Ini Kronologi Sebenarnya Kasus Guru Siksa Murid Minum Air Kotor di Lembata

Ini kronologi sebenarnya kasus guru siksa murid minum air kotor di Kabupaten Lembata

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
ISTIMEWA
Air kotor yang diminum siswa SMPK Sint Piter Lolondolor, Desa Leuwayan, Kecamatan Omesuri Kabupaten Lembata. 

Ini kronologi sebenarnya kasus guru siksa murid minum air kotor di Kabupaten Lembata

POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA - Menanggapi pemberitaan media mengenai kasus guru yang memberi sanksi minum air kepada siswa SMPK Sint Pieter Lolondolor Desa Leuwayan Kecamatan Omesuri Kabupaten Lembata, Kepala Dinas PKO Kabupaten Lembata Silvester Samun menegaskan bahwa ada bagian-bagian kejadian yang perlu diluruskan supaya tak menimbulkan kesalahpahaman di tengah masyarakat.

Silvester mengatakan dirinya sudah bertemu secara langsung dengan pihak-pihak terkait yakni kepala sekolah, oknum guru bersangkutan dan mendapatkan kronologi lengkap secara resmi terkait masalah ini.

Pilkada Sumba Barat, Gerindra, NasDem dan PKB Usung Niga Dapawole-Gregorius Pandango

Dia mengatakan oknum guru Bahasa Inggris tersebut dan para siswa memang sudah membuat kesepakatan bagi yang tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR).

Isi kesepakatannya yaitu para siswa akan diberi sanksi minum air dari dalam jeriken yang biasa mereka bawa ke sekolah apabila tak mengerjakan tugas esei yang diberikan dan bukan menghafal kosa kata sebagaimana yang diberitakan.

Fadli Zon Sebut Pemerintah Berkewajiban Kembalikan WNI Eks ISIS, Jokowi Tegas Bilang Tidak

Metode sanksi ini pun sudah diberikan kepada para siswa yang tidak mengerjakan sekolah pada empat kali kesempatan. Silvester menjelaskan kesepakatan ini juga antara guru bersangkutan dan para siswa dan bukan dibuat resmi secara lembaga atau komite.

Pada tanggal 20 Januari 2019, karena tak mengerjakan tugas, maka ada empat orang anak kelas IX yang diberi sanksi minum air mentah dari dalam jeriken yang sering mereka bawa ke sekolah.

"Pak guru kelas itu suruh siswa ambil air pakai kaleng rokok dan dikasi minum satu-satu teguk. Ya itu air mentah yang dibawa siswa di jeriken itu," kata Silvester di ruang kerjanya, Rabu (5/2/2020).

Selanjutnya, pada tanggal 22 Januari 2019 di kelas VIII ada enam orang anak yang diberi sanksi minum air dari jeriken yang dibawa. Dari enam anak ini hanya satu siswa yang menelan air tersebut dan sisanya memuntahkannya kembali.

Pada 28 Januari 2019, ada 12 orang anak yang tidak mengerjakan tugas dan diberi sanksi serupa. Dari mereka ini hanya 4 orang yang meneguk air itu dan sisanya dimuntahkan lagi.

"Jadi selalu siswa yang ambil air dan bukan pak guru. Yang tanggal 28 ini yang dari fiber, tapi di kran, dan bukan digayung (dicedok) seperti yang diberitakan itu, anak-anak yang ambil air. Pokoknya ambil air saja," kata dia.

Dia menambahkan sebagaimana dinamika di dalam kelas, kalau ada murid yang sudah diberi sanksi hari sebelumnya dan kemudian hari berikutnya ada teman yang tidak mengerjakan tugas maka dia protes supaya diberi hukuman yang serupa.

"Ya biasalah dinamika di dalam kelas, biasa seperti itu. Air dalam jeriken itu sudah tidak ada semua, jadi oleh murid (menyebut nama siswa) ambil di kran fiber dan bukan digayung seperti diberitakan media itu," ujarnya.

Sil menambahkan di wilayah Kedang memang biasanya di dalam fiber (profil tank) ada air Penampung Air Hujan (PAH).

"Di fiber itu memang sudah air hujan, fibernya kuning, itu kalau di Kedang yang seperti itu di sana, bukan kita membenarkan tindakan guru itu tapi memang keadaan di sana seperti itu. Jadi diambil sama siswa itu," ujarnya.

Kejadian terakhir pada 30 Januari 2019, ada 25 siswa kelas VII yang diberi sanksi serupa, juga air dari kran fiber yang sama. Air tersebut juga diambil oleh seorang siswa.

"Mereka juga tidak lapor kepada orangtua, lalu pada saat studi malam itu yang kemudian mereka cerita cerita atau saling ejek dan orangtua yang bernama Mery Paun itu yang dengar dan kemudian lapor dan koordinasi dengan KPAP itu," paparnya.

Jadi, sebagai kepala dinas, Silvester mengatakan dalam setiap kesempatan pertemuan bersama para guru dan kepala sekolah di Lembata, dia selalu mengingatkan supaya memberikan teguran atau sanksi yang ramah anak dan punya nilai edukasinya.

Saat ini lanjut Sil pihak sekolah, komite dan guru bersangkutan akan duduk bersama orangtua siswa dan menuntaskan masalah ini di Desa Leuwayan.

"Saya juga berpesan ya kamu harus selesaikan karena kalau kamu tidak selesaikan aparat penegak hukum itu punya mekanisme sendiri untuk selesaikan, ya itu sekolah swasta bukan berarti kita tidak tangani tapi mereka punya AD/ART soal pemberhentian dan lain-lain, kami sifatnya koordinasi saja," sebutnya.

"Saya sampaikan ini kejadian terakhir, dan hal itu (sanksi minum air) tidak benar. Apa pun alasannya hal-hal yang sifatnya tidak ramah anak itu tidak dibenarkan. Kamu cari hukuman yang lebih ramah anak dan punya nilai edukasinya," tambahnya.

Sementara itu secara terpisah Kapolres Lembata AKBP Janes Simamora membenarkan kalau metode hukuman yang diberikan memang hasil kesepakatan guru dan murid. Pihaknya juga sedang mendalami masalah ini dan melakukan pemeriksaan saksi-saksi sebab ada bagian-bagian yang perlu diluruskan.

"Kita sudah terima laporan polisi dan kita saat ini sedang mendalami laporannya dan mungkin ada hal-hal lain yang perlu diluruskan, masalahnya apa. Kita dalami lagi," kata kapolres ketika dihubungi, Kamis (5/2/2020). (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Ricko Wawo)

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved