Oknum Guru Agama di Manado Tewas Ditikam Berkali-kali Oleh Siswa dengan Pisau, Ini Penyebabnya

Guru nahas itu bernama Alexander Pangkey (54), warga Desa Sasaran, Kecamatan Tondano Utara, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.

Editor: Agustinus Sape
Ade Pamungkas/tribun manado
Alexander Valentino Werupangkey tewas ditikam siswanya di SMK Ichtus Manado Sulawesi Utara, Senin (21/10/2019). Tampak keluarga menunggu kedatangan jenazah almarhum. 

Oknum Guru Agama Kristen di Manado Tewas Ditikam Berkali-kali Seorang Siswa dengan Pisau, Ini Penyebabnya

POS-KUPANG.COM - Seorang guru Agama Kristen di SMK Ichthus Manado Sulawesi Utara tewas ditikam oleh siswanya sendiri, Senin (21/10/2019).

Guru nahas itu bernama Alexander Pangkey (54), warga Desa Sasaran, Kecamatan Tondano Utara, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.

Kapolresta Manado Kombes Pol Benny Bawensel, ketika diwawancarai awak media, Selasa (22/10/2019) siang, sekitar pukul 14.30 Wita, mengatakan, kasus ini sedang ditangani Polresta Manado.

"Jadi, kronologi kejadian ini, berawal, Senin (21/10/2019) pagi, tersangka FL (16) warga Kelurahan Mapanget Barat, Kecamatan Mapanget, Kota Manado, Sulut, dan satu temannya terlambat masuk sekolah," kata Bawensel.

Lanjutnya, tersangka dan temannya itu diberi sangsi untuk menanam bunga di plastik.

"Setelah selesai melaksanakan sanksi, mereka berdua duduk di halaman sekolah sambil merokok," ucap Kapolresta.

Katanya juga, perilaku kedua siswa itu, dilihat oleh korban yang merupakan guru agama mereka.

"Di situlah korban menegur tersangka dan temannya agar tidak merokok," ujarnya.

Lanjutnya, teguran dari korban tidak diterima tersangka. Sehingga, siswa kelas dua itu pergi ke rumahnya mengambil pisau jenis stainless.

Saat tersangka kembali ke sekolah, dia bertemu dengan korban yang saat itu sudah berada di atas sepeda motor.

Dijelaskan Kapolresta, seketika, tersangka langsung menikam korban berulang kali.

"Korban terjatuh dari sepeda motornya, dan lari ke halaman sekolah sambil minta pertolongan," ujar Bawensel.

Lanjutnya, sayangnya, tersangka terus mengejar korban, dan kembali menikam korban berulang kali saat di halaman sekolah.

"Meski sudah kena tikam, korban sempat berdiri, dan kembali berjalan keluar dari halaman dan meminta pertolongan kepada guru lainnya," ujarnya.

Tambah Kapolresta, setelah puas menikam korban, tersangka langsung lari dari lokasi kejadian.

"Korban dilarikan ke rumah sakit Auri, dan dirujuk ke rumah sakit Malalayang. Namun sayangnya, korban meninggal dunia di rumah sakit Malalayang," jelasnya.

Dikatakan Kapolresta, untuk tersangka saat ini sudah dibawa ke Polresta Manado, untuk proses lanjut.

"Memang tersangka dibawa umur, tapi untuk proses kasusnya, kami mengenakan KUHP pasal 340 terhadap tersangka, dengan ancaman 20 tahun penjara," tegasnya.

Katanya juga, untuk motifnya, hanya karena  tersangka tidak terima teguran dari korban.

"Tersangka memang ada pengaruh alkohol semalam. Saat itu, korban tegur tersangka jangan merokok, dan tersangka sakit hati, pergi mengambil pisau di rumahnya, dan kembali menikam korban," jelasnya.

Alexander Werupangkey, korban penikaman oleh muridnya sendiri, dikenal baik, pendiam dan suka khotbah oleh keluarga.

Hal itu disampaikan oleh beberapa keluarganya, satu di antaranya Herri Werupangkey, adik korban, pada wartawan Tribunmanado.co.id pada pukul sekitar 12.50 Wita,  Selasa (22/10/2019).

Alex merupakan anak ke-3 dari 9 bersaudara.

Selain mengajar di SMK Ichtus, Alex juga merangkap jadi dosen di Institut Agama Kristen Negeri.

Ia juga merupakan seorang pendeta di Gereja Bethel.

Istrinya Silvia Nani Walalangi bekerja sebagai PNS.

Anaknya, Ais Werupangkey, berkuliah di UNPI Gereja Imanuel Semester 1.

"Dia orang yang baik,  pendiam, dan tak pernah berkelahi. Ia juga tak pernah kasar, ketika adik-adiknya berbicara ia hanya tersenyum saja dan berkhotbah," ungkap salah satu adik iparnya.

Pada pukul 13.25 Wita jenazah korban dipindahkan ke rumahnya di Malendeng Residence Lingkungan 8 dengan mobil ambulance.

Rencananya setelah dari rumahnya di Malendeng, Alex akan dimakamkan istrinya di Tondano,  Sasaran,  Lingkungan 2.

Sewaktu pintu keluar ruang instalasi jenazah keluar, keluarga berbondong bondong masuk. 

Istrinya, mendekat ke jenazah dengan isak tangis yang menderu deru.

Anaknya Ais Werupangkey, memeluk kerabatnya dengan kepala merunduk kepundaknya, terlihat ia sedang bersedih dalam pelukan tersebut.

Ketika anaknya mendekat ke jenazah ayahnya, ia menjerit tidak karuan sebanyak dua kali diikuti dengan isak tangis.

Jenazah masuk mobil ambulance, ditemani dengan istri,  anak dan kerabat lainnya.

Menanggapi peristiwa itu, Toar Palilingan MH, pengama Hukum dari Unsrat, mengatakan, ini sudah sangat keterlaluan.

"Guru yang mengbadikan hidupnya untuk masa depan anak didiknya harus mengakhiri hidupnya di ujung belati sang anak didik," kata Palilingan, kepada tribunmanado.co.id, Senin (21/10/2019) malam, sekitar pukul 22.30 Wita.

Katanya, ini suatu peristiwa yang sulit diterima secara akal sehat.

"Guru kadang kala, dalam melakukan pembinaan agak keras pada anak didik, semata-mata hanya karena keinginan untuk memperbaiki sikap, yang keliru dari anak didik, bukan karena tindakan emosional tanpa tujuan," jelasnya.

Lanjut Palilingan, peristiwa ini sangat mencoreng dunia pendidikan di Sulawesi Utara, yang selama ini mampu menoreh prestasi di Olimpiade Siswa Nasional.

"Tentu, karena hasil didikan para guru-guru yang memiliki reputasi yang baik. Lepas dari pelaku masih di bawah umur, namun hukum tetap harus ditegakkan dan peristiwa ini harus menjadi pelajaran bersama agar tidak terulang kembali pada waktu-waktu mendatang," tegasnya.

Dikatakannya, ingat, sebagian waktu anak-anak kita, saat sekolah berada di tangan para guru-guru, sehingga para orang tua perlu menanamkan nilai-nilai moral kepada anak-anak.

"Itu agar mereka, menghormati dan menghargai para guru, yang juga adalah orang tua dari anak-anak didik, selama mereka berada dalam tanggung jawab para guru," katanya.

Ditegaskannya juga, hukum tetap diberlakukan untuk pelaku anak di bawah umur, hanya akan mendapat perlakuan yang berbeda.

"Sistem peradilannya juga akan berbeda, yakni mengikuti sistem peradilan anak. Baik sejak proses penyidikannya, maupun penahanannya, akan disesuaikan dengan ketentuan perundangan bagi anak di bawah umur," ucapnya.

Sumber: TribunManado

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved