Pengolahan Sampah Medis di Nusa Tenggara Timur Masih Sebatas Wacana

Pengolahan sampah medis (limbah bahan beracun, berbahaya) di Provinsi Nusa Tenggara Timur nampaknya masih sebatas wacana.

Penulis: Laus Markus Goti | Editor: Adiana Ahmad
POS-KUPANG.COM/ Laus Markus Goti
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Nusa Tenggara Timur sedang menjelaskan pengolahan limbah medis dalam rapat pertemuan pembentukan UPTD limbah B3 di Biro Organisasi Pemprov NTT 

Pengolahan Sampah Medis di Nusa Tenggara Timur Masih Sebatas Wacana

Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Laus Markus Goti

POS-KUPANG.COM | KUPANG- Pengolahan sampah medis (limbah bahan beracun, berbahaya) di Provinsi Nusa Tenggara Timur nampaknya masih sebatas wacana.

Sampai saat ini pengolahan sampah medis tidak berjalan optimal.

Setiap hari LB 3, akumulasi dari semua Rumah Sakit dan puskemas di NTT mencapai 1.200 Kg. Ini tersebar di tiga titik di Flores, Timor dan Sumba.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jefri Kapitan, kepada POS-KUPANG.COM, Kamis (16/5/2019) di Ruang Biro Organisasi Pemprov NTT, mengatakan, data 1.200 sampah medis tersebut merupakan kondisi pada tahun 2018.

"Dari waktu ke waktu pasti terus meningkat di sisi lain, kita belum bisa mengolah sampah medis secara optimal," ungkapnya.

RS. St. Carolus Borromeus Tidak Bisa Tampung Sampah Medis Rumah Sakit Setiap Hari

Ia menegaskan, jika persoalan sampah medis tidak ditangani secara baik, maka akan mengancam program besar Gubernur NTT yaitu Pariwisata. "Dampak tata kelola limbah medis yang tidak optimal ialah ancaman kesehatan masyarakat dan lingkungan," tegasnya.

Kendala mandeknya pengolahan sampah medis ialah ketiadaan incenerator (pembakar) sampah medis). Di NTT, Rumah Sakit yang memiliki incenator hanya Rumah Sakit Carolus Boromeus Kupang.

Sementara itu, Rumah Sakit yang lain hanya memiliki tempat penampungan sementara. Lebih parah lagi, kata dia, ada rumah sakit yang tidak memiliki tempat penampungan sementra atau TPSnya rusak.

Beberapa bulan lalu, lanjutnya, pihak Kementerian Lingkungan Hidup RI melakukan kunjungan kerja ke NTT guna membicarakan pengolahan sampah medis.

RSUD Waikabubak Siap Perbaiki Penanganan Sampah Medis

"Ada kesepakatan dengan Pemrov NTT untuk melakukan diskresi sampah medis di PT. Semen, namun sampai saat ini perizianannya belum keluar. Rencana April atau awal Mei namun sampai saat ini ijin dari Kementerian belum keluar," ungkapnya.

Ia menjelaskan, untuk penanganan limbah media secara standar mesti memiliki sebuah kelembagaan atau bisa dimungkinkan dilakukan dengan pola kemitraan dengan pihak swasta.

Namun, lanjutnya, secara ekonomis tidak menguntungkan pihak swasta. "Kalau 2.000 perhari, baru bisa untung secara ekonomis," ungkapnya.

Akan tetapi lanjutnya, Pemerintah harus segera mengatasi pengolahan limbah medis. "Seberapa pun jumlah limbah medis harus kita atasi karena ini sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan," ungkapnya.

Begini Dampak Negatif bagi Manusia Bila Sampah Medis Disalahgunakan

Oleh karena itu, kata dia, pihaknya tengah membahas pembentukan kelembagaan yang dikenal dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) untuk atasi masalah sampah medis.

"Ini tentu membutuhkan proses dan waktu, yang mana mesti ada sumber daya manusia, sarana dan prasarana dan dukungan penyelenggaraan. Jadi kita masih berproses," ungkapnya.

Sementara itu, Rudi Lasmono yang merancang UPTD dimaksud menjelaskan, UPTD tersebut tipe A yang terdiri dari Kepala UPT, Kabag usaha dan dua kepala seksi. Kepala seksi, kata dia, akan menangani pengangkutan sampah medis dan operasional alat pembakar sampah.

Lanjutnya, pihaknya juga tengah memikirkan lokasi dimana alat pembakar diadakan. "Kita masih pikirkan, minimal jaraknya 70 m dari pemukiman warga, tinggi cerobongnya 20an m. Saat ini kita tengah pantau beberapa lokasi, yang cocok sejauh ini di Kantor LKH yang lama di Mapoli" ungkapnya.

Sebanyak Ini Produksi Sampah Medis dari 12 Rumah Sakit di Kota Kupang

Di Kota Kupang 7 Rumah Sakit Bakar Sampah Medis di RS. Carolus Borromeus

Di Kota Kupang ada 7 Rumah Sakit di Kota Kupang yang membakar sampah medisnya di Rumah Sakit Borromeus.

Sementara itu daya kapasitas incenerator di Borromesus sehari hanya bisa membakar hingga 100 Kg sampah medis.

"Kemandekan pasti ada, karena incenerator kami ini kapasitasnya kecil dan pas untuk rumah sakit yang kecil seperti kami, yang jelas tidak bisa mengatasi satu Kota Kupang,"

Demikian dijelaskan Direktur RS. CB, Dokter Herly Soedarmadji, yang ditemui POS-KUPANG.COM beberapa waktu lalu.

"Sekarang ada MoU dengan 7 Rumah Sakit, tapi kita tidak bisa setiap hari terima sampah medis dari mereka. Kalau di TPS kita masih penuh, terpaksa kita tolak," ungkapnya.

Ia mengatakan, pihaknya tidak bisa memaksa kerja alat karena akan berdampak alatnya akan cepat rusak.

"Kami dalam konteks ini hanya membantu tapi untuk menyelesaikan soal medis di Kota Kupang, yah jelas tidak," ungkapnya.

Sampah Kembali Menumpuk Di Areal Pasar Lama Sumba Barat

Lanjutnya, RS. Borromeus sudah memiliki insenerator sejak dibangun sekitar 9 tahun lalu. "Yah incenerator merupakan bagian vital dari rumah sakit karena setiap hari rumah sakit menghasilkan sampah medis," ungkapnya.

Ia mengatakan, karena proses ijin penggunaan incenerator dan pengolahan limbah medis memakan waktu lama, baru pada Desember 2017 RS. Borromeus mendapat ijin resmi dari kementerian lingkungan hidup.

"Pada Desember 2017 lalu juga Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI melakukan uji emisi untuk mengetahui kapasitas pembakaran oleh insenerator di RS Santu Carolus Borromeus," kata dr. Herly.(*)

Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved