Pemerintah Pusat dan Pemprov NTT Gelar Semiloka Konvergensi Penanganan Stunting

mengatasi masalah stunting adalah dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat melalui Gerakan Masyarakat atau Germas

Penulis: Oby Lewanmeru | Editor: Rosalina Woso
zoom-inlihat foto Pemerintah Pusat dan Pemprov NTT Gelar Semiloka Konvergensi Penanganan Stunting
POS KUPANG/OBY LEWANMERU
Kepala Bappelitbangda Provinsi NTT, Lecky Frederich Koli, S.TP. M.Si

Pemerintah Pusat & Pemprov NTT Gelar Semiloka Konvergensi Penanganan Stunting

POS -KUPANG.COM|KUPANG --Pemerintah Pusat melalui Tim Percepatan Pencegaha Anak Kerdil (TP2AK) pada Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia (RI) dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT melalui Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) melaksanakan Semiloka Implementasi Kemitraan dalam Penanganan Konvergensi Stunting di Provinsi NTT.

Hal ini disampaikan Kepala Bappelitbangda Provinsi NTT, Lecky Frederich Koli, S.TP, M.Si mengatakan hal ini kepada POS-KUPANG.COM , Selasa (3/12/2019).

Menurut Lecky, pemerintah pusat bekerjasama dengan Pemprov NTT melalui Bappelitbangda NTT akan melakukan semiloka dalam rangkan pencegahan stunting di NTT.

Lecky mengatakan, beberapa tujuan dari semiloka itu, adalah untuk mensosialisasikan dan mengadvokasi program atau kegiatan pencegahan dan penanganan stunting oleh berbagai stakeholder di lokasi sasaran di kabupaten terpilih.

"Tujuan lain, yakni untuk menciptakan model pencegahan dan penanganan stunting terintegrasi di tingkat desa dan berikut untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya pencegahan dan penanganan masalah kekurangan gizi dalam penyiapan generasi masa depan yang unggul," kata Lecky.

Sedangkan sasaran dari semiloka itu, adalah pelaksanaan kegiatan ini adalah pemangku kepentingan terkait di tingkat provinsi dan kabupaten terpilih yaitu Kabupaten TTS (kasus tertinggi), Kabupaten TTU (prevalensi tertinggi) dan Kabupaten Kupang.

Dia mengharapkan dengan pelaksanaan kegiatan itu maka akan dirumusan rencana tindak lanjut berupa penyiapan teknis implementasi penanganan masalah malnutrisi – stunting pada lokasi desa sasaran kasus stunting di kabupaten terpilih untuk selanjutnya dapat dijadikan model penanganan bagi desa lain dalam kabupaten maupun di tingkat provinsi.

Ditanyai soal waktu pelaksanaam semiloka, ia mengakui, semiloka itu akan berlangsung pada tanggal 4-5 Desember 2019.

Dikatakan, saat ini Pemprov NTT maupun Kabupaten / Kota sedang menjaring komitmen penanganan masalah stunting pada komponen seperti, komitmen penanganan masalah stunting bersama seluruh lembaga keagamaan untuk advokasi masalah stunting dalam pendampingan pra-nikah yang dilakukan bagi pasangan yang akan menikah.

"Pada sub kegiatan ini disiapkan skenarionya oleh Dinkes dan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Komitmen kerja sama penyuluhan dan sosialisasi berbagai kegiatan pembangunan bagi masyarakat oleh perguruan tinggi dalam pelaksanaan KKN," katanya.

Menurut Lecky, penguatan komitmen dan advokasi penanganan masalah stunting pada berbagai kegiatan lembaga swadaya masyarakat lokal, kegiatan mitra internasional sesuai strategi nasional sesuai 5 pilar dan 8 aksi pencegahan dan penanganan stunting.

"Penetapan sasaran pelaksanaan kegiatan dengan mengacu pada hasil analisa situasi, rencana kegiatan dan rembug stunting (aksi 1 – 3) untuk tingkat kecamatan, desa, rumahtangga. Desa dan sasaran juga merupakan hasil irisan data kemiskinan," katanya.

Lebih lanjut dikatalan, penetapan sasaran berbagai kegiatan seperti rumah layak huni dan sanitasi maupun kegiatan pemberdayaan ekonomi dengan data dasar penerima Program Keluarga Harapan (PKH) yang diverifikasi bersama oleh lembaga keagamaan yang berada di kecamatan / desa untuk memastikan ketepatan sasaran.

Upaya peningkatan status gizi masyarakat, menurut Lecky, termasuk penurunan prevalensi balita pendek menjadi prioritas pembangunan Pemprov yang tercantum di dalam indikator Utama Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2018 – 2023.

Seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) adalah masa sejak anak di dalam kandungan sampai berumur dua tahun.

"Periode ini merupakan periode kritis pembentukan dan perkembangan otak yang berdampak pada kualitas sumber daya di masa depan. Keberhasilan membina kemampuan otak ini tergantung dari keberhasilan dalam memberikan nutrisi yang cukup dan tepat, ujarnya.

Dia juga banyak melihat lelompok anak dengan masalah gizi kurang pada waktu bayi dinyatakan hanya mampu menyelesaikan pendidikan dasar (sembilan tahun sekolah)," ujarnya.

