Donald Trump Resmi Dimakzulkan, Ketua DPR AS Nancy Pelosi Sebut Hari yang Menyedihkan bagi Amerika

Ketua DPR AS Nancy Pelosi menyatakan, ini adalah "hari menyedihkan bagi Amerika" setelah Presiden Donald Trump resmi dimakzulkan.

Editor: Agustinus Sape
Washingtonpost/capture
Ketua DPR Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi mengetuk palu pada rapat pemungutan suara untuk pemakzulan Presiden Amerika Serikat Donald Trump Rabu (18/12/2019) waktu setempat. 

Setelah Donald Trump Resmi Dimakzulkan, Ketua DPR AS Nancy Pelosi Sebut Hari yang Menyedihkan bagi Amerika

POS-KUPANG.COM, WASHINGTON DC - Ketua DPR AS Nancy Pelosi menyatakan, ini adalah "hari menyedihkan bagi Amerika" setelah Presiden Donald Trump resmi dimakzulkan.

Dalam sidang paripurna yang berlangsung Rabu malam (18/12/2019), DPR AS mengesahkan dua pasal pemakzulan terhadap presiden 73 tahun itu.

Dilansir CNN, dua pasal pemakzulan itu adalah Penyalahgunaan Kekuasaan dan Upaya Menghalangi Penyelidikan Kongres AS.

Kedua artikel itu memperoleh dukungan di atas 216 kursi yang merupakan syarat minimal agar Donald Trump bisa dimakzulkan di level DPR AS.

Dalam konferensi pers seusai pemilihan, Nancy Pelosi menyatakan hari itu merupakan hari "penting bagi Konstitusi AS".

"Namun di saat bersamaan, ini adalah hari yang menyedihkan bagi Amerika," terang politisi asal Partai Demokrat itu.

Nancy Pelosi menerangkan, mereka sudah berjuang sebaik mungkin supaya generasi mendatang tetap memandang demokrasi seperti yang diinginkan Bapak Pendiri Bangsa.

Setelah dimakzulkan di level DPR AS, Donald Trump bakal menjalani sidang di Senat yang bakal diagendakan pada Januari 2020 mendatang.

Di level ini, kecil kemungkinan presiden ke-45 AS itu bisa dilengserkan mengingat senat mayoritas berasal dari partainya, Republik.

Saat DPR AS Lakukan Voting Pemakzulan, Presiden AS Donald Trump Tampil Pidato di Michigan

Meski begitu, Donald Trump menjadi presiden ketiga dalam sejarah yang menjalani pemakzulan setelah Andrew Johnson (1868) dan Bill Clinton (1998).

"Serangan terhadap AS"

Presiden Donald Trump menuding, pemakzulan yang terjadi terhadap dirinya adalah "serangan terhadap AS".

Pada Rabu waktu setempat (18/12/2019), DPR AS menggelar sidang paripurna untuk meloloskan dua pasal yang dipakai memakzulkan sang presiden.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump
Presiden Amerika Serikat Donald Trump (Twitter/Oritte Then)

Dua pasal pemakzulan itu adalah penyalahgunaan kekuasaan, dan upaya menghalangi penyelidikan yang dilakukan Kongres AS.

Setelah sesi debat yang dipaparkan kedua kubu, dua pasal itu diprediksi bakal lolos karena Demokrat menjadi mayoritas.

Trump merespons sidang paripurna itu dengan serangkaian kicauan di Twitter, di mana dia menuduh Demokrat melakukan kebohongan.

"INI ADALAH SERANGAN TERHADAP AS DAN SERANGAN TERHADAP PARTAI REPUBLIK!!!!" sembur Trump seperti diwartakan AFP.

Kemudian dia menyindir Ketua DPR AS, Nancy Pelosi, yang akan dianggap sebagai pemimpin paling buruk dalam sejarah legislasi AS.

Pada malam sebelumnya, presiden berusia 73 tahun itu mengirimkan surat yang mengkritik proses pemakzulan dirinya.

Dalam suratnya itu, presiden ke-45 AS tersebut membandingkan sidang yang dilakukan DPR AS dengan pengadilan penyihir di Salem.

Dia mengklaim telah "dicabut dari proses dasar Konstitusi AS melalui pemakzulannya", dengan haknya untuk menyajikan bukti disanggah.

Klaim tersebut dibantah Wali Kota Salem, Kim Driscoll, di Twitter dengan menyebut korban dalam pengadilan penyihir Salem tidak boleh menyajikan bukti.

Nancy Pelosi kepada awak media menuturkan, dia belum membaca surat itu. Namun, dia bisa menerka isinya "sangat memuakkan".

Dalam pidato pembukaannya, Pelosi mengatakan Trump tidak memberikan DPR AS pilihan karena sudah menjadi ancaman nasional AS.

"Sangat tragis karena kecerobohan presiden sendiri yang membuat pemakzulan ini perlu diadakan," katanya yang disambut tepuk tangan politisi Demokrat.

Jika lolos, Trump bakal menjadi presiden ketiga setelah Andrew Johnson (1868) dan Bill Clinton (1998) yang dibawa ke hadapan Senat.

Di level Senat ini, peluang suami Melania itu untuk disingkirkan mengingat partainya, Republik, menjadi mayoritas.

Pemimpin Mayoritas Senat Mitch McConnell sudah menyiratkan mereka tidak berhasrat untuk mendepaknya dari Gedung Putih.

Sumber: Kompas.com

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved