TRIBUN WIKI: Melihat Potensi Kawasan Wisata Hutan Wolobobo Negeri Diatas Awan di Ngada Flores
TRIBUN WIKI: melihat potensi kawasan wisata hutan Wolobobo negeri diatas awan di Ngada Flores
Penulis: Gordi Donofan | Editor: Kanis Jehola
TRIBUN WIKI: melihat potensi kawasan wisata hutan Wolobobo negeri diatas awan di Ngada Flores
POS-KUPANG.COM | BAJAWA - Berkunjung ke Kota Bajawa di Kabupaten Ngada Pulau Flores Nusa Tenggara Timur belum puas jika anda belum mengunjungi kawasan wisata hutan Wolobobo.
Kawasan wisata Wolobobo ini terkenal dengan sebutan negeri diatas awan. Menakjubkan bukan.
Anda akan menikmati bagaimana jika berada diatas bukit Wolobobo yang memiliki sejuta pesona. Dari Kota Bajawa hanya dengan jarak tempuh sekitar 15-20 menit saja dengan kendaraan bermotor.
• BMKG El Tari Kupang Rilis Sebaran Titik Panas di Nusa Tenggara Timur, Lihat Petanya
Anda tidak akan menyesal jika sampai dikawasan ini. Selain panorama alam yang menakjubkan, anda juga akan melihat hutan luas di kawasan Wolobobo.
Kawasan itu juga sudah disebut kawasan Hutan kemasyarakatan (HKm) yang memiliki potensi menjanjikan.
Kepala UPT KPH Wilayah Kabupaten Ngada, Kristianus Say, S.Hut., M.AP, menyebutkan sejarah Kawasan Hutan Wolobobo yaitu sejak zaman pemerintahan Belanda, kawasan hutan Wolobobo sudah ditetapkan sebagai kawasan hutan negara berdasarkan Zelbestur van Ngadha presiden van Timor Besluit Bosreserve 129/LK/21.
• Reaksi Ade Armando Dilaporkan Fahira Idris Terkait Meme Wajah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan
Kata Kristianus, penetapan kawasan hutan Wolobobo sebagai kawasan hutan negara juga dilakukan oleh Menteri Kehutanan pada tahun 1998, melalui SK. Menhut NO.579/KPTS/UB/2/1998 dengan total luasan 1.056,53 ha.
Sejak tahun 1973 sampai dengan tahun 1987 Pemerintah Kabupaten Ngada mulai melakukan penanaman tanaman kehutanan jenis Ampupu ( Eucalyptus urophylla ) melalui proyek reboisasi.
"Proyek ini tidak dilakukan di semua hamparan kawasan Wolobobo karena sudah terdapat tegakan vegetasi alam ± 150 ha, yang didalamnya terdapat 3 sumber mata air yang di akses oleh masyrakat Desa Rakateda II kecamatan Golewa Barat dan Desa Tiworiwu Kecamatan Jerebuu serta Desa Beja Kecamatan Bajawa," ungkap Kristianus, kepada POS-KUPANG.COM, Sabtu (2/11/2019).
Kristianus menjelaskan pada tahun 1995, terdapat 83 Kepala Keluarga (KK) dari desa Rakateda II melakukan perambahan kedalam kawasan hutan Wolobobo. Perambahan ini disebabkan karena terbatasnya lahan usaha di luar kawasan hutan.
"Perambahan ini menimbulkan konflik kepentingan antara Dinas Kehutanan Kabupaten Ngada tentang fungsi perlindungan kawasan Hutan dengan Masyarakat yang lebih mengutamakan pemanfaatan lahan dalam kawasan hutan untuk menanam tanaman semusim," ungkap Kristianus.
Kristianus menjelaskan pada tahun 1997, masyarakat dari lima desa sekitar kawasan hutan Wolobobo yaitu Desa Beja, Bomari, Tiwuriwu, Rakateda I dan Rakateda II melakukan perambahan besar-besaran dalam kawasan Hutan Wolobobo.
Lanjut Kristianus, berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi Partisipatif yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten Ngada, LSM Serbio Nusra Ngada memperoleh hasil luasan perambahan sampai dengan tahun 2001 adalah 481 Ha.
Kata, Kristianus, Dinas Kehutanan Kabupaten Ngada mengeluarkan kebijakan tentang Pembuatan Surat Kontrak pengolahan lahan dalam kawasan bagi para perambah.
Kebijakan tersebut tidak efektif karena para perambah masih tetap berorientasi mengelola lahan hanya untuk mengembangkan usaha pertanian (tanaman semusim) dan terus melakukan pengrusakan tanaman kehutanan dengan cara menebang pohon ampupu dan menggantikannya dengan tanaman dadap sebagai tanaman pelindung kopi.
"Selain menanam dadap dan kopi terdapat beberapa tempat dibiarkan terbuka/gundul," jelas Kristianus.
Kristianus menyebutkan pada tahun 2003 dilakukan upacara adat Ri'i (larangan untuk merusak hutan) yang dilakukan oleh masyarakat pengelola Kawasan Hutan Wolobobo yang difasilitasi oleh LSM Sebio Nusra Ngada dan Pemerintah Daerah Kabupaten Ngada.
Upacara adat ini cukup meredam tindakan pengrusakan hutan hingga saat ini. Dinas Kehutanan dan LSM Serbio Nusra Ngada tetap mendampingi dan memfasilitasi pembentukan Kelompok Tani Hutan (KTH) bagi masyarakat yang merambah Kawasan Hutan Produksi Wolobobo yang berjumlah 32 KTH yang tersebar di 3 kecamatan (Bajawa, Jerebuu dan Golewa).
"Pada tahun 2009 Dinas Kehutanan dan LSM Serbio Nusra Ngada melalui Bupati Ngada mengusulkan kepada Menteri Kehutanan Republik Indonesia agar 32 KTH mendapatkan ijin/legalitas Hutan Kemasyarakatan. Pada tanggal 23 November 2010 Menteri Kehutanan Republik Indonesia mengeluarkan ijin Penetapan Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan di Kabupaten Ngada provinsi Nusa Tenggara Timur seluas ± 652 Ha. Selanjutnya Bupati Ngada menetapkan kelompok pelaksana Hutan Kemasyarakatan (HKm) kabupaten Ngada dengan SK Nomor 95/KEP/DISHUT/2010," papar Kristianus.
Kristianus menjelaska gambaran hutan kemasyarakatan (HKm) Wolobobo Membangun Indonesia dari pinggiran, didefinisikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), salah satunya melalui program Perhutanan Sosial berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/2016.
Lebih lanjut, Kristianus menjelaskan Program perhutanan sosial merupakan sebuah program nasional yang bertujuan untuk melakukan pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan ekonomi melalui tiga pilar yaitu lahan, kesempatan usaha dan sumberdaya manusia.
Ia mengaku Perhutanan sosial memiliki 5 skema yaitu skema hutan Desa (HD), Hutan kemasyarakatan (HKm), Hutan tanaman Rakyat (HTR), Hutan Adat (HA) dan Kemitraan Kehutanan.
Ia menyebutkan Skema Hutan kemasyarakatan (HKm) sekarang ini sementara dilaksanakan di Kawasan Hutan Wolobobo sejak tahun 2010 sampai dengan saat ini.
Ia menyebutkan Pengelola Hutan Kemasyarakatan (HKm) Wolobobo sebanyak 32 Kelompok Tani Hutan (KTH) yang tersebar di 10 Desa dan 3 kecamatan (Desa Borani, Desa Bomari, Desa Langa Gedha, Desa Beja, Desa Bela Kecamatan Bajawa, Desa Tiworiwu II, Desa Tiworiwu Kecamatan Jerebuu, Desa Bepawe, Desa Rakateda II dan Desa Dizi Gedha Kecamatan Golewa Barat) dengan jumlah KK sebanyak 596.
Ia menjelaskan Pengelolaan lahan dilakukan dengan sistim 3 strata (strata satu tanaman kehutanan yang didominasi oleh pohon ampupu dan sengon, strata kedua tanaman perkebunan didominasi oleh tanaman kopi dan strata ketiga tanaman semusim, Toga dan pakan ternak.
"Dalam rangka Coaching Clinic "Kerja Bareng Jemput Bola" Percepatan Perhutanan Sosial serta fasilitasi dan verifikasi teknis Kemitraan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia melalui Direktur Persiapan Kawasan Perhutanan Sosial Ibu Ir. Erna Rosdiana, M. Si melakukan kunjungan ke Hutan Kemasyarakatan (HKm) Wolobobo pada hari Jumat tanggal 18 Oktober 2019," jelasnya.
"Banyak hal yang disampaikan beliau terutama terkait tentang hak dan kewajiban pemegang Ijin HKm. Beberapa kewajiban yang ditekankan adalah dilarang jual beli lahan dalam kawasan HKm dan tetap menjaga kelestarian hutan, Pemegang ijin wajib membuat perencanaan HKm, mulai dari budidaya sampai dengan pemungutan hasil," sambungnya.
Ia mengatakan Direktur Persiapan Kawasan Perhutanan Sosial Ibu Ir. Erna Rosdiana, menekankan tentang dampak Perhutanan Sosial dalam peningkatan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan hutan.
Kopi merupakan salah satu produk unggulan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dalam HKm Wolobobo. Kopi Arabika Flores Bajawa dengan cita rasa dan aroma yang kas menjadi salah satu kebanggaan petani HKm Wolobobo untuk dipromosikan ke pihak luar.
Selain kopi, Wolobobo juga menyimpan sejuta keindahan panorama alam yang mengundang banyak wisatawan baik lokal maupun manca negara.
"Bentangan alamnya sangat indah dan tidak terdapat di tempat lain, ini pernyataan dari Ibu Erna Rosdiana sambil berjalan menikmati indahnya pemandangan di Wolobobo," ungkapnya.
Ia mengaku Direktur Persiapan Kawasan Perhutanan Sosial
mencicipi Kopi Arabika Flores Bajawa yang disuguhkan oleh Penyuluh Kehutanan.
"Hal-hal yang disampaikan oleh Ibu Direktur Persiapan Kawasan Perhutanan Sosial yaitu memotivasi kepada Petani Pengelolah HKm Wolobobo untuk mengembangkan usaha dalam kawasan HKm demi peningkatan Pendapatan Petani dan tetap menjaga kelestarian hutan," paparnya.
Ia mengaku selain itu, Direktur Persiapan Kawasan Perhutanan Sosial menyatakan agar melakukan evaluasi setiap 5 tahun oleh pemberi ijin dan melakukan perlindungan dan pengembangan potensi yang ada.
"Melarang jual beli lahan dalam kawasan hutan, karena melanggar peraturan Perhutanan Sosial. Apabila hal ini dilakukan maka maka ijin akan segera dicabut oleh. pemberi ijin," tegas Kristianus. (Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gordi Donofan)