Namun bila anak ingin menyelesaikan pendidikan tinggi, lanjut Lecky , maka anak harus berupaya lebih keras dibandingkan dengan mereka yang tidak mempunyai masalah gizi.

"Pemprov NTT menyadari bahwa masalah malnutrisi dalam 1.000 HPK di NTT ini sangat penting karena menentukan masa depan anak-anak di masa depan dan merupakan indikator kesejahteraan masyarakat," ujarnya.

Masalah malnutrisi yang dapat ditanggulangi dengan praktek pemberian makan bagi bayi baduta berbasis masyarakat sampai tingkat rumahtangga memerlukan dukungan yang kuat dari seluruh komponen pemerintah, Non Pemerintah, dan terutama masyarakat.

"Untuk itu dalam kebijakan RPJMD telah ditetapkan penanganan stunting sebagai quick win dan menjadi isu sentral penanganan lintas sektor, sub sektor oleh seluruh elemen pembangunan di daerah. Upaya penanganan stunting dilakukan melalui 5 (lima) pilar konvergensi, yaitu : (1) Komitmen pimpinan; (2) Kampanye Nasional; (3) Konvergensi, koordinasi dan konsolidasi; (4) Kebijakan Ketahanan Pangan; dan (5) Pemantauan dan Evaluasi," ujarnya.

Selanjutnya Lecky mengatakan, pada tataran operasional dilaksanakan melalui delapan aksi konvergensi (Analisis Situasi; Penyusunan Rencana Kegiatan; Rembug Stunting; Peraturan Bupati tentang Peran Desa; Pembinaan Kader Pembangunan Manusia (KPM); Sistem Manajemen Data; Pengukuran dan Publikasi Data; serta Reviu Kinerja Tahunan).

Penilaian kinerja dilakukan untuk memperoleh informasi : (1) Aspek kinerja apa saja yang sudah baik atau yang masih perlu ditingkatkan dari setiap kabupaten; (2) Pembelajaran antar kabupaten dalam wilayah provinsi (peer learning) untuk meningkatkan kualitas dan hasil pelaksanaan 8 aksi konvergensi/integrasi; dan (3) Perbandingan kinerja kabupaten dalam wilayah provinsi.

Dia mengakui, untuk Tahun 2019 sebagai tahun pertama pelaksanaan aksi, telah dilakukan penilaian kinerja konvergensi aksi 1 s/d aksi 4 bagi 21 kabupaten prioritas.

Sedangkan intervensi spesifik melalui Dinas Kesehatan meliputi, pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dan KEK, konsumsi suplemen tablet darah (Fe), Promosi dan konseling menyusui, promosi dan konseling pemberian makanan bayi dan anak (PMBA), tata laksana gizi buruk, PMT pemulihan anak kurus, pemantauan dan promosi pertumbuhan, suplemen kalsium dan pemeriksaan kehamilan, Imunisasi, Pengobatan diare,

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), Suplemen zink dan suplemen taburia serta pencegahan kecacingan.

"Sedangkan Intervensi sensitif meliputi Penyediaan akses air minum dan sanitasi (PUPR), Akses layanan Keluarga Berencana (BKKBN), Akses JKN dan Bantuan Uang Tunai Keluarga Kurang Mampu (PKH) maupun BPNT (Dinas Sosial), Parenting, konseling dan stimulan kunjungan rumah (Pendidikan, PPPA), Akses pangan baduta – Ibu Menyusui dan ibu hamil (Ketahanan Pangan), serta registrasi catatan sipil dan akta," ujarnya.

Upaya lain yang juga terus dilakukan pemerintah dalam mengatasi masalah stunting adalah dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat melalui Gerakan Masyarakat atau Germas.

"Germas menjadi sangat strategis karena merupakan kegiatan yang menitikberatkan pada kesadaran dan keterlibatan masyarakat. Dengan konsep gerakan masyarakat maka masyarakat akan menjadi pelaku utama sekaligus pemilik dari kegiatan pemberdayaan," katanya.

Tujuannya, yakni memunculkan kesadaran pada masyarakat dalam mencegah stunting adalah untuk mengedukasi masyarakat agar berperilaku sehat, membiasakan hidup sehat, dan memberikan tanggung jawab menjaga diri sendiri, keluarga, dan lingkungannya untuk hidup sehat melalui upaya preventif dan promotif.

VIDEO: Australia Sambut Baik TransNusa Masuk Darwin. Tonton Videonya Yuk

Rosalia Lombardo, Mumit Terindah di Dunia, Seperti Apa Penampakannya, Bisa Berkedip Bro

Karena upaya penanganan stunting di Provinsi NTT dilakukan dengan melibatkan masyarakat sebagai pelaku utama dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan (pemerintah sampai tingkat desa, RW dan RT, NGO/NSA, Badan Usaha Milik Pemerintah, Lembaga Keagamaan, Lembaga Perguruan Tinggi, Tokoh Masyarakat, dll) sesuai tugas pokok dan fungsinya maupun skema penanganan dan diintegrasikan dari hulu sampai hilir.

"Dengan keterlibatan masyarakat sampai dengan unsur pemerintahan di tingkat desa, maka diharapkan program penanganan yang diinisiasi akan berkelanjutan dan memberi dampak yang lebih efektif dan efisien," ujarnya.(Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Oby Lewanmeru)

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved