahwa simbol-simbol televisi dimaknai secara berbeda. Masyarakat Desa Napan memaknai simbol di televisi sebagai sumber kemajuan dan referensi dalam bisnis.

Sementara itu di Desa Bometo lebih condong sebagai hiburan, pembanding kemajuan antara Indonesia dan Timor Leste sehingga menjadi rujukan untuk bernegosasi dengan pemerintah Timor Leste.

Caption Chef Arnold Soal Harta, Tahta & Chef Renatta Direspon Chef Renatta, Pertanyakan Hal ini


Selain itu, kata Petrus, televisi di Desa Bometo bisa menjadi alat untuk mempererat relasi sosial, di mana masyarakat bisa berkumpul di satu rumah untuk menonton televisi.

"Di sana mereka tidak menyimpan televisi di ruang keluarga tetapi di teras rumah. Berbeda dengan di Napan, yang mana televisi lebih dilihat sebagai simbol kemajuan. Siapa yang punya televisi berarti sudah maju secara ekonomi," ungkapnya.

Menurutnya kondisi masyarakat di dua desa ini jauh berbeda dengan masyarakat di perkotaan yang dapat secara bebas memilih-milih jenis media sesuai kebutuhan dan keinginannya.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved