Virus Demam Babi Afrika Jadi Ancaman Kesehatan dan Kehidupan Sosial Ekonomi Warga NTT

Virus Demam Babi Afrika jadi ancaman kesehatan dan kehidupan sosial ekonomi Warga NTT

Penulis: Ryan Nong | Editor: Kanis Jehola
POS-KUPANG.COM/RYAN NONG
Tim dari Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Republik Indonesia bersama para peneliti Supply Chain Komunitas Babi NTT dan Redaksi Pos Kupang usai diskusi tentang Virus ASF pada Rabu (2/10/2019). 

Virus Demam Babi Afrika jadi ancaman kesehatan dan kehidupan sosial ekonomi Warga NTT

POS-KUPANG.COM | KUPANG -- Virus Demam Babi Afrika (  African Swine Fever/ASF) yang kini tengah menyerang ternak babi di beberapa wilayah negara Timor Leste ( RDTL) menjadi ancaman serius bagi kesehatan serta kondisi sosial dan ekonomi Indonesia terlebih masyarakat Provinsi NTT.

Wilayah NTT yang merupakan wilayah yang berbatasan darat langsung dengan negara RDTL diakui berpotensi mendapat penularan dari virus yang diketahui belum memiliki obat antivirus itu.

Dua Prajurit KRI Layang-635 Naik Pangkat

Hal ini diungkapkan para peneliti Supply Chain Komunitas Babi NTT saat diskusi bersama tim Direktorat Kesehatan Hewan Dikjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian dan redaksi Harian Pos Kupang di Kantor Pos Kupang pada Rabu (2/10/2019).

Menurut peneliti, Provinsi NTT yang dikenal sebagai salah satu tempat dengan populasi ternak babi menjadi terancam dengan adanya virus ini jika tidak segera dilakukan upaya pencegahannya baik oleh pemerintah atau masyarakat.

Penyidik Tipikor Polres TTS Ambil Keterangan Saksi Ahli LKPP di Kupang

"NTT kental dengan "Babi Minded" dimana transisi kehidupan orang NTT butuh babi, sehingga posisi babi tidak hanya penting secara ekonomi tapi juga penting secara sosial budaya," ujar Ferdinandus Rondong, peneliti Supply Chain Komunitas Babi NTT.

Rondong mengatakan, saat ini diperkirakan ada sekitar 535 ribu peternak babi di NTT, baik itu peternak besar maupun peternak tradisional serta kelompok. Untuk data populasi babi tahun 2018 untuk wilayah NTT diperkirakan sekitar 2 juta ekor.

Rondong juga mengatakan, untuk kebutuhan pengolahan daging babi untuk Sei di wilayah Kupang sendiri berkisar 600 hingga 700 ekor perhari.

Dengan kondisi demikian, ujar Rondong, perlu upaya serius dari pemerintah maupun masyarakat untuk melakukan tindakan pencegahan terhadap penularan virus tersebut.

Apalagi karena sebagian besar merupakan peternakan rakyat, maka dapat dipastikan biosecurity sangat rendah sehingga sangat potensial terjangkit.

Koordinator Liputan Pos Kupang Ferry Jahang menjelaskan, secara ekonomi sebagian besar warga NTT ditopang oleh usaha ternak babi. Ternak babi ini memang tidak hanya ditujukan untuk urusan komersial tetapi juga untuk urusan non komersial seperti urusan adat istiadat dalam seluruh alur kehidupan sosial.

Oleh karenanya, lanjut Ferry, perlu upaya serius untuk pencegahan tertularnya ternak babi di wilayah NTT oleh Virus ASF dari Timor Leste.

Sementara itu, Kementerian Pertanian menurut Drh. Pudjiatmoko Phd, Medik Veteriner Utama dari Direktorat Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Republik Indonesia sudah membuat surat edaran ke 10 gubernur termasuk gubernur NTT untuk aplikasi antisipasi terhadap penyebaran virus ini baik dari kebijakan maupun pelaksanaan teknis operasional.

"Yang terakhir virus sudah sampai di Timor Leste, kita harus cepat melakukan tindakan," ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa Kementerian Pertanian sudah mempersiapkan dan melakukan tindakan-tindakan untuk menghadapi potensi penyebaran virus demam babi afrika di Indonesia.

Sumber: Pos Kupang
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved