Saat DPR AS Lakukan Voting Pemakzulan, Presiden AS Donald Trump Tampil Pidato di Michigan
Presiden Donald Trump naik panggung di sebuah rapat umum di Michigan Rabu malam (18/12/2019, sebelum DPR memberikan suara untuk memakzulkan dirinya
Penulis: Agustinus Sape | Editor: Agustinus Sape
Setelah pemungutan suara DPR resmi, Bill Clinton mengenakan mantel dan berjalan ke Rose Garden bersama ibu negara Hillary Clinton dan Wakil Presiden Al Gore, ia menyampaikan sambutannya.
"Saya berharap akan ada cara konstitusional dan adil untuk menyelesaikan masalah ini dengan segera," kata Bill Clinton, sesaat sebelum kembali ke Gedung Putih untuk mengadakan pesta Natal. "Sementara itu, saya akan terus melakukan pekerjaan rakyat Amerika."
Kali ini, hampir tepat 21 tahun pada hari pemazulan Bill Clinton, dikotomi dipamerkan dengan cara besar dan kecil.
Senator Chris Murphy berbagi di Twitter apa yang disebutnya "kisah nyata" dari seorang staf Gedung Putih yang berkeliling kantor-kantor Senat untuk menyampaikan, sebagai satu paket liburan, salinan surat pedas Trump kepada Nancy Pelosi bersama dua kartu Natal Gedung Putih - satu kartu putih besar dan satu kartu merah kecil dengan spidol tanda tangan Trump tertulis emas.
"Hari yang luar biasa," Murphy menyimpulkan.
Resmi Dimakzulkan
Presiden AS Donald Trump resmi menjadi presiden ketiga dalam sejarah Negeri "Uncle Sam" yang dimakzulkan.
Dalam sidang paripurna yang digelar Rabu malam waktu setempat (18/12/2019), DPR AS menyetujui dua pasal pemakzulan terhadap presiden 73 tahun itu.
Pasal pertama: Penyalahgunaan Kekuasaan, mendapat dukungan 230, dengan 197 politisi House of Representatives.

Adapun jumlah minimal dukungan yang diperlukan di DPR AS guna membawa proses pemakzulan Trump ke level Senat adalah 216.
Sementara pasal 2: Menghalangi Penyelidikan Kongres menerima dukungan 229, dalam hasil yang dibacakan Ketua DPR AS Nancy Pelosi.
Yang menarik, politisi Demokrat yang juga maju sebagai bakal calon presiden, Tulsi Gabbard, memutuskan untuk abstain dalam voting tersebut.
Menurutnya, dia sepakat dengan fakta bahwa Donald Trump sudah melakukan kesalahan sehingga proses pemakzulan itu harus dijalankan.
"Namun di sisi lain, saya yakin bahwa proses pemakzulan ini haruslah bukan karena sikap salah satu kubu, yang kemudian menyebabkan bangsa ini terpecah," paparnya.
Donald Trump pun menjadi presiden setelah Andrew Johnson (1868), dan Bill Clinton (1998) yang dimakzulkan di level DPR AS.
Setelah ini, tahap selanjutnya dalam proses pemakzulan adalah membawa resolusi tersebut ke level Senat, di mana mereka akan membahasnya tahun depan.
Di tahap ini, kecil kemungkinan Donald Trump bakal dilengserkan karena 53 dari 100 kursi senator dipegang oleh Partai Republik.
Dalam konferensi pers pasca-pemungutan suara, Ketua Komite Yudisial Jerry Nadler mengatakan, Donald Trump memang layak dimakzulkan.
Dia menjelaskan, presiden ke-45 AS tersebut secara nyata sudah menampilkan bahaya nyata bagi sistem pemilihan dan pembagian kekuasaan di AS.
"Seorang Presiden AS tidak diperkenankan untuk menjadi diktator," ucap Nadler dalam keterangannya sebagaimana diberitakan BBC.
Trump menjalani sidang pemakzulan buntut percakapan teleponnya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada 25 Juli 2019 lalu.
Dalam percakapan itu, Donald Trump dituduh menekan Volodymyr Zelensky guna menyelidiki Joe Biden, calon rivalnya dalam Pilpres AS 2020 mendatang.
Sumber: Washington Post/Kompas.com