Tarif Kargo Tak Diatur UU, Kemenhub Ungkap Penyebab Harga Tiket Mahal

argo itu ditetapkan berdasarkan kesepakatan pemberi jasa (maskapai) dan penyedia jasa (perusahaan pengiriman)

Editor: Agustinus Sape
Dok pos-kupang.com
Pesawat Lion Air 

POS-KUPANG.COM, TANGERANG - Besaran tarif Surat Muatan Udara (SMU) atau Kargo Udara tak diatur dalam undang-undang. Hal itu dinyatakan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Polana B Pramesti.

"Karena kargo udara itu tidak diatur di Undang-undang. Kargo itu ditetapkan berdasarkan kesepakatan pemberi jasa (maskapai) dan penyedia jasa (perusahaan pengiriman)," kata Pramesti di Tangerang Banten, Minggu (10/2/2019).

Pramesti menjelaskan, selama ini besaran tarif SMU oleh maskapai penerbangan disepakati secara bersama dan kolektif pihak terkait.

Tidak ada tarif tertentu yang harus diikuti maskapai untuk pengenaan biaya ongkos kirim barang atau paket tersebut.

Polemik antara pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia (Asperindo) dengan maskapai penerbangan sudah selesai. Sudah ada kesepahaman antara kedua belah pihak, kata dia.

"Kemarin sudah ada kesepakatan. Kemarin yang ribut-ribut itu pada Sabtu sudah ada kesepahaman antara Asperindo maupun maskapai, bahwa sudah tidak ada miss communication, tidak ada masalah lagi saya rasa," ungkapnya.

Kendati demikian, Pramesti tidak menyebutkan seperti apa bentuk kesepakatan antara Asperindo dengan maskapai penerbangan. Ia pun berharap kesepakatan itu tidak menimbulkan masalah lagi.

Sebelumnya, Asperindo menyayangkan kenaikan tarif Surat Muatan Udara (SMU) yang diberlakukan maskapai penerbangan.

Oleh karena itu, perusahaan yang tergabung dalam Asperindo berencana akan menghentikan kegiatan pengiriman barang lewat jalur udara sementara waktu.

"Nah, yang sangat kami sayangkan adalah kenaikan dilakukan beberapa kali," kata Ketua Umum Asperindo, Mohamad Feriadi ketika dihubungi Kompas.com, Senin (4/2/2019).

Feriadi mengungkapkan, kenaikan SMU oleh maskapai penerbangan di Tanah Air sudah terjadi beberapa kali. Kini, semua maskapai bahkan sudah menerapkan tarif baru bagi perusahaan pengiriman barang.

Sehingga anggota Asperindo harus memikirkan dampak aturan baru itu pada operasional perushaannya.

"Pihak airline, contoh misalnya Garuda Indonesia, itu melakukan kenaikan tarif surat muatan udara. Sampai terakhir Januari (2019) aja sudah naik dua kali. Tahun lalu dari Juni, Oktober, terus berlanjut," ujarnya.

Penyebab Harga Tiket Mahal

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menilai ada sejumlah sebab hingga kini harga tiket pesawat masih mahal. Salah satunya karena siklus tahunan yang sedang terjadi.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Polana B Pramesti mengatakan, saat ini sedang terjadi fase musim sepi atau low season. Ini biasanya terjadi dari Januari dan Februari.

Oleh karena itu, banyak maskapai penerbangan yang memanfaatkan dan memaksimal tarif tiket sesuai tarif batas atas.

"Karena airline juga butuh 'hidup' dan itu salah satu sebabnya kenapa (tiket masih mahal). Sebenarnya tidak terlalu tinggi, masih batas wajar," kata Pramesti di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang Banten, Minggu (10/2/2019).

Pramesti menjelaskan, meskipun harga tiket pesawat masih dianggap mahal, yang jelas besarnya masih sesuai dengan peraturan pemerintah, yakni berdasarkan ketentuan PM 14 Tahun 2016 tentang Mekanisme Perhitungan Formula Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Batas Bawah Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkut Udara Niaga Berjadwal dalam Negeri. Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir terkait hal ini.

"Kalau harga tiket selama ini tidak ada melanggar, masih sesuai dengan PM 14 Tahun 2016," ujarnya.

 Mengenai sepinya penumpang pesawat, Pramesti menyebutkan hal itu biasa. Kondisi seperti ini berlangsung setiap tahun di Tanah Air dan negara lain. Secara perlahan, kondisinya akan berubah dan membaik.

"Kalau penurunan hampir setiap tahun, di dalam penerbangan itu terutama di Indonesia (pada) Januari dan Februari memang low season. Itu hampir siklus tahunan, nanti Maret mulai meningkat," sambungya.

Beberapa waktu lalu, mahalnya tiket pesawat menjadi sorotan publik. Apalagi kemudian muncul kebijakan pengenaan bagasi berbayar, meskipun sejumlah maskapai membatalkannya.

Tiket pesawat yang mahal diduga menjadi penyebab utama lesu atau sepinya pengguna moda trasnportasi akhir-akhir ini.

(kompas.com)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved