Praktik KKN Selimuti Garuda Indonesia di Era Orba, dari Upaya Tanri Abeng Hingga Erick Thohir

Praktik KKN Selimuti Garuda Indonesia di Era Orba, dari Upaya Tanri Abeng Hingga Erick Thohir

Editor: Kanis Jehola
KOMPAS.com/ARSIP GARUDA INDONESIA
Pesawat Boeing 737 MAX 8 telah dioperasionalkan oleh Garuda Indonesia, di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Minggu (7/1/2018). 

Praktik KKN Selimuti Garuda Indonesia di Era Orba, dari Upaya Tanri Abeng Hingga Erick Thohir

POS-KUPANG.COM | JAKARTA - Berstatus BUMN, nasib PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) tak cuma ditentukan kinerja di atas kertas. Maskapai ini juga tak lepas dari rezim pemerintah.

Sempat mengalami masa keemasan di tahun 1980-an saat dipimpin Wiweko Soepono, Garuda di tahun-tahun berikutnya mengalami kemerosotan karena praktik KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme).

Presiden Jokowi Sebut Ada Temuan Baru Kasus Novel, Ini Harapan Wakil Ketua KPK Laode M Syarief

Upaya bersih-bersih Menteri BUMN Erick Thohir baru-baru ini, mengingatkan upaya yang sama yang dilakukan Menteri Pendayagunaan BUMN Tanri Abeng yang menjabat tahun 1998-1999.

Seperti diberitakan Harian Kompas, 10 September 1998, KKN begitu menggerogoti dua maskapai penerbangan pelat merah, Garuda Indonesia dan Merpati.

Tanri Abeng membeberkan, khusus di BUMN Garuda Indonesia, dapat dihemat sekitar 18,27 juta dollar AS per tahun atau sekitar Rp 27,1 miliar per tahun apabila delapan kerja sama operasi (KSO) berbau KKN di lingkungan Garuda dihilangkan.

KSAD Andika Perkasa Beri Hadiah Rp 100 Juta Untuk Penari Massal Woleka

Menurutnya, ada 8 kerja sama operasi (KSO) yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi dalam pengadaan barang dan jasa di lingkungan Garuda selama rezim Orde Baru atau Orba.

Kerja sama memberatkan Garuda Pertama yakni pengalihan pengelolaan gudang kargo kepada PT Angkasa Bina Wiwesa (ABW).

ABW menurut catatan Kompas merupakan usaha milik adik mantan Presiden Soeharto dari lain ibu satu bapak, Martini Tubagus Sulaeman.

Warga Sumba Barat Daya Sambut KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa Secara Meriah

Dari pengelolaan pergudangan di bandara Soekarno-Hatta itu, pihak ABW setiap bulan dapat meraup pendapatan Rp 6 miliar tapi hanya Rp 300 juta yang diterima Garuda Indonesia. Sedang biaya operasional, pemakaian gedung, telepon dan listrik dibebankan kepada Garuda.

Menurut perjanjian selama sepuluh tahun yang ditandatangani Dirut Garuda Wage Mulyono dan Dirut ABW, Martini Nita Karyati tahun 1994, disebutkan pihak ABW akan menyetor minimal 10 persen dari pendapatan kotor, atau sekitar Rp 200 juta setiap bulan kepada Garuda.

Dari data yang diperoleh, total pendapatan pada tahun 1995 sebesar Rp 28,5 miliar, tetapi yang disetor kepada Garuda Rp 3,1 miliar.

Sementara pendapatan Rp 105 miliar yang diperoleh dalam kurun waktu tahun 1996 hingga Mei 1998, Garuda kebagian Rp 39,6 miliar.

Masuknya Bimantara Proyek KKN berikutnya yang akan dihentikan penunjukannya oleh Kantor Tanri Abeng adalah broker asuransi pesawat terbang PT Bimantara Graha Insurance Broker yang didirikan Bambang Trihatmodjo pada tahun 1994.

Perusahaan itu pernah digugat karyawan Garuda karena diduga keras sangat berbau KKN. Sebelum keluarga cendana dengan perusahaan asuransinya masuk, Garuda bebas menentukan broker asuransi bagi armada pesawatnya.

Tapi kemudian Garuda mendapat tekanan dan harus melalui perusahaan putra mantan Presiden Soeharto.

Putra-putra Soeharto jauh sebelumnya pada era Dirut Wiweko Soepono pernah datang ke Garuda Indonesian Airways menawarkan jasa asuransi.

Tapi waktu itu Wiweko masih bisa menolak mentah-mentah. Ia menasihatkan agar belajar dulu mengenai perasuransian yang ingin ditawarkan tersebut.

Mark Up pesawat Kantor Menteri Negara Pendayagunaan BUMN menyebut proyek lain adalah pembelian (sewa operasi) pesawat MD-11 yang pengadaannya melibatkan Bimantara-nya Bambang Trihatmodjo.

