Kisah Sengsara dan Wafat Yesus Berdasarkan Injil Yohanes, Nonton Filmnya
Pekan Suci atau Semana Santa bagi umat kristiani dimulai dengan perayaan Minggu Palma hingga hingga Minggu Paskah.
Penulis: Agustinus Sape | Editor: Agustinus Sape
POS-KUPANG.COM - Selamat memasuki Pekan Suci Paskah 2019 bagi umat kristiani di seluruh dunia.
Pekan Suci atau Semana Santa bagi umat kristiani dimulai dengan perayaan Minggu Palma hingga hingga Minggu Paskah.
Salah satu perayaan yang mendapat perhatian selama Pekan Suci adalah Kisah Sengsara dan Wafat Yesus Kristus, yang secara historis dimulai pada Malam Perjamuan Terakhir (Kamis Putih) hingga Jumat Agung ketika Yesus Wafat di Salib.
Bagaimana jalan ceritanya bisa kita baca dalam empat Injil, yakni Matius, Markus Lukas dan Yohanes. Namun, pada umumnya Injil Yohanes dianggap lebih lengkap dan panjang, maka hampir setiap Jumat Agung, Injil Yohanes-lah yang dipakai untuk ditampilkan dan nyanyikan.
Bahkan kisah ini sudah difilmkan dengan berbagai judul, namun film terakhir yang paling fenomenal berjudul The Passion of Christ.
Inilah penjelasan kisah sengsara Yesus Kristus mengacu pada Injil Yohanes diambil dari laman www.academia.edu.
Sengsara dan wafat Yesus berawal dari kisah penangkapan-Nya di taman Getsemani oleh para prajurit dan penjaga bait Allah. Mereka datang bersama Yudas Iskariot, salah seorang murid Yesus. Peristiwa ini tidak mengejutkan Yesus karena Ia sudah tahu apa yang akan menimpa diri- Nya.
Namun, para murid yang berada di situ bersama Yesus tidak memahami maksud dari peristiwa itu sehingga mereka berusaha melawan untuk melindungi Yesus. Bahkan, Petrus memotong telinga salah seorang hamba imam besar. Akan tetapi Yesus menegur Petrus dan merelakan diri-Nya ditangkap oleh para prajurit dan penjaga bait Allah.
Setelah ditangkap, Yesus dihadapkan kepada Hanas dan Kayafas, imam besar untuk dimintai keterangan mengenai pengikut dan ajaran-ajaran-Nya. Saat itu Yesus menunjukkan bahwa Ia tak bersalah atas tuduhan kepada-Nya. Pada saat yang bersamaan, Petrus menyangkal Yesus tiga kali.
Pada penyangkalannya yang ketiga, berkokoklah ayam dan teringatlah Petrus akan perkataan Yesus kepadanya. Karena tidak menemukan kesalahan pada Yesus, para imam kepala bersama tua-tua dan ahli Taurat bersepakat untuk membawa-Nya ke gedung pengadilan.
Di sana Yesus dihadapkan kepada Pilatus. Kemudian Pilatus menanyai Yesus perihal kerajaan- Nya tetapi Yesus tidak memberi jawaban secara langsung atas pertanyaan itu. Yesus baru memberikan jawaban secara langsung atas pertanyaan kedua dari Pilatus.
Dari hasil penyelidikan tersebut, Pilatus tidak menemukan kesalahan apapun dari Yesus. Maka Pilatus berniat untuk membebaskan Yesus. Namun, orang banyak lebih memilih Barabbas untuk dibebaskan daripada Yesus. Lalu Pilatus mengambil Yesus untuk diselidiki bahkan disesah tetapi Pilatus tetap saja tidak menemukan kesalahan apapun pada Yesus.
Sebanyak tiga kali Pilatus berusaha membebaskan Yesus namun atas desakan orang banyak, akhirnya Pilatus menyerahkan Yesus kepada mereka untuk disalibkan.
Yesus memanggul salib-Nya sampai ke bukit Golgota dan di tempat itulah Dia disalibkan bersama dengan dua orang penjahat. Di atas salib Yesus terdapat tulisan “Yesus orang Nazareth, Raja orang Yahudi”.
Tulisan itu ditulis dalam tiga bahasa yakni bahasa Ibrani, Latin, dan Yunani agar semua orang dapat membacanya. Namun tulisan itu ditentang oleh para pemimpin Yahudi yang menganggap Yesus bukan Raja. Dengan menunjuk mazmur 22:8, pakaian-pakaian Yesus diundi di antara para prajurit.
Di bawah kaki salib Yesus berdirilah Maria ibu-Nya, Maria istri Kleopas, dan Maria Magdalena serta Yohanes murid-Nya. Lalu Yesus mempercayakan murid yang dikasihi-Nya (semua murid yang dipanggil untuk mengikuti Yesus) kepada ibu-Nya (mewakili umat Allah atau Gereja). Supaya tergenapilah apa yang tertulis dalam Kitab Suci,
Yesus berkata “Aku haus”. Lalu para prajurit mencucukkan anggur asam ke mulut Yesus.
Setelah meminum anggur asam itu, Ia berkata “Sudah selesai”. Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya. Karena pada hari itu merupakan hari persiapan Paskah bagi orang Yahudi, maka untuk mempercepat kematian orang-orang yang disalibkan itu, para prajurit mematahkan kaki dua penjahat. Namun karena Yesus sudah wafat, maka mereka menikam lambung-Nya dengan tombak.
Yusuf dari Arimatea meminta jenazah Yesus kepada Pilatus untuk dimakamkan. Setelah mendapat izin dari Pilatus, ia bersama Nikodemus menurunkan jenazah Yesus. Lalu mereka bersama para wanita yang mengikuti Yesus mengafani-Nya dengan kain lenan dan membubuhi-Nya dengan rempah-rempah.
Hal itu memperlihatkan bahwa Yesus dimakamkan layaknya seorang raja. Sementara itu di dekat tempat Yesus disalibkan, ada sebuah taman yang di dalamnya terdapat kubur baru dan di dalamnya belum pernah dimakamkan seseorang. Maka mereka membaringkan jenazah Yesus di situ.
Makna Teologis Wafat Yesus
1. Wafat Yesus sebagai kurban penebusan dosa-dosa umat manusia Dari sudut sejarah, kematian Yesus merupakan suatu peristiwa pembunuhan. Tetapi dari sudut iman Kristiani, kematian Yesus merupakan kurban untuk melunasi dosa-dosa manusia. Manusia berdosa.
Dosa itu berawal dari kejatuhan Adam dan Hawa sehingga setiap orang yang lahir di dunia ini terkena situasi kedosaan tersebut. Dosa ini biasa disebut dosa asal. Dalam perkembangan selanjutnya, manusia terus jatuh ke dalam dosa sehingga merusak relasi yang harmonis antara Allah dengan manusia. Dalam situasi seperti itu, Allah mengutus Yesus Kristus, Putra-Nya ke dunia untuk memulihkan relasi yang telah rusak tersebut.
2. Wafat Yesus sebagai Ketaatan-Nya kepada Bapa Wafat Yesus merupakan ungkapan ketaatan dan penyerahan diri yang total kepada Bapa-Nya. Bagi-Nya, kehendak Bapa adalah yang utama. Ia pernah bersabda “Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya” (Yoh 4:34).
Dengan ketaatan itu, Yesus ingin menunjukkan bahwa hanya dengan menyerahkan diri seutuhnya kepada kehendak Bapalah keselamatan itu terjadi.
3. Wafat Yesus sebagai solidaritas-Nya dengan orang mati Kematian bagi banyak orang merupakan peristiwa duka yang harus diratapi dan ditangisi. Selain itu kematian juga merupakan peristiwa yang menakutkan bagi banyak orang. Kematian menjadi pengalaman kesepian, keadaan tanpa komunikasi, keadaan didiamkan, dan keterasingan. Kematian menjadi hal terburuk bagi manusia karena pengalaman dan keadaan itu. Oleh karenanya, banyak orang menolak dan takut pada kematian. Wafat Yesus merupakan bentuk solidaritas-Nya dengan orang-orang yang telah meninggal.
Dengan kematian-Nya, Yesus solider dan mau mengalami pengalaman dan keadaan terburuk manusia.
Sebelum mendalami makna teologis sengsara dan wafat Yesus, hal pertama yang mesti diperhatikan ialah mengapa Yesus dibunuh. Ada tiga versi alasan mengenai hal ini.
Pertama, versi orang Romawi. Kematian Yesus merupakan bentuk hukuman pemerintahan Romawi atas desakan para pemuka Yahudi. Penderitaan dan kematian merupakan suatu keharusan dan kepastian bagi manusia.
Meskipun demikian, banyak orang yang berusaha menghindari kematian. Oleh karena itu, konsekuensi yang harus dialami oleh Yesus sebagai manusia ialah menderita dan wafat.
Misteri Wafat dan Kebangkitan Yesus sebagai Jantung Warta Gembira
Bagi para pengikut-Nya, wafat Yesus merupakan suatu pukulan yang sangat besar. Padahal bagi mereka, Yesus dianggap sebagai nabi dan penyelamat. Mukjizat-mukjizat dan pewartaan yang dilakukan oleh Yesus semakin meyakinkan mereka bahwa Yesus memang benar-benar penyelamat yang akan membebaskan mereka dari penjajahan bangsa Romawi.
Namun nyatanya Yesus malah mati secara mengenaskan. Kematian-Nya sempat mengguncang harapan para pengikut-Nya. Bahkan mereka semakin putus asa ketika mendapati makam Yesus yang kosong. Mereka mengira jenazah Yesus telah dicuri orang.
Harapan para murid kembali muncul ketika Yesus menampakkan diri kepada mereka. Namun Tomas tidak percaya dengan apa yang dialami oleh murid-murid yang lain. Ia kemudian percaya setelah ia mengalami perjumpaan yang luar biasa dengan Yesus yang sudah bangkit itu. Peristiwa kebangkitan itulah yang menjadi dasar pewartaan kabar gembira bahwa semua orang yang percaya kepada-Nya akan mati bersama Dia dan bangkit bersama Dia.
1. Wafat Yesus sebagai karya penyelamatan Wafat Yesus merupakan karya penyelamatan Allah bagi manusia yang berdosa. Dalam hal ini dipakai kata
“penyelamatan” dan bukan “keselamatan”. Kata “penyelamatan”
mengungkapkan bahwa manusia dibebaskan dari situasi kedosaan oleh Allah. Karena dosa yang dilakukan oleh manusia, relasi antara Allah dan manusia menjadi tidak harmonis sehingga manusia tidak mendapat perlindungan Allah.
Kemudian, Ia melepaskan manusia dari situasi kegelapan agar dapat bersatu kembali dengan Dia. Dalam hal ini Allah menjadi pemeran utama (bdk. Kol 1:3). Sebaliknya,
kata “keselamatan” Penyaliban Yesus merupakan suatu peristiwa yang mengejutkan dan kontroversial. Hukuman salib biasanya dijatuhkan pada para penjahat kelas kakap.
Namun, hukuman itu ternyata dijatuhkan juga kepada Yesus. Padahal, Yesus adalah orang baik. Ia selalu berkeliling untuk menyembuhkan orang sakit dan Allah menyertai-Nya (Kis 10:38). Maka, penyaliban Yesus merupakan penyaliban terhadap orang baik atau orang tak bersalah. Namun, apakah pemerintah Romawi menghukum mati orang yang tidak bersalah?
Ternyata, pemerintah Romawi menganggap Yesus sebagai pemberontak dan penjahat yang membahayakan keamanan dan ketertiban. Keberanian-Nya dalam mengusir orang yang berjual-beli di Bait Allah menimbulkan kehebohan. Tindakan ini menjadi salah satu alasan bahwa Yesus dapat membahayakan keamanan dan ketertiban.
Selain itu, banyak orang Yahudi yang membenci Yesus, khususnya orang-orang Farisi, Saduki, dan Ahli Taurat. Mereka menganggap bahwa Yesus memang harus dihukum mati karena Ia telah menghujat Allah (bdk. Mrk 14:64). Hukuman mati merupakan hukuman yang sesuai dengan penghujatan itu.
Meskipun orang Romawi dan Yahudi menganggap Yesus sebagai orang jahat, orang-orang Kristiani menganggap bahwa Yesus adalah orang yang benar. Wafat-Nya menjadi karya penyelamatan Allah bagi manusia yang berdosa. Kematian Yesus bukanlah suatu kesia-siaan atau kebodohan melainkan kekuatan Allah (bdk. 1Kor 1:18). Yesus wafat untuk menanggung segala dosa manusia agar manusia diselamatkan (Rm 5:9-10). Hal ini sesuai dengan apa yang disabdakan-
Nya, “
Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang" (Mrk 10:45). Dengan pemahaman ini, Yesus tidak mati konyol. Kematian-Nya menjadi puncak pengabdian-Nya, karena Ia diutus untuk membawa kembali mereka yang diserahkan Bapa kepada-Nya (bdk. Yoh 18:9).
2. Kebangkitan Yesus mengejutkan para pengikut-Nya sebagaimana kematian-Nya yang mengejutkan. Waktu berkabung belum berakhir, mereka malah dihadapkan dengan hilangnya jenazah Yesus. Hal ini sempat membuat pengikut-nya menangis (bdk. Yoh 20:11).
Namun, Yesus menampakkan diri kepada para pengikut-Nya dan mengatakan bahwa Ia sudah bangkit. Kebangkitan-Nya bukanlah kebangkitan yang dapat mati lagi seperti Lazarus, pemuda dari Nain, dan anak perempuan Yairus. Setelah kebangkitan-Nya, Ia tidak akan mati lagi dan maut tidak berkuasa atas-Nya (Rm 6:9). Kebangkitan-Nya menjadi peristiwa sukacita. Peristiwa kebangkitan Yesus juga meneguhkan iman dan harapan para pengikut-Nya. “ Jadi jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia” (Rm 6:8).