FPIKP NTT Gelar Diskusi Kebijakan Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak.
Forum Parlemen Indonesia Untuk Kependudukan dan Pembangunan NTT Menggelar diskusi bertajuk ' Diskusi Tematik tentang Kebijakan Penghapusan Keker
POS KUPANG.COM| KUPANG- Forum Parlemen Indonesia Untuk Kependudukan dan Pembangunan NTT Menggelar diskusi bertajuk ' Diskusi Tematik tentang Kebijakan Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak, ' Sabtu,( 21/12/2019) di Kantor Pos Kupang.
Kegiatan diskusi tersebut juga turut diikuti oleh akademisi PKBI NTT, LPA NTT, anggota Forum Parlemen, WVI, PKTA dari berbagai disiplin ilmu serta beberapa wartawan senior Pos Kupang.
Ada pun beberapa akar persoalan tentang penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak ditinjau dari perspektif Sosio Cultural ( budaya, ) Regulasi, problem Psikologis, lingkungan, distribusi informasi, dan dampak dari perkembangan teknologi.
" Apa itu kekerasan terhadap anak dan perempuan di NTT serta apa pilihan kebijakan apa yang mungkin dilakukan, jika merujuk pada tantangan atau program dari pihak pemerintah dan relevansinya bagi Sumber daya Manusia ( SDM ) sebagai misal: persoalan kawin tangkap di Sumba, " Kata anggota Aliansi PKTA, Rikardus Wawo dalam kata pengantarnya sebagai moderator sebelum membuka diskusi tematik.
Veronika Ata dalam tinjauannya terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak; ditunjau dari segi sosio- kultural menjelaskan bahwa kasus kawin tangkap di Sumba merupakan representasi dari kasus-kasus yang pernah terjadi sebelumnya di mana perempuan dan anak diperhadapkan dalam konteks budaya.
Kata Veronika Ata, Budaya di satu sisi memiliki nilai tradisi yang bersifat positif.
Sedangkan di sisi lain kata Veronika Ata, atas nama ada istiadat dan agama kekerasan terhadap anak dan perempuan terus dipertahankan.
Menurut Veronika Ata, Kasus kekerasan sexual pada tahun 2018 berdasarkan catatan rumah perempuan : sebanyak 8 kasus sedangkan pada tahun 2019, sebanyak 30 kasus kekerasan sexual.
Kata Veronika Ata, Persoalan utama yang dihadapi adalah masih terbatasnya ahli psikologi klinis dan ahli psikologi umum di daerah serta layanan lain seperti medis.
Di samping itu, kata Veronika Ata, Ketersedian Lembaga Bantuan hukum ( LBH ) atau pengacara juga terkesan sulit diakses oleh mereka ( para korban ) dalam rangka penegakan hukum bagi korban.
Senada dengan apa yang disampaikan Veronika Ata, Advocacy Ketua Presidium Aliansi PKTA NTT dan Coordinator Save The Children, Benyamin Leu mengatakan :
" Berdasarkan data yang berhasil dihimpun sejak tahun 2002-2018 telah terjadi 3826 kasus. Dari 3826 kasus tersebut sebanyak 1421 kasus KDRT dan 627 kasus kekerasan terhadap anak-anak.
Di samping itu, berdasarkan data yang dihimpun dari Polres Kupang, pada tahun 2018 sebanyak 34 kasus kekerasan yang ditangani oleh Polres Kupang dan Bulan Juli tahun 2019 sebanyak 29 kasus kekerasan. Dan semuanya itu
Belum mempertimbangkan aspek sosial psikologi anak, " Ucap Benyamin Leu.
Sementara itu, Yohanes Jimmy namy dalam penjabarannya terkait kekerasan terhadao perempuan dan anak ditinjau dari perpektif Sosiologis menjelaskan bahwa:
" tindakan kekerasan terhadap perempuan dan anak disebabkan otonomi biologis yang menganggap perempuan dan anak-anak wajar untuk diperlakukan secara amoral.
Di samping itu, kata Jimy Namy, ada bangunan sosiologis kita yang tidak dibedah dari generasi ke generasi sehingga menyebabkan labeling untuk menjustifikasi terhadap kondisi perempuan dan anak.
Bagi Jimy, Pendekatan biologis ini yang mau kita bongkar dengan mengedepankan kemanusiaan, tandas Jimy. Cr3.
