Realisasi Kuota BBM Lembata Tahun 2019 Tidak Mencapai Target
Berdasarkan Data dari BPH Migas, realisasi kuota BBM Kabupaten Lembata pada Tahun 2019 tidak mencapai target
Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM | LEWOLEBA - Berdasarkan Data dari BPH Migas, realisasi kuota BBM Kabupaten Lembata pada Tahun 2019 tidak mencapai target atau dengan kata lain kuota BBM yang sudah ditetapkan untuk Kabupaten Lembata tidak semuanya disalurkan ke Lembata.
Hal ini dibeberkan Ketua DPRD Lembata, Petrus Gero dalam jumpa pers mengenai laporan hasil kunjungan kerja bersama Pemda Lembata ke BPH Migas beberapa waktu lalu.
Data realisasi kuota BBM tahun 2019 itu diterima langsung dari BPH Migas dan menjadi salah satu temuan baru dari kisruh persoalan BBM di Kabupaten Lembata selama ini.
• Korban Gigitan Buaya Sempat Diseret Ke Dalam Laut
Petrus Gero merincikan pada tahun 2019 khusus untuk premium alokasi atau kuota BBM Kabupaten Lembata sebanyak 5276 kilo liter tetapi yang direalisasikan sebanyak 4485 kilo liter atau sebesar 85 persen dari kuota yang ada. Jadi ada 791 kilo liter yang tidak terealisasi atau dengan kata lain tidak tersalurkan sampai ke Lembata.
Sedangkan untuk alokasi minyak tanah untuk Lembata sebanyak 2602 kilo liter tetapi yang direalisasikan hanya sebanyak 2100 kilo liter dan ada 502 kilo liter yang tidak terealisasi.
• Cerita Saksi Mata Melihat Buaya Terkam Warga Desa Mahal di Lembata
Lain halnya dengan solar, pada tahun 2019 alokasi solar untuk Lembata sebanyak 2131 kilo liter dan yang terealisasi sebanyak 2190 kilo liter, atau mengalami surplus 59 kilo liter (103 persen).
Dari temuan ini, kata politisi Partai Golkar itu, kemungkinan pihak perusahaan penyedia BBM di Lembata tidak sanggup membayar tebusan untuk kuota yang telah disiapkan.
"Ini kita bisa analisa persoalannya ada di mana. Minyak ini kan ada uang baru ada barang (cash flow), harus bayar dulu baru minyak itu ada dan bisa dibawa," kata Petrus di Kantor DPRD Lembata, Kamis (30/1/2020).
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Lembata, Laurens Karangora, menambahkan kalau kuota BBM yang sudah disiapkan untuk Kabupaten Lembata kemudian tidak bisa ditebus oleh perusahaan maka BPH Migas sendiri belum bisa menyebut adanya kelangkaan BBM di Kabupaten Lembata.
Bahkan sampai pada tahun anggaran kuota BBM itu justru tidak bisa ditebus oleh perusahaan penyalur yakni PT Hikam.
Fakta inilah yang menurut dia perlu dirunut sehingga semua orang tahu akar persoalannya ada di mana. Dari temuan ini, Laurens bertanya mungkinkan perusahaan penyalur itu mempunyai permasalahan dalam urusan cash flow.
"Apakah dia punya masalah finansial yang pada akhirnya dia tidak bisa menebus keseluruhan kuota BBM yang ada," tegas Laurens.
Sebagai ketua komisi, Laurens juga menduga, jangan sampai ada pihak tertentu juga yang menitipkan sejumlah uang kepada pihak penyalur sehingga pada saat tiba di Lembata, BBM itu langsung diangkut oleh oknum-oknum yang sudah menitipkan sejumlah uang itu.
"Malah kemudian kita mendengar ada selentingan kabar kalau ada BBM yang masuk ke gudang-gudang milik pengusaha tertentu, dugaan saya kemudian itu bukan 'kebocoran' dari pelabuhan ke APMS, karena memang tebusan ke Pertamina sebagian uangnya milik pengusaha itu sendiri, sehingga begitu dibawa ke pelabuhan sebagian dibawa orang yang sudah titipkan uang itu. Contohnya saja di APMS, satu malam muat dengan 5 kilo liter sejenis saja, dua jam antrean langsung kosong. Itu kan lucu," bebernya.
Dari dugaan ini, Laurens menuturkan seolah-olah ada dugaan pihak tertentu mau menyelamatkan wajah PT Hikam di Pertamina sebagai perusahaan yang masih layak menjadi penyalur di Lembata.
DPRD Lembata, kata dia, bisa saja mendorong Pemda Lembata memaksa otoritas yang mengurus BBM untuk memeriksa PT Hikam sebagai vendor. "Mampu tidak mereka (PT Hikam) mengurus BBM ini?"
Masalah ini kemudian berlanjut pada permasalahan izin kapal angkut SPOB Sembilan Pilar. Apakah ini satu-satunya sebab antrean panjang BBM masih berlangsung di Lembata?
Menurut Laurens dengan kapal angkut kayu yang selama ini digunakan saja realisasi kuota BBM yang ditebus tidak mencapai target, apalagi kalau mamakai kapal SPOB Sembilan Pilar yang nota bene berkapasitas 250 kilo liter sekali angkut.
"Jaminannya ada atau tidak? Jangan sampai kemudian kapal sudah bisa sandar lalu tebusannya macet juga seperti tahun lalu," ungkapnya.
Jadi, lanjutnya, masalah izin sandar kapal SPOB Sembilan Pilar bukan penyebab antrean BBM yang selama ini terjadi di Kabupaten Lembata.
Dalam kunjungan ke BPH Migas, DPRD Lembata juga membahas soal kemungkinan dibukanya sub penyalur. Oleh karena itu, tahun ini BPH Migas akan melakukan survei langsung ke Lembata dan menentukan di tempat mana akan ditempatkan sub penyalur yang levelnya ada di bawah APMS.
Sub penyalur ini bisa dikelola oleh perorangan, Bumdes dan koperasi. Selain itu, mereka juga memperjuangkan supaya tangki jober yang menjadi aset milik pemda dan sudah ada sejak 2010 bisa dimanfaatkan lagi.
"Kita dorong supaya Pertamina langsung suplai minyak di sini supaya memotong distribusi yang panjang. Kami juga meminta supaya untuk masyarakat nelayan BPH Migas bisa memberi ruang kepada siapa saja untuk membangun stasiun pengisian khusus nelayan karena nelayan juga cukup banyak jumlahnya. Tapi pada prinspinya kami pastikan kuota BBM subsidi dan non subsidi sampai pada masyarakat," kata Petrus Gero.
Jumpa pers ini juga dihadiri Simon Beduli dan Imo Wulakada yang juga ikut bersama pemerintah ke Jakarta bertemu pihak BPH Migas. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, RICKO WAWO)