Breaking News

Sinopsis Film Dokumenter Semesta, Kisah Romo Marselus Hasan dan 6 Pegiat Lingkungan Lainnya

Dialah Romo Marselus Hasan, pastor Paroki Bea Muring, yang menjadi salah satu dari 7 tokoh yang dipilih dalam film dokumenter Semesta.

Penulis: Agustinus Sape | Editor: Agustinus Sape

Inilah Sinopsis Film Dokumenter Semesta, Kisah Romo Marselus Hasan dan 6 Pegiat Lingkungan Lainnya di Indonesia

POS-KUPANG.COM - Satu lagi orang Manggarai yang muncul di kancah nasional. Dialah Romo Marselus Hasan, pastor Paroki Bea Muring, yang menjadi salah satu dari 7 tokoh yang dipilih dalam film dokumenter Semesta. 

Film dokumenter Semesta resmi tayang di bioskop-bioskop seluruh Indonesia pada Kamis (30/1/2020).

Film dokumenter karya sutradara Chairun Nissa dan produser Nicholas Saputra serta Mandy Marahimin ini menceritakan tujuh tokoh di Indonesia yang mengajak warga sekitar wilayahnya untuk menjaga keseimbangan alam.

Mereka yang menjadi sosok protagonis dalam film ini dipilih setelah melalui proses riset.

Mereka bergerak memelankan dampak perubahan iklim dengan merawat alam atas dorongan agama, kepercayaan, dan budaya masing-masing.

Melalui rangkaian kisah tujuh sosok inspiratif ini, film Semesta mengajak kita berkeliling sembari menikmati kekayaan alam di Tanah Air.

Misalnya mulai dari titik ujung barat, yakni Desa Pameu, Aceh, hingga menuju bagian ujung timur Indonesia, tepatnya di Kampung Kapatcol, Papua.

Rangkaian kisah mereka yang merawat alam Indonesia ini hendak mengajak kita semua untuk ikut berperan dalam memelankan dampak perubahan iklim melalui langkah kecil yang bisa kita lakukan masing-masing.

Produser Nicholas Saputra mengatakan, film ini menyajikan kisah-kisah inspiratif dari penjuru Indonesia.

Ia berharap film dokumenter ini dapat membuka wawasan dan memberikan inspirasi untuk sekecil apa pun.

"Sebab apa pun latar belakang agama, budaya, profesi, dan tempat tinggalmu, kita tetap bisa berbuat sesuatu untuk alam Indonesia dan dunia yang sekarang tengah mengalami krisis," ujar Nicholas melalui keterangan tertulis, Rabu (18/12/2019).

Film dokumenter Semesta
Film dokumenter Semesta (Tanakhir Films)

Inilah tujuh pegiat yang menjadi sosok inspiratif pembuat film dokumenter Semesta. 

1. Tjokorda Raka Kerthyasa

Tjokorda Raka Kerthyasa adalah tokoh budaya di Ubud, Bali.

Ia bersama segenap umat Hindu menjadikan momentum Hari Raya Nyepi sebagai hari istirahat alam semesta.

Dihentikannya penggunaan listrik, transportasi, dan industri selama satu hari saat Nyepi ternyata memberi efek luar biasa dalam pengurangan emisi harian di Bali.

2. Agustinus Pius Inam

Agustinus Pius Inam adalah Kepala Dusun Sungai Utik, Kalimantan Barat. Ia memastikan pentingnya penduduk desa memahami dan mengikuti langkah tata cara adat dalam melindungi dan melestarikan hutan.

Bagi masyarakat hutan adat di Dusun Sungai Utik, tanah adalah ibu, sedangkan air adalah darah.

Makanya perlu dijaga dari segala ancaman kerusakan khususnya deforestasi.

3. Romo Marselus Hasan

Romo Marselus Hasan adalah pemimpin agama Katolik di Bea Muring, Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur.

Kawasan tersebut (Beamuring) belum teraliri listrik, sehingga masyarakat terpaksa menggunakan generator sebagai sumbernya.

Bersama warga di sana, Romo Marselus Hasan secara mandiri membangun pembangkit listrik tenaga mikrohidro untuk mengurangi emisi berbahaya yang keluar dari generator.
4. Almina Kacili

Dari kaum hawa ada Almina Kacili.

Ia adalah kepala kelompok wanita gereja di Kapatcol, Papua Barat, yang bersama ibu-ibu anggota kelompoknya membantu penyeimbangan alam melalui Sasi.

Sasi ialah tradisi kearifan lokal yang melindungi wilayahnya dari eksploitasi, terutama oleh nelayan-nelayan yang menggunakan peralatan ilegal.

5. Muhammad Yusuf

Muhammad Yusuf adalah seorang imam di Desa Pameu, Aceh.

Ia mengingatkan penduduk setempat bahwa penebangan hutan merupakan salah satu faktor yang mempercepat terjadinya pemanasan global dan berdampak pada kerusakan habitat alami gajah liar.

6. Iskandar Waworuntu 

Iskandar Waworuntu berkomitmen untuk menjalani praktik thayyib bersama keluarganya yang bermukim di Yogyakarta.

Ia menggunakan ilmu permakultur untuk berkebun dan berhubungan kembali dengan alam serta mengajarkannya kepada siapa saja yang tertarik.

7. Soraya Cassandra

Soraya Cassandra adalah petani kota pendiri Kebun Kumara, Jakarta.

Ia melakukan kampanye prinsip-prinsip belajar dari alam yang secara kreatif mengubah tanah di kota menjadi hijau kembali.

Melalui tangan Aditya Ahmad selaku sinematografer, kamera bergerak dinamis menyorot gambar.

Tidak hanya dari darat, tapi juga di udara dan menembus ke dalam laut.

Aditya pun dikenal sebagai sutradara film pendek yang andal.

Lalu, bagian penyuntingan film ditangani oleh Ahsan Andrian yang pernah mengedit Filosofi Kopi (2015) dan meraih penghargaan Piala Citra dari film tersebut.

Sebelumnya film dokumenter Semesta berhasil menjadi nomine dalam kategori Film Dokumenter Panjang Terbaik di Festival Film Indonesia 2018.

Film ini juga terseleksi untuk diputar di Suncine International Environmental Film Festival (SIEFF) yang berlangsung di Barcelona, Spanyol, pada 6-14 November 2019.

SIEFF merupakan sebuah festival film di Barcelona yang khusus untuk film dokumenter bertema lingkungan.

Arsitek Perubahan

Seorang tokoh asal Manggarai di Jakarta, Gabriel Mahal menyampaikan rasa senang dan bangganya atas prestasi yang ditoreh Romo Marselus Hasan.

Berikut berikut curahan hati Gabriel Mahal yang ditulis di akun facebooknya, 26 Januari 2020.

Saya senang sekali dapat kunjungan dari nana Pastor Mancek Hasan yang datang ke Jakarta untuk ikut acara Gala Premiere "Film Semesta". Film yang menyajikan 7 tokoh nasional inspiratif. Salah satunya nana Pastor Marsel, pastor paroki Bea Muring di pelosok timur Manggarai.

Saya selalu meyakini, para Pastor itu tidak hanya Gembala umat yang membawa umatnya ke padang hijau, tetapi juga adalah Arsitek Perubahan (the Architect of Change).

Nana Tuang Marsel yang akrab dipanggil "Romo Mancek" ini adalah contoh Arsitek Perubahan itu yang menarasikan Sabda tidak hanya dalam keindahan kata-kata kotbah, tetapi dalam karya-karya nyata yang membawa perubahan dalam kehidupan umatnya di Paroki Bea Muring. Sabda yang di atas bukit, dibawa nana Tuang Mancek ke Bea Muring itu.

Harold Wilson yang jadi Perdana Menteri Inggris dua kali (1964-1970 & 1974-1976) mengatakan, dia yang menolak perubahan adalah arsitek kebusukan (the Architect of Decay). Satu-satunya institusi umat manusia yang tidak mengalami perubahan dan pertumbuhan adalah makam/kuburan.

Kita tahu Sang Maha Guru, Sang Maestro Arsitek Perubahan, tidak betah tinggal berlama-lama dalam makam/kuburan itu. Hanya tiga hari saja. Dia bangkit dan tinggalkan institusi umat manusia yang tidak mengalami perubahan/pertumbuhan itu.

Mengapa? Karena Sang Maha Guru bukanlah Arsitek Kebusukan. Tidak pula jadi bagian dari Arsitek Kebusukan itu. Dia adalah Sang Maestro Arsitek Perubahan. Dia bukanlah kekasih kematian, tetapi Kekasih Kehidupan yang menawarkan kehidupan kepada umat manusia. Sebagai Gembala, Dia membawa kawanan domba ke padang hijau.

Begitulah nana Tuang Mancek ini berjuang untuk mengikuti jejak Sang Maestro Arsitek Perubahan itu. Jika ada yang tidak suka dengan nana Tuang Mancek ini atau berusaha untuk mematikan karya-karya perubahannya, patut diduga mereka itu adalah Arsitek Kebusukan - the Architect of Decay. Tempat yang pas untuk mereka adalah kuburan/makam.

Semoga di Manggarai yang dulu disebut "tanah misi" itu semakin banyak bermunculan para Arsitek Perubahan yang benar-benar mengikuti jejak Sang Maestro Arsitek Perubahan - membawa terang, dan membawa keselamatan dan kehidupan bagi umat. (GabrielMahal)

(Kompas.com/*)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved