Prabowo-Sandi Masih Bisa Menang di MK
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harunmenganggap ada celah kemenangan dari pihak pasangan calon (paslon) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno untuk menang gugat
"Pemohon dan pihak terkait jadi kalau saya bicara tentang 3 paradigma," kata Refly.
"Paradigma pertama adalah paradigma yang memang terdapat pada UU MK itu paradigmanya adalah permohonan itu sederhana sekali soal hitung-hutangan saja."
"Kalau terbukti kemudian dikabulkan, kalau tak terbukti ditolak jadi tidak ada pemungutan suara ulang, penghitungan suara ulang," sambungnya.
Refly Harus kemudian menjelaskan perubahan paradigma tersebut di bawah era kepemimpinan Mahfud MD, yang menjabat sebagai Ketua MK, tahun 2008.
"Dalam konteks ini UU ini sebenarnya sudah berubah paradigmanya ketika 2008 di bawah kepemimpinan Pak Mahfud itu sudah tidak lagi sekedar bicara tentang hitung-hitungan," ujarRefly Harun.
"Karena ketika itu Pak Mahfud di bawah kepemimpinanannya memerintahkan pemilihan suara ulang, dan penghitungan suara ulangnya tidak diatur di hukum acara di UU no 24 tahun 2003, maka kemudian munculah paradigma baru keadilan substantif progresif."
Lalu Refly menerangkan soal kebijakan MK yang berubah semenjak Mahfud MD menjabat sebagai ketua.
• Laga Lawan Arema Diundur, Pemain Maung Bandung Persib Tak Ada Tambahan Jadwal Libu
"Untuk di Pilpres sejak 2004, 2009 dua permohonan dan kemudian 2014 doktrin TSM ini dipakai juga oleh para pemohon tapi memang belum ada yang sukses belum ada yang sukses untuk kemudian bisa meyakinkan MK sudah terjadi pelanggaran yang TSM tersebut," katanya.
Refly lalu melihat ada dua aspek yang ingin diperjuangkan oleh BPN Prabowo-Sandi.
"Sekarang kalau saya lihat dan baca permohonan sesungguhnya ada dua aspek yang mau disorong, satu aspek kualitatif dan aspek kuantitatif," ujar Refly Harun.
"Aspek kualitatif itu sepertinya lebih diutamakan dibanding kuantitatif terbukti argumentasinya itu didahulukan."
"Saya catat ada 5 argumentasinya pertama adalah penggunaan dana APBN dan atau program pemerintah untuk memenangkan calon 01."
"Yang kedua itu soal netralitas aparat dalam hal ini kepolisian dan intelijen, yang ketiga penyalahgunaan birokrasi dan BUMN."
"Yang keempat restriksi media yang menyebut juga ILC kok enggak tayang Indonesia Lawyers Club, yang kelima mengenai penyalahgunaan atau diskriminasipenegakan hukum," imbuh Refly Harun.
Refly Harun kemudian menyinggung pertanyaan, soal mengapa hanya para tokoh dari kubu 02 yang ditangkap.