TRIBUN WIKI

TRIBUN WIKI : Jalan-jalan ke Kawasan Wisata Bukit Cinta Lembata: Tempat Magis Menyaksikan Sunset

Sama seperti aktivitas manusia, ada waktunya dia bangun lalu bekerja dan ada waktu pula dia pulang ke peraduan.

Penulis: Ricardus Wawo | Editor: Rosalina Woso
Dokumentasi Disparbud Kabupaten Lembata
Pemandangan senja hari di Kawasan Wisata Bukit Cinta Lembata 

Jalan-jalan ke Kawasan Wisata Bukit Cinta Lembata: Tempat Magis Menyaksikan Sunset

POS-KUPANG.COM--Awalnya saya tak terlalu tertarik pada matahari terbenam (sunset). Toh, itu hanya sekadar ritual rutin setiap hari. Sama seperti aktivitas manusia, ada waktunya dia bangun lalu bekerja dan ada waktu pula dia pulang ke peraduan.

Anehnya, banyak orang tak bosan-bosan menyaksikan sunset. Selain terbit (sunrise) di pagi hari, peristiwa turunnya matahari di ufuk barat dianggap penampakan magis yang harus diabadikan. Kalau bukan dengan kamera, minimal dengan mata kepala sendiri. Namun pada akhirnya yang tuan dan puan cari adalah dari tempat mana matahari terbenam disaksikan.

Dua hari sebelum perayaan natal, 25 Desember 2019, saya menjemput seorang kawan lama yang baru tiba dari Larantuka. Epin Fernandez namanya, seorang mantan karyawan koperasi yang memilih menghabiskan waktu berkeliling Flores. Dia tiba di pelabuhan kapal Kota Lewoleba sekitar jam tiga sore. Sehari sebelumnya, dia mengirim pesan, “bawa saya ke Bukit Cinta, saya mau nikmati sunset.”

Dari media sosial, dia segera tahu kalau lokasi itu jadi tempat populer para wisatawan menengok sunset di Tanah Lembata. Maka, saya pun tak ragu membawanya ke sana. Mumpung hari juga sudah petang.

Bukit Cinta memang kawasan wisata baru di Kabupaten Lembata dan jadi venue utama perhelatan Festival 3 Gunung 26-31 Agustus 2019 silam.

Letaknya berada di Desa Bour, Kecamatan Nubatukan. Dari Lewoleba, ibu kota Kabupaten Lembata dengan menunggangi sepeda motor, kami bergerak ke arah utara, menyusuri jalanan aspal yang mulus sembari menikmati indahnya punggung-punggung bukit yang ditumbuhi rumput-rumput kering kekungingan.

Kawasan perbukitan dan padang sabana ini membentang dari Desa Waijarang sampai ke Desa Bour. Bukit Cinta sudah termasuk di dalamnya.

Jika membuang pandangan berlawanan dengan punuk-punuk bukit, hamparan laut Teluk Lewoleba langsung menghadap ke arah Pulau Adonara di seberang.

Perpaduan laut yang luas, pesisir pantai berpasir putih, bayang-bayang Gunung Ile Boleng Adonara, dan bentangan langit biru di angkasa terpampang menyerupai lukisan alam hidup yang elok dipandang. Terpaan angin sepoi dari arah laut semoga tak membuat mata sayup bagi yang memegang kemudi perjalanan.

“Jangan tidur di belakang, pemadangan semacam ini jarang dijumpai dalam hidup,” timpal saya mengingatkan.

Sekitar 30 menit perjalanan, kami pun tiba di lokasi Bukit Cinta Lembata. Jalanan agak menanjak dari portal masuk. Pengunjung hanya membayar parkir kendaraan seharga Rp2 ribu untuk roda dua dan Rp 4 ribu untuk roda empat. Dari atas puncak panorama Pulau Lomblen memang kelihatan menakjubkan. Di sebelah timur deretan bukit tandus masih memancarkan pesona.

Saat kami berdua berdiri di depan tugu utama bertuliskan ‘LOVE’ matahari sudah banyak condong ke barat. Bias-bias sinarnya memberikan efek siluet jingga berpadu dengan cerahnya cakrawala senja hari. Dari kejauhan matahari seperti akan jatuh tenggelam ke dalam pelukan bayangan Pulau Flores.

Teriknya terasa hangat di kulit. Angin laut yang berhembus langsung dari laut betul-betul memanjakan tubuh yang lelah. Sambil menunggu detik-detik sunset, saya menyampaikan rasa penasaran yang mengganjal di hati perihal sunset yang sudah saya sebutkan tadi.

“Kenapa banyak orang suka sekali dengan momen ini. Padahal terbit dan tenggelamnya matahari itu rutinitas alamiah yang biasa,” ketus saya sembari mengarahkan telunjuk ke arah sepasang muda-mudi yang siap-siap berswafoto membelakangi sunset.

Epin hanya menyungging senyum. Pemuda 27 tahun ini tahu maksud perkataan itu juga mengarah pada dirinya. Maka mulailah dia bersabda, “Sunset bisa kita lihat setiap hari dan dari mana saja, tapi tempat ini seperti punya daya magisnya sendiri,” imbuhnya agak diplomatis.

Kami berdiri terpaku menyaksikan peristiwa alam itu selama beberapa detik. Saya coba meresapi apa yang dia maksud dengan daya magis tempat ini dan matahari yang terbenam.

BREAKING NEWS : Yasin Usman Tenggelam di Pantai Pota, Manggarai Timur

Kesedihan Kakek Teodorus, Rayakan Natal Sendirian di Pondoknya di Lembata

Ketua KADIN NTT : Satu Suara Dukung Free Trade Zone Kupang-Timor Leste

“Dari sini matahari kelihatan lebih elegan, lebih cantik. Entahlah aura Bukit Cinta ini terasa sekali. Ajaib. Tanpa ada siapa-siapa saja, kita seperti tidak sendiri.” Saya membiarkan Epin bermain-main dengan khayalan liarnya.

Mendengar dia bergumam seperti itu, sejenak saya pun kembali mengenang pertemuan saya dengan seorang warga Bour bulan lalu. Dia seorang perempuan tua dan membuka pondok kecil untuk menjual kelapa muda di dekat portal masuk Bukit Cinta.

Menurut penuturannya kawasan yang disebut Bukit Cinta itu dulunya adalah tempat angker. Banyak pohon rimbun di sana. Warga mengganggap lokasi itu tempat bermukim para leluhur.

Kami berdua memutuskan pulang lebih awal sebelum hari benar-benar gelap. Epin berjanji akan kembali lagi ke lokasi itu suatu waktu nanti. Sebaliknya saya punya keyakinan lain. Mengunjungi Bukit Cinta Lembata lebih dari perkara melihat sunset.(POS-KUPANG.COM, Ricardus Wawo)

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved