BPR di NTT Jangan Spekulasi Beri Kredit
BPR di NTT jangan spekulasi dalam memberikan kredit, BPR harus tahu apa dampak yang akan terjadi di kemudian hari
Penulis: Yeni Rachmawati | Editor: Hermina Pello
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di Nusa Tenggara Timur (NTT) harus menerapkan strategi yaitu penguatan capacity building, dengan memperkuat kompetensi dan pengetahuan.
Karena aktivitas bisnis yang paling dominan di BPR adalah kredit dan itu sumber risiko yang membuat bank cepat kolaps.
"Bila kredit ditanam sembarangan dan usahanya macet, maka likuiditas bank terganggu. Secara umum Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau agar BPR tetap menerapkan tata kelola yang baik dan manajemen risikonya," kata. Kepala Kantor OJK NTT, Robert Sianipar pada Senin (16/9/2019). Ia berbagi strategi agar BPRtidak mengalami kolaps seperti di Denpasar,19),
Bila menanam kredit, katanya, minimal harus mengetahui risikonya dan jangan spekulatif."Misalnya, apa yang sedang booming, melirik lima tahun lalu sedang booming properti semua masuk ke sana.
Begitu tanah dan properti menjadi komoditi yang diperjualbelikan kemudian pasarnya turun akan mangkrak.
Sementara sumber pengembaliannya dari keuntungan jual beli itu. Itulah kondisi Bali lima tahun lalu. Di sana satu are dijual Rp 1 miliar dan diberikan kredit, tapi waktu itu sedang booming, orang spekulasi, begitu marketnya turung barang masih tertahan tidak ada pembeli," terangnya.
Kata Robert, bila memakai uang pribadi tidak masalah tapi kalau pakai uang bank, tapi tidak bisa kembalikan kredit akhirnya bank tertanam karena tidak ada pemasukan bunga.
• KSP Tanaoba Lais Manekat Jangkau Semua di daratan Flores
• Pelindo Berlakukan Delivery Order Online, Pengusaha Terhindar Pungli?
"Darimana membiayai operasional, likuiditas terganggung, begitu juga dengan cash rasio. Karena cash rasio dibawah tiga persen rata-rata enam bulan terakhir, atau rasio permodalan dibawah empat persen maka bank tersebut masuk dalam pengawasan intensif. Maka bank tersebut dikasih waktu untuk setor modal kalau pemilik tidak punya uang untuk setor modal maka bisa cabut ijin usaha.
Jadi sebenarnya tidak sakit tiba-tiba tapi ada prosesnya," tukasnya.
Robert mengatakan kondisi BPR di NTT tergolong sehat. Tapi bila dipakai indikator permodalan sehat, ada yang empat persen. Tapi itu karena kurang jualan dan tidak menyalurkan kredit. Tapi ingat jangan spekulatif.
Lanjutnya, bank harus membatasi pada sektor tertentu tidak bisa menanam semua fortopolio di situ.
"Kondisi BPR yang tutup di Bali bisa menjadi pembelajaran untuk BPR yang ada di NTT. Jangan membiayai spekulatif, ada manajemen risiko yang efektif dan ada limit risiko konsentrasi," tukasnya. (Laporan reporter POS-KUPANG.COM, Yeni Rachmawati)