Ditemukan 323 Lokasi Eksekusi Mati di Korut, Hasil Penelitian Transitional Justice Working Group
Kelompok Hak Asasi Manusia yang berbasis di Seoul, Korea Selatan, mengklaim telah mengidentifikasi 323 situs eksekusi publik di Korea Utara.
Ditemukan 323 Lokasi Eksekusi Hukuman Mati di Korea Utara, Hasil Penelitian Transitional Justice Working Group
POS-KUPANG.COM, SEOUL - Kelompok Hak Asasi Manusia yang berbasis di Seoul, Korea Selatan, mengklaim telah mengidentifikasi 323 situs eksekusi publik di Korea Utara.
Seperti diketahui, Korea Utara telah menerapkan penggunaan hukuman mati secara agresif.
Diwartakan Sky News, organisasi HAM Transitional Justice Working Group juga telah mendokumentasikan 25 tempat yang diduga menjadi lokasi pembuangan mayat seusai dieksekusi.
Lebih dari 600 pembelot Korea Utara yang tinggal di Korea Selatan diwawancarai untuk laporan tersebut.
Mereka membantu menemukan lokasi dengan menggunakan citra satelit.
Penduduk dan anggota keluarga terpidana mati sering dipaksa untuk menghadiri eksekusi publik, yang cenderung dilakukan di dekat sungai, ladang, bukit, di pasar, bahkan di halaman sekolah.
Pembelot yang diwawancarai mengklaim telah menyaksikan lebih dari 10 orang dieksekusi pada saat yang sama, dengan ratusan orang berkumpul untuk menyaksikannya.
"Eksekusi bertujuan menanamkan budaya ketakutan di antara masyarakat biasa," kata Direktur Penelitian Transitional Justice Working Group, Sarah A Son.
Penelitian menemukan 35 laporan eksekusi publik dilakukan di tepi sungai, yang diyakini telah dipakai sebagai lokasi eksekusi sejak 1960-an.
Sementara itu, sekitar 6 eksekusi dilakukan dengan cara digantung, sementara ada 29 lainnya yang dieksekusi oleh regu tembak.
Meski demikian, lokasi pasti dari situs eksekusi itu bisa saja dirusak oleh pihak berwenang Korea Utara.
Selain itu, peneliti juga tidak memiliki akses langsung ke Korea Utara dan tidak dapat mengunjungi situs-situs eksekusi.
Transitional Justice Working Group merupakan organisasi non-pemerintah yang didirikan oleh aktivis pembela HAM dan peneliti dari Korea Selatan, serta empat negara lainnya.
Laporannya dibiayai oleh National Endowment for Democracy, yang berbasis di Washington DC dan didanai oleh Kongres AS.
Sementara itu, kantor kepresidenan Korea Selatan, Cheong Wa Dae, menyatakan pertemuan KTT dengan Korea Utara pada bulan ini kemungkinan akan sulit digelar.
Diwartakan Yonhap News, pernyataan tersebut dikeluarkan untuk menanggapi spekulasi tentang pertemuan Presiden Korsel Moon Jae-in dengan pemimpin Kim Jong Un, sebelum Presiden AS Donald Trump berkunjung ke Seoul pada akhir bulan ini.
"Secara realistis, nampaknya terlalu sulit untuk menggelar KTT antar-Korea pada bulan ini," demikian pernyataan seorang pejabat kantor kepresidenan.
Meski demikian, Korsel selalu membuka pintu untuk mengadakan pertemuan dengan Korut.
"Kami tidak bisa bilang pasti KTT antar-Korea tidak akan segera digelar akhir Juni," ucap pejabat tersebut secara anonim.
"Negosiasi bisa digelar secepatnya setelah persyaratan terpenuhi," imbuhnya.
Pada pekan lalu, pejabat tinggi kepresidenan memberikan catatan dengan label "optimistis dengan hati-hati" tentang kemungkinan mengadakan KTT antar-Korea ke depannya.
Pernyataan itu pun disambut dengan spekulasi kemungkinan KTT antar-Korea akan digelar pada Juni.
Sementara, Trump dijadwalkan berkunjung ke Seoul setelah menghadiri KTT G20 di Jepang pada 28-29 Juni 2019.
Seperti diketahui, Moon dan Kim pernah menggelar tiga pertemuan antar-Korea pada tahun lalu, termasuk dua di desa perbatasan Panmunjom pada April dan Mei 2018.
Satu lagi pertemuan keduanya digelar di Pyongyang pada September 2018.
Moon berharap dapat bekerja sebagai mediator antara AS dan Korut agar Kim Jong Un dapat menyerahkan senjata nuklir di negaranya.
Pembicaraan denuklirisasi antara AS dan Korut saat ini masih terhenti sejak pertemuan kedua Kim dan Trump di Vietnam pada Februari 2019 tidak membuahkan hasil.