Kak Seto Usul ke Nadiem Makarim Sekolah Cukup Tiga Hari, Pengamat Pendidikan Langsung Sanggah
Dalam kurikulum baru yang sedang dirancang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim sekolah cukup tiga hari saja.
Saat Kak Seto Usul ke Nadiem Makarim Sekolah Cukup Tiga Hari, Pengamat Pendidikan Doni Koesoema: Tak Cocok Diterapkan
POS-KUPANG.COM, JAKARTA - Ketua LPAI ( Lembaga Perlindungan Anak Indonesia) Seto Mulyadi ( Kak Seto) mengatakan, dalam kurikulum pendidikan baru yang sedang dirancang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Mendikbud) Nadiem Makarim sekolah cukup tiga hari saja.
Namun Pengamat pendidikan Doni Koesoema tidak sependapat dengan Kak Seto, terutama karena membawa konsekuensi pada tuntutan jam mengajar guru.
Usulan sekolah tiga hari itu disampaikan Kak Seto bukan tanpa dasar. Sekolah tiga hari itu sudah ia uji coba selama 13 tahun di homeschooling miliknya yang ada di Bintaro, Tangerang Selatan.
"Nah kami sudah membuat percobaan sekolah selama 13 tahun ini. Sekolah seminggu hanya tiga kali. Per hari hanya tiga jam. Tapi lulusannya yang masuk Kedokteran ada di UI, Gajah Mada, dan Undip. Kemudian USU dan Unhas. ITB dan IPB ada," kata Kak Seto di Mapolres Metro Jakarta Utara, Rabu (4/12/2019).
Terkait usulannya memotong jam pelajaran sekolah, Kak Seto menilai anak-anak tak hanya berprestasi di bidang akademis. Siswa-siswa binaannya di sekolah tersebut juga banyak yang jadi pengusaha hingga atlet yang sudah berlaga di kancah Internasional.
"Ada yang tuna rungu, putranya Mbak Dewi Yull lulus diundang ratu Elizabeth di London karena mampu memotivasi sesama tuna rungu," ujar Kak Seto.
Sebagai pembanding, Kak Seto juga memiliki sebuah sekolah formal bernama Mutiara Indonesia Internasional yang bekerja sama dengan Universitas Cambridge di Inggris dan telah berjalan sejak tahun 1982.
Dari kedua sekolah tersebut, homeschooling Kak Seto yang kegiatan belajar mengajarnya hanya 3 hari justru menerbitkan lulusan yang lebih memuaskan.
Menurut Kak Seto, hal itu bisa terjadi lantaran anak-anak merasa senang saat bersekolah.
"Begitu tanya, anak-anak senang enggak sekolah di sini?, Seneng banget pak. Itu yang penting. Kalau zaman now begitu dengar, anak-anak hari ini guru mau rapat. Horeee bebas dari penjara rasanya," tutur Kak Seto.
Dengan sedikitnya waktu di sekolah, kata Kak Seto, anak-anak bisa meluangkan waktunya bersama keluarga serta mengembangkan minat dan bakat mereka.
Jadi anak-anak tidak jadi "robot" yang diharuskan menerima setiap pelajaran yang ada tanpa mempertimbangkan bakat terpendam mereka yang beda antara satu dan lainnya.
"Nah ini yang saya harapkan idenya Mas Menteri baru. Pokoknya gaya (kurikulum) milenial," pungkas Kak Seto.
"Tidak cocok, anak-anak diminta sekolah lima hari saja. Sabtu Minggu-nya bingung mau ngapain. Orangtuanya juga bingung. Apalagi kalau tiga hari, suruh ngapain tuh anak-anak yang lain," kata Doni kepada Kompas.com, Kamis (5/12/2019).
Menurut Doni, sekolah tiga hari akan membuat waktu anak-anak akan terbuang sia-sia karena tidak ada aktivitas pembelajaran.
Perbaikan pendidikan, lanjut dia, bukan berarti mengurangi waktu sekolah menjadi tiga hari.
"Supaya pendidikan itu baik, bukan berarti terus dikurangi tiga hari. Kalau cuma Senin, Selasa, Rabu, terus hari sisanya ngapain anak-anak itu," kata Doni.
"Sekarang ini kan enggak kaya zaman dulu. Anak-anak masih punya banyak waktu luang untuk bermain dan lain-lain," lanjut dia.
Selain itu, ia memberikan catatan, bagaimana dengan para guru yang harus memenuhi tuntutan jam kerja jika waktu sekolah hanya tiga hari.
"ASN tiga hari gimana? Kerja memenuhi peraturan gimana? Kan enggak bisa. Pegawai negeri kan harus 37,5 jam bekerja dalam seminggu. Itu terus bagaimana? Gurunya masuk sekolah terus siswanya libur? ngapain gurunya?" ujar Doni Koesoema.
Ia mengaku belum pernah menemukan kebijakan seperti ini di negara-negara lain.
Doni menilai, argumentasi Kak Seto ketika mengusulkan sekolah tiga hari tidak masuk akal dan tidak bisa dijadikan patokan secara nasional.
"Homeschooling dia kan hanya satu dari puluhan ribu homeschooling di Indonesia. Masa hanya dari satu contoh lalu kemudian dipakai secara nasional. Itu terlalu generalisasi," kata Doni.
"Jadi argumentasinya tidak masuk akal karena kalau sampelnya dari homeschooling saja tidak tepat dan sangat kecil," lanjut dia.
Oleh karena itu, Doni menganggap bahwa sekolah lima hari masih yang terbaik bagi pendidikan Indonesia saat ini.
Kebijakan Lima Hari Sekolah
Menteri Pendidikan sebelumnya Muhadjir Effendy telah menerapkan kebijakan sekolah lima hari dalam sepekan.
Menurut Muhadjir Effendy, kebijakan lima hari sekolah dengan durasi delapan jam setiap hari ditujukan untuk para guru, bukan siswa.
Hal ini disampaikan Muhadjir dalam acara pertemuan dengan para redaktur media massa, di Kemendikbud, Senayan, Jakarta, Selasa (12/7/2017).
" Mendikbud punya problem besar, itu mengenai beban kerja guru. Perundang-undangan Nomor 74 tahun 2008 disebutkan bahwa beban kerja guru (minimal) 24 jam tatap muka dalam satu minggu," kata Muhadjir.
Adapun pencapaian kuota jam mengajar tersebut merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan tunjangan profesi.
Kemudian, sebagian guru memilih mengajar di tempat lain demi memenuhi kuota tersebut.
Namun, cara ini akan sulit diterapkan oleh para guru di daerah. Sebab, biasanya jarak antara satu sekolah dengan sekolah lain cukup jauh atau akses jalan yang harus dilalui terbilang sulit.
Menengahi problematika itu, Kemendikbud meregulasi kebijakan belajar mengajar.
Sekolah dengan durasi delapan jam setiap hari menjadi wacana.
"Jadi, lima hari kerja (durasi) delapan jam itu mengacu pada guru, bukan jam siswa," kata Muhadjir.
Siswa yang punya kegiatan seperti mengaji, membantu orangtua, atau kegiatan lainnya di luar sekolah, tetap bisa menjalankan aktivitas tersebut.
Yang terpenting, kegiatan itu tetap dipantau oleh guru.
Muhadjir Effendy mengatakan, semua kegiatan siswa akan menjadi penilaian sekolah.
Nantinya, akan ada dua rapor yang diterima murid, yakni nilai pelajaran berupa angka dan rekaman kegiatan siswa.
"Sehingga kalau anak mengikuti sanggar tari atau kegiatan lain nanti itu jadi catatan. Begitu juga dengan (anak yang pada sore hari ikut) madrasah diniyah, akan menjadi catatan penilaian siswa," kata Muhadjir.
Buku penghubung
Staf Ahli Mendikbud Bidang Regulasi, Chatarina Muliana, menjelaskan, secara teknis, para siswa akan memegang satu buku yang berisi mengenai kegiatan yang dilakukan di luar sekolah.
Buku itu harus ditandatangani oleh pengajar atau pelatih kegiatan.
Dengan demikian kegiatan siswa di luar sekolah terverifikasi.
Dengan cara ini, guru tetap dapat memantau kegiatan siswa.
"Kan nanti ditanya, anaknya pada hari ini les tari atau enggak. Anaknya kan nanti bawa buku penghubung, pada tanggal dan hari sekian ikut latihan," kata Chatarina.
Ia mencontohkan, buku penghubung yang dimaksud itu seperti buku agenda kegiatan Ramadhan para siswa yang dibawa setiap bulan puasa.
Buku itu untuk mencatat seluruh kegiatan siswa selama Ramadhan.
"Kalau itu kan buku Ramadhan, kalau kami nanti buku penghubung lah istilahnya," ujar dia.
Kebijakan lima hari sekolah dengan durasi delapan jam tiap harinya mendapatkan kritik banyak pihak sejak dikeluarkan.
Sejumlah pihak menilai kebijakan tersebut serupa dengan full day school.
Sumber: Kompas.com