Menurut catatan Kompas, harga sewa pesawat badan lebar buatan McDonnell Douglas (kemudian merger dengan Boeing) ini cukup tinggi, 1,1 juta dollar AS/pesawat/bulan atau 6,6 juta dollar AS per bulan untuk keenam MD-11 yang dioperasikan Garuda.

Sementara harga sewa pesawat tersebut sebenarnya bisa diperoleh lebih murah, sekitar 600.000 - 700.000 dollar AS per pesawat.

"Jadi ada mark-up dalam pengadaan armada MD-11 Garuda Indonesia," ungkap sumber Kompas.

Dengan harga sewa tersebut dan dihantam krisis moneter/ ekonomi, sewa-operasinya dirasa sangat memberatkan keuangan Garuda.

Direksi Garuda sebelum Robby Djohan ditunjuk, tampaknya agak ragu mengambil keputusan untuk mengembalikan MD-11 kepada lessornya.

Saat Dirut Garuda dijabat Soepandi, memang menyebutkan akan mengembalikan pesawat trijet MD-11 tersebut kepada Boeing. Namun pelaksanaannya baru dilakukan Juli lalu oleh direksi di bawah Robby Djohan yang ingin secepatnya menekan angka kerugian.

Disebut pula oleh kantor Menneg Pendayagunaan BUMN tentang pembatalan kontrak kargo di Australia dan Amerika.

Kemudian penghentian keagenan untuk perawatan mesin dan modul mesin pesawat dan pembatalan pembelian pesawat Fokker F-100 dan peninjauan kembali kontrak keagenan di Jepang.

Menurut catatan Kompas, kontrak kargo dan keagenan di Jepang melibatkan grup Bimantara. Selain yang disebut Kantor Tanri Abeng, Kompas juga mencatat bahwa ada unsur mark-up dan KKN dalam pengadaan simulator Boeing 737-300/400 Garuda Indonesia.

Dari pengusutan Itjen Departemen Perhubungan, diketahui ada selisih sebesar 12,2 juta dollar AS untuk pengadaan simulator tersebut.

Harga disebut 64,1 juta dollar padahal simulator yang sama bisa dibeli sekitar 51,9 juta dollar AS. Cucu Soeharto pun ikut Masih di sekitar Garuda tapi tidak disebut kantor Menneg Pendayagunaan BUMN yakni perusahaan yang disebut-sebut milik Ary Sigit, putra Sigit Harjojudanto atau cucu mantan Presiden Soeharto.

PT Autotrans Indonesia yang bergerak dalam bidang ground handling di Bandara Ngurah Rai, Bali. Perusahaan ini menurut karyawan Garuda dituding mendapat kontrak secara tidak wajar.

Tawaran kontrak perusahaan ini sempat ditolak karena terlalu mahal. Tapi sebelum putusan final diambil, Garuda mendapat telepon dari seorang petinggi negara yang menyebutkan agar menerima tawaran Autotrans.

Menurut catatan, Hutomo Mandala Putra yang akrab dipanggil dengan Tommy dengan PT Artasaka Nusaphala-nya juga ikut 'bermain' di Garuda Indonesia, yakni saat BUMN ini akan menyewakan sejumlah Fokker F-28 kepada anak perusahaannya Merpati Nusantara.

Entah bagaimana, akhirnya pesawat dijual kepada Artasaka Nusaphala yang kemudian menawarkan pesawat tersebut kepada Merpati tapi ditolak oleh Dirut Ridwan Fataruddin dengan alasan harga sewa terlalu mahal.

Kemudian Artasaka Nusaphala mencoba masuk Merpati dengan menawarkan pesawat CN-235 buatan IPTN. Itu pun ditolak Ridwan Fataruddin karena dinilai harga sewa 110.000 dollar AS/bulan terlalu mahal.

Kesanggupan Merpati saat itu menurut Ridwan hanya 60.000 dollar AS atau maksimum 70.000 dollar AS per bulan. Karena keberaniannya menampik tawaran-tawaran tersebut, Ridwan Fataruddin harus membayar mahal, ia digeser dari pucuk pimpinan Merpati Nusantara.

Unsur KKN juga menyentuh sampai ke bagian catering Garuda. Angkasa Citra Sarana yakni di mana salah seorang dari keluarga Cendana mempunyai akses memasok sejumlah makanan dan minuman bagi dapur Garuda tersebut.

Barang yang dipasok adalah minuman anggur dan daging ayam. Begitu berpengaruhnya grup Bimantara dalam bidang kargo Garuda di Jepang, sehingga pernah salah seorang pimpinan Garuda Indonesia di Negeri Sakura itu minta dipulangkan ke Jakarta.

Dia minta diganti dengan orang lain karena ada ketidak cocokan antara orang tersebut dengan grup ini. (Kompas.com/Muhammad Idris)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "KKN Selimuti Garuda Indonesia di Era Orba",

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved