Berita Internasional
Lampaui Amerika Serikat, China Kembangkan Sistem Pertahanan yang Bisa Tangkal Rudal Hipersonik Rusia
Seorang ilmuwan China mengklaim tengah mengembangkan sistem pertahanan yang bisa menahan jenis rudal apa pun.
Penulis: Agustinus Sape | Editor: Agustinus Sape
POS-KUPANG.COM | BEIJING - Seorang ilmuwan China mengklaim tengah mengembangkan sistem pertahanan yang bisa menahan jenis rudal apa pun.
Kepada harian Partai Komunis The Global Times, seperti dilansir Kompas.com, Qian Qihu mengatakan pertahanan itu berada di bawah gunung, dan bernama "Tembok Besar Baja di Bawah Tanah".
Newsweek memberitakan Senin (14/1/2019), Qian berujar sistem itu bisa menahan rudal hipersonik yang tak bisa dicegat sistem pertahanan manapun, termasuk pertahanan Amerika Serikat sekalipun.
Adapun Qian merupakan ilmuwan yang pekan lalu menyabet penghargaan prestisius sains dan teknologi karena kontribusinya atas pertahanan nasional.
Peneliti 82 tahun tersebut adalah purnawirawan jenderal bintang dua yang menjadi anggota Akademi Sains China maupun Akademi Teknik Mesin China.
Kontur pegunungan yang tangguh dilaporkan bisa menangkal senjata konvensional untuk menembus markas yang berada di dalamnya.
Meski begitu, Qian menjelaskan dia melakukan pengembangan teknologi di mana markas maupun fasilitas rahasia negara tidak akan bisa ditembus rudal hipersonik tersebut.
Pertahanan itu, lanjut Qian, harus mampu menahan serangan dari rudal lima kali kecepatan suara jika sistem pertahanan manapun tak bisa menghentikannya.
"Perkembangan pertahanan tentu harus sejalan dengan perkembangan tombak. Teknisi pertahanan kami telah menyesuaikan tantangan baru," puji Qian.
• Nasib Dosen Politani Kupang Selingkuh Belum Diputuskan, Usai Disidang Bikin Pengakuan ini
• Liga Indonesia 2019 Babak 32 Besar Akan Dimulai 22 Januari 2019
• Kasus Korupsi Walikota Cup Kupang, Polisi Tinggal Tunggu Hasil Audit BPKP
Dia menjelaskan penelitiannya akan "Tembok Besar" terjadi buntut kondisi geopolitik yang tidak stabil antara China, Rusia, hingga Amerika Serikat (AS).
Maret 2018, Presiden Rusia Vladimir Putin memperkenalkan enam senjata baru di mana dua di antaranya merupakan senjata hipersonik.
Yakni rudal penjelajah Kinzhal yang bisa menjelajah hingga Mach 10, serta rudal balistik Avangard yang mampu menembus Mach 20.
Agustus 2018, Akademi Angkasa dan Aerodinamika China mengumumkan tengah menguji coba Starry Sky 2, wahana hipersonik yang bisa menembus Mach 6.
Desember lalu, Kantor Akuntabilitas Pemerintah AS melaporkan China dan Rusia mengembangkan senjata hipersonik yang bisa jadi tidak ada tandingannya.

Presiden Rusia Vladimir Putin memuji uji coba terakhir rudal hipersonik Avangard yang dilaksanakan pada Rabu (26/12/2018).
Dari ruang kontrol Kementerian Pertahanan, Putin melihat peluncuran Avangard dari Semenanjung Kamchatka yang berlokasi di kawasan barat Rusia.
Diwartakan SCMP Kamis (27/12/2018), rudal tersebut menghantam target yang berjarak sekitar 5.954 km dalam kecepatan hipersonik, dan diklaim 20 kali kecepatan suara.
"Luar biasa. Hadiah Tahun Baru yang sempurna bagi negara ini," puji Putin yang menambahkan, Avangard bakal beroperasi pada 2019.
Avangard merupakan salah satu dari enam senjata strategis yang diperkenalkan Putin dalam pidatonya di pertemuan Dewan Federal 1 Maret lalu.
Dalam pidatonya kala itu, Putin menjelaskan Avangard bisa melaju 20 kali kecepatan suara dan menghindari sistem pertahanan secanggih apapun.
"Avangard bakal menghantam targetnya seperti meteor atau bola api," lanjut mantan agen dinas rahasia Uni Soviet (KGB) tersebut.
Dalam pertemuan kabinet yang disiarkan televisi Rusia, Presiden 66 tahun itu menuturkan kini Rusia sudah mempunyai senjata strategis baru.
"Ini adalah momen penting dalam perjalanan angkatan bersenjata, dan mungkin, dalam perjalanan negara ini," jelas Putin.
SCMP melansir, tahun ini (2018) China sukses menguji coba pesawat hipersonik yang di masa depan bakal membawa rudal sehingga membuat mereka tak terkalahkan.
Kremlin memulai Proyek Avangard pada 2002 setelah Amerika Serikat ( AS) mundur dari Perjanjian Anti- Rudal Balistik 1972.
Mantan Presiden George W Bush memerintahkan pembuatan sistem pertahanan yang bisa menangkal rudal balistik jarak jauh, dan dianggap sebagai pelanggaran perjanjian.
Saat itu, Bush mengatakan tensi Perang Dingin antara AS dan Uni Soviet sudah tidak ada lagi. Saat ini, mereka fokus berbenah pasca-tragedi 11 September 2001 atau 9/11.
"Saat ini, ancaman terbesar datang dari teroris yang bisa saja melakukan serangan tanpa memberikan peringatan," ujar Bush saat itu.
Moskwa khawatir jika sistem pertahanan AS bisa menghancurkan rudal nuklir mereka. Karena itu Presiden Vladimir Putin menginstruksikan proyek senjata hipersonik.
Sistem pertahanan Amerika Serikat ( AS) disebut tak akan bisa menghadapi senjata hipersonik Rusia.
Pernyataan itu disampaikan pensiunan jenderal sekaligus mantan Kepala Staf Komando Utara AS di Ohio, Howard "Dallas" Thompson.
Dalam tulisannya di The Hill Kamis (10/1/2019), Thompson menuturkan para pejabat militer AS tidak mengembangkan sistem pertahanan mumpuni untuk menghadapi senjata hipersonik.
Dilansir Russian Today Jumat (11/1/2019), di AS terdapat desakan untuk segera mengembangkan senjata hipersonik guna meningkatkan pertahanan mereka.
Namun, saat ini Negeri "Uncle Sam" kalah dari Rusia yang bahkan sudah memperkenalkan rudal balistik hipersonik bernama Avangard.
Pada Desember 2018, Presiden Rusia Vladimir Putin mengklaim Avangard sukses diuji coba, dan bakal segera diaktifkan pada tahun ini.
AS juga disebut kalah dari China yang gencar menggelar uji coba senjata hipersonik sepanjang 2018. Sementara AS terakhir pada satu dekade silam.
Saat ini, sensor maupun radar Badan Pertahanan AS dikembangkan dengan satu tujuan; menghentikan rudal balistik antar-benua (ICBM) seperti milik Iran atau Korea Utara (Korut).
Karena ICBM mempunyai jalur terbang yang bisa diprediksi, sistem pertahanan AS seperti Patriot maupun THAAD bisa menghentikannya.
Namun kondisi tersebut tak bisa ditemukan pada seperti Avangard yang diyakini bisa terbang 27 kali kecepatan suara.
Selain itu, pada Maret 2018, Putin sempat menyatakan Avangard merupakan rudal yang didesain untuk bermanuver dan menghindari sistem pertahanan musuh dalam kecepatan tinggi.
"Kenyataan yang ada saat ini adalah sistem pertahanan kami saat ini maupun operasional yang ada bukan menjadi tandingan ancaman itu," tulis Thompson.
Pensiunan jenderal bintang dua itu juga menguatkan laporan dari Kantor Akuntabilitas Pemerintah bahwa "tidak ada penangkal" melawan rudal hipersonik Rusia.
Pentagon telah merencanakan untuk menempatkan senjata hipersonik pada 2025, dan dilaporkan membuat perkembangan bagus dalam membuat sistem anti-hipersonik.
Thompson mengklaim program kolaborasi antara Pentagon dengan pabrikan senjata dibutuhkan untuk menangkal ancaman baik dari Rusia maupun China.
Pada Oktober, Putin berkata hingga AS mengembangkan senjata hipersonik, bisa dikatakan Kremlin memimpin dalam perlombaan senjata di sektor itu.
"Tidak ada yang punya senjata hipersonik akurat. Ada yang berencana mengujicobanya dalam 18-24 bulan, kami telah mempunyainya dan siap bertugas," ujar Putin.
(Kompas.com)