Siswa SMPN I Bajawa Ajak Masyarakat Jangan Bakar Hutan

Sebanyak 50 siswa SMPN 1 Bajawa dalam aksi literasi alam terbuka (ekoliterasi).

Penulis: Gordi Donofan | Editor: Rosalina Woso
POS KUPANG/GORDI DONOFAN
Siswa SMP Negeri I Bajawa saat berada di di puncak bukit Nangge Mba'a, di Kurubhoko, Desa Nginamanu, Kecamatan Wolomeze, Kabupaten Ngada, Jumat (30/8/2019). 

Siswa SMPN I Bajawa Ajak Masyarakat Jangan Bakar Hutan

POS-KUPANG.COM | MBAY --Sebanyak 50 siswa SMPN 1 Bajawa dalam aksi literasi alam terbuka (ekoliterasi).

Kegiatan itu bertujuan menggugah kaum milenial dimana pun, agar berjuang melawan kejahatan terhadap alam.

Para siswa menyampaikan seruan keras mereka terhadap perilaku manusia yang terus merusak alam, yang menyebabkan alam semakin menderita dan mengancam kehidupan generasi mendatang.

Siaran pers yang diterima POS-KUPANG.COM, Senin (2/9/2019) menyebutkan seruan itu disampaikan dalam kegiatan literasi alam terbuka di puncak bukit Nangge Mba'a, di Kurubhoko, Desa Nginamanu, Kecamatan Wolomeze, Kabupaten Ngada.

Di bukit ini dan dua bukit lainya ada lebih dari 100 hektar lahan yang dijadikan kawasan reboisasi oleh Yayasan Puge Figo Tanawolo, sejak lima tahun terakhir.

Sebagai upaya untuk menghutankan kembali bukit ini dan sekitarnya yang dari tahun ke tahun tak pernah luput dari kebakaran akibat ulah manusia yang menyertai kebiasaan berburu.

Pembakaran hutan yang terjadi bertahun-tahun itu telah menyebabkan sejumlah mata air kering dan tak lagi memberi kehidupan, rusaknya ekosistem sehingga banyak spesies hewan dan jenis tumbuhan yang punah.

Tanah semakin tandus dan hanya ilalang menghiasi bukit-bukit kritis ini.

Kaki-kaki kecil para siswa, pagi itu lincah menapak punggung bukit ini menuju puncak. Menyisakan jejak-jejak, seakan memberi pesan kepada khalayak untuk ikut peduli.

Mereka memanfaatkan momen bulan kemerdekaan sebagai bentuk perjuangan mewujudkan kemerdekaan ekologi demi keutuhan ciptaan.

Kegiatan ini juga sebagai implementasi kegiatan Tri Hari Bincang Literasi yang diselenggatakan sekolah ini sejak tanggal 27 Agustus 2019.

Pada hari ketiga Bincang Literasi dilakukan dalam bentuk aksi nyata di alam terbuka. Di sini, selain menyerukan keprihatian akan kondisi alam yang terus dirusak, para siswa berliterasi dengan alam.

Keprihatinan mereka dituangkan melalui aktivitas menulis. Ilalang yang terus menari dihempas angin gunung memacu pena mereka ikut menari memintal gagasan sehingga menjadi tulisan yang bernas.

Di sini, di alam yang sedang sakit, para milenial meracik kata untuk merajut harapan agar alam kembali ceria. Para milenial ini yakin, pintalan kata mereka masih berdaya dan bertuah.

Para milenial cilik ini juga merajut sebuah 'ritual" menyiram benih dalam bentuk biji-bijian. Dengan menabur biji-bijian ini, mereka menabur kembali kehidupan yang nyaris punah agar kembali tumbuh dan merekah di dimasa depan.

Dengan masing-masing segenggam biji-bijian menaburkan kehidupan untuk menimba mata air, bukan air mata.

Di puncak bukit Nangge Mba'a, sekitar 50 siswa disaksikan para guru dan para penjaga hutan dari Yayasan Puge Figo menyampaikan seruan singkat mereka,

"Kami Generasi Milenial Menyerukan: Stop Membakar Hutan dan Merusak Alam." Disusul dengan menyanyikan lagu "Indonesia Tanah Air Beta" dan pekik MERDEKA!! Aksi ini sebagai bentuk kampanye kepada semua pihak untuk peduli dan mencintai alam sebagai sumber kehidupan.

Kegiatan ini bekerja sama dengan Yayasan Puge Figo Tanawolo. Yayasan ini bersinergis dengan pihak manapun dalam mengampanyekan budaya cinta lingkungan melalui aksi nyata bersama.

Yayasan yang berkedudukan di Kurubhoko itu kedepankan misinya di bidang konservasi alam, pemberdayaan ekonomi rakyat dan pendidikan ekologi.

Ekoliterasi menjadi bagian stategis dalam misi ini, guna memberi edukasi kepada siswa untuk mencintai alam yang berarti mencintai kehidupan. Karenanya kegiatan literasi di SMPN 1 bajawa seperti gayung bersambut dengan misi yang diemban yayasan.

Terkait dengan hal itu Ketua Yayasan Puge Figo, Emanuel Djomba memberi apresiasi kepada lembaga SMPN 1 Bajawa yang menaruh perhatian yang besar pada anak melalui ekoliterasi dan mengajak anak-anak terjun ke alam terbuka.

"Kami senang karena sikap peduli alam pada anak-anak diwujudkan melalui aksi nyata," kata Emanuel.

Emanuel mengatakan selama ini pihaknya sudah menggelar berbagai kegiatan ekoliterasi kepada para siswa di berbagai sekolah.

Ini untuk menanamkan nilai cinta pada lingkingan sebagai ciptaan Tuhan untuk memberi kehidupan kepada manusia.

Terkait literasi di alam terbukan ini salah seorang siswa, Stiven mengatakan sangat senang bisa turun langsung ke alam. Kegiatan ini sebagai bentuk menanamkan nilai cinta pada alam kepada generasi muda yang nota bene pemilik masa depan.

Stiven mengajak kaum milenial agar mencintai alam dan memberi dukungan pada semua pihak yang dengan gigih menjaga dan melestarikan alam, meski sulit karena menghadapi dengan kebiasaan merusak, seperti budaya membakar hutan yang sering melanda wilayah ini.

Sememtara siswa lainnya, Natalia mengatakan sebagai generasi penerus, kami tidak ingin kehilangan masa depan yang disebabkan kejahatan merusak alam.

Karena, tegas Natalia menganalogikan, kehilangan masa depan tidak sama dengan kehilangan dalam pemilihan umum atau pun rugi dalam pasar saham.

Tetapi, lanjut Natalia dalam suara lantang, kehilangan masa depan itu berpengaruh pada hancurnya alam yang berarti hancurnya atau hilangnya kehidupan dan keutuhan ciptaan.

Itu sebabnya, Natalia mengajak para milenial agar terus mengangkat isu ini dan mengingatkan banyak orang, agar terus menbuhkkan budaya cinta alam.

Dan kepada para pelaku kejahatan terhadap alam, atas nama kaum milenial pemilik masa depan, dia menyerukan dengan tegas agar stop sudah membakar hutan dengan tujuan murahan sesaat dan menolak perilaku kejahatan terhadap alam.

Natalia juga minta perhatian kepada pemerintah agar serius menangani persoalan lingkungan dan berupaya mencegah upaya merusak alam termasuk dalam balutan investasi. Selain itu menindak para perusak alam yang terus semaunya mengeksploitasi alam.

Perilaku masyarakat yang membakar hutan terutama untuk tujuan kesenangan sesaat melalui berburu, harus dihentikan. Karena menurut dia bencana akibat ulah manusia telah menyebabkan rusaknya ekosistim dan punahnya spesies kehidupan di wilayah Wolomeze.

Terkait dengan kegiatan literasi di alam terbuka, guru SMPN 1 Bajawa, Ignasius Sabinus Satu memgatakan kegiatan ini merupakan bagian dari pendidikan ekologi guna menumbuhkan nilai dan kecintaan pada alam dalam membangun kembali keutuhan ciptaan.

Melalui kegiatan ini tumbuh sikap rasa memiliki dan merekat persaudaraan antar siwa dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan.

Melalui wahana literasi menulis, kata Uno demikiam guru ini biasa disapa, para siswa dapat mengampanyekan tentang alam untuk kehidupan melalui karya tulis mereka seperti: berita, feature, oponi dan puisi. Karya ini kemudian dipublikasikan melalui media (mading) sekolah, media sosial, media online maupun cetak.

Literasi di alam terbuka juga mengandung pesan bahwa siswa bisa belajar darimana saja, dimana saja, dan dari siapa saja.

Alam terbuka juga menjadi sekolah untuk kehidupan dan dari sana siswa dapat belajar dari kearifan alam.

Melalui mendaki mereka juga belajar nilai perjuangan hingga ke puncak, juga perjuangan para penjaga hutan yang dijumpai, untuk terus menjaga alam.

Siswa SMK Negeri I Aesesa Praktek di Dinas Kominfo Ngada

Hotman Paris Hutapea Pamer Kedekatannya dengan Prabowo Subianto & Tunjuk Komitmen pada Kopi Johny

"Di reboisasi itu para penjaga terus siaga jangan sampai terbakar dan rusak," kata Uno mencontohkan.(Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Gordi Donofan)

Sumber: Pos Kupang
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved