Berita Nasional
Ahok Bebas Januari Ini, Ini Sejumlah Posisi yang Bakal Dilakoninya Usai Keluar dari Penjara
Ada yang berharap Ahok jadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Perhubungan, Jaksa Agung, bahkan Ketua PSSI
POS KUPANG.COM - Tanggal 24 Januari 2019 ini, diperkirakan Ahok alias Basuki Tjahaja Purnama bakal bebas. Sejumlah prediksi mulai bermunculan.
Bahkan ada yang berharap Ahok akan menduduki jabatan strategis usai bebas, atau usai keluar penjara akibat kasus penistaan agama yang menjeratnya tahun 2016 lalu.
Ada yang berharap Ahok jadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Perhubungan, Jaksa Agung, bahkan Ketua PSSI.
Bahkan banyak pula masyarakat dan politikus yang berharap Ahok akan menjadi Capres, Cawapres, atau Gubernur maupun anggota dewan.
• Ahok Diusulkan Netizen Jadi Ketua Umum PSSI! Prasetyo Edi Bilang Cocok Jadi Kejagung
• Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi : Ahok Cocok Jadi Jaksa Agung
Menakar Ahok Jadi Pejabat Lagi
Sekarang marilah kita takar Ahok dari sisi hukum terkait kemungkinannya kembali menjadi pejabat negara.
Kita mulai dari apabila Ahok ditunjuk menjadi Jaksa Agung.
Pada dasarnya UU No.26 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia memang membolehkan seorang profesional yang bukan berkarir di Kejaksaan untuk menjadi Jaksa Agung.
Hal itu tertuang dalam pasal 19 dan Pasal 20 yang berbunyi demikian tiap-tiap ayatnya :
Pasal 19
Ayat 1 : Jaksa Agung adalah pejabat negara.
Ayat 2 : Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Pasal 20
Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, dan huruf g.
Nah, tapi kita harus melihat ketentuan dalam pasal 9 huruf a, b, c, f, dan g untuk memastikan apakah Ahok bisa dipilih menjadi Jaksa Agung atau tidak.
Inilah bunyi pasal 9 seluruhnya :
Pasal 9
Syarat-syarat diangkat menjadi Jaksa, antara lain :
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. berijazah paling rendah sarjana hukum;
e. berumur paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan
h. pegawai negeri sipil.
Nah, melihat dari ketentuan itu, maka Ahok memang bisa diangkat menjadi Jaksa Agung, sebab ketentuan memiliki ijazah Sarjana Hukum memang dianulir oleh UU 16 tahun 2004.
Tapi bagaimana dengan ketentuan berkelakuan tidak tercela?
Nah, mengkhawatirkannya ketentuan terkait perbuatan tercela ini nyaris ada di setiap syarat seseorang untuk menjadi pejabat.
Dalam persyaratan untuk menjadi Presiden atau Wakil Presiden pun tercantum ketentuan tak boleh melakukan perbuatan tercela.
Hal tersebut tertuang dalam Pasal 7A yang berbunyi seperti dibawah ini :
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan
pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden.
Hal itu kemudian dikuatkan lagi dengan peraturan Syarat menjadi capres dan cawapres sebagaimana diatur Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2014 adalah sebagai berikut.
1. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri.
3. Tidak pernah mengkhianati negara serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya.
4. Mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai presiden dan wapres.
5. Bertempat tinggal di wilayah NKRI.
6. Telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara.
7. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara.
8. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan.
9. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
10. Terdaftar sebagai pemilih.
11. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan telah melaksanakan kewajiban membayar pajak selama lima tahun terakhir yang dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.
12. Belum pernah menjabat sebagai presiden atau wapres selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.
13. Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945, dan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
14. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
15. Berusia minimal 35 tahun.
16. Berpendidikan paling rendah tamat SMA atau bentuk lain yang sederajat.
17. Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G30S/PKI.
18. Memiliki visi, misi, dan program dalam melaksanakan pemerintahan.
Ya, lagi-lagi ada poin 'Tidak pernah melakukan perbuatan tercela'.
Begitu pula apabila Ahok hendak menjadi gubernur, aturan ' Tidak pernah melakukan perbuatan tercela' pun lagi-lagi muncul.
Hal itu tertuang dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Salah satu dari 16 persyaratan yang diatur dalam ketentuan Pasal 58, UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah pada huruf l, yaitu "tidak pernah melakukan perbuatan tercela".
Dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan "tidak pernah melakukan perbuatan tercela" dalam ketentuan ini adalah tidak pernah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan, dan norma adat antara lain seperti judi, mabuk, pecandu narkoba, dan zina.
Jadi Halangan
Ketentuan itu tentunya bisa menjadi penghalang untuk Ahok apabila mau kembali menjadi pejabat.
Hal itu lantaran definisi berkelakuan tidak tercela ini merupakan definisi yang kurang jelas, dan amat subjektif.
Dikutip dari artikel berjudul 'Perbuatan Tercela Ini Terlarang untuk Capres' di hukumonline.com, Pengamat hukum tata negara, Margarito Khamis, melihat norma tersebut (perbuatan tercela) sangat luas cakupannya.
Margarito Khamis berpendapat semua perbuatan melanggar hukum bisa disebut perbuatan tercela.
“Perbuatan tercela sangat luas lingkupnya,” kata dosen Universitas Khairun Ternate di artikel tersebut.
Hal ini tentu saja nantinya dapat membuat kasus penistaan agama yang divonis hakim terbukti dilakukan Ahok amat mudah disebut berbagai pihak sebagai perbuatan tercela.
Imbasnya Ahok akan sulit untuk dipilih menjadi pejabat negara apapun karena klausul 'Tidak pernah melakukan perbuatan tercela' muncul di setiap persyaratan untuk menjadi pejabat apapun.
Diusulkan Jadi Jaksa Agung RI
Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, diusulkan diangkat menjadi Jaksa Agung RI usai bebas dari hukuman penjara pada 24 Januari 2019 mendatang.
Usulan itu datang dari Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, beberapa waktu lalu.
Prasetyo Edi Marsudi mengusulkan itu ketika diminta pendapat soal jabatan Ketua PSSI yang disebut sebaiknya diberikan kepada Ahok.
Soal Ahok duduk sebagai Ketua PSSI itu sebenarnya merupakan wacana publik yang kini tengag menghangat.
Prasetyo Edi Marsudi pun mempunya pandangan tersendiri terkait hal tersebut.
“Kalau saya, daripada jadi ketua PSSI, saya cenderung meihat Pak Ahok lebih cocok jadi Jaksa Agung," kata Prasetio Edi Marsudi ketika ditemui wartawan saat ditemui di acara HUT PDI Perjuangan di Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (6/1/2019).
Menurut Pras, Ahok memiliki sifat tegas dan mampu memimpin korps Adhyaksa. Apalagi, ketegasan Ahok juga sudah teruji dan terbukti kala menakhodai ibu kota.
"Karena dia tegas, konstitusi, kita sudah melihat kinerja dia di DKI,” tuturnya.
Wacana Ahok menjadi Ketua Umum PSSI bergulir pasca prestasi tim nasional Indonesia yang tak kunjung membaik di era kepemimpinan Edy Rahmayadi.
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (22/11/2018). (Warta Kota/Anggi Lianda Putri)
Ahok sendiri kini masih mendekam di penjara dan ditahan di Rutan Mako Brimob, Depok.
Ahok ditahan setelah divonis bersalah dalam kasus penistaan agama pada tahun 2016 lalu, dan baru akan bebas 24 Januari 2019.
Pertanyaannya, apakah aturan hukum memperbolehkan Ahok Jadi Jaksa Agung?
Menjadi pertanyaan lantaran Ahok bukan orang yang berkarir di Kejaksaan Agung.
Tapi pertanyaan bahwa Ahok bukan orang yang berkarir di Kejaksaan Agung sehingga tak bisa menjadi Jaksa Agung sudah terpatahkan sejak peristiwa tahun 2014 lalu.
Ya, tahun 2014 lalu Presiden Jokowi Widodo secara mengejutkan menunjuk HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung.
HM Prasetyo memang berkarir di Kejaksaan sejak tahun 1973. Tapi berdasarkan laman wikipedia, HM Prasetyo pensiun dengan jabatan terakhir sebagai Direktur Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi Kejaksaan Agung RI.
Masih dikutip dari laman wikipedia, setelah pensiun dari Kejaksaan Agung RI, HM Prasetyo memasuki dunia politik dengan menjadi kader Partai Nasional Demokrat.
HM Prasetyo kemudian terpilih menjadi anggota DPR periode 2014-2019 mewakili daerah pemilihan Jawa Tengah II dengan 51.999 suara dan duduk di komisi III.
Namun pada tahun 2014 Presiden Jokowi menunjuk HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung RI. HM Prasetyo kemudian mengundurkan diri dari DPR RI dan partai NasDem pada 20 November 2014.
Namun, seiring penunjukannya sebagai Jaksa Agung, ia mengundurkan diri dari DPR RI dan Partai NasDem pada 20 November 2014.
Dikutip dari laman wikipedia, penunjukan HM Prasetyo sebagai Jaksa Agung oleh Presiden Joko Widodo mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak.
Sorotan itu tak lain adalah latar belakang Prasetyo yang merupakan seorang politikus Partai NasDem, yang dikenal sebagai partai pendukung utama Jokowi-JK dalam Pilpres 2014.
Penunjukan ini juga ditafsirkan sebagian orang sebagai politik bagi-bagi jatah dalam pemerintahan Presiden Jokowi.
Sementara itu, sebagian orang juga menganggap Prasetyo tidak memiliki prestasi yang menonjol selama menjadi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum pada 2005 hingga 2006.
Penunjukan Prasetyo juga menuai kecaman lantaran Presiden tidak melibatkan KPK dan PPATK untuk menelusuri rekam jejaknya, tidak seperti calon Jaksa Agung lain yang telah ditelusuri KPK.
Namun, semua kontroversi tersebut dijawab Prasetyo dengan komitmen bekerja secara profesional dan independen. Prasetyo juga menyatakan siap ditelusuri rekam jejaknya oleh KPK dan PPATK.
Menakar Ahok Jadi Jaksa Agung
Berkaca dari kisah itu seharusnya Ahok bisa saja ditunjuk menjadi Jaksa Agung.
Apalagi UU No.26 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia memang membolehkan seorang profesional yang bukan berkarir di Kejaksaan untuk menjadi Jaksa Agung.
Hal itu tertuang dalam pasal 19 dan Pasal 20 yang berbunyi demikian tiap-tiap ayatnya :
Pasal 19
Ayat 1 : Jaksa Agung adalah pejabat negara.
Ayat 2 : Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Pasal 20
Syarat-syarat untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf f, dan huruf g.
Nah, tapi kita harus melihat ketentuan dalam pasal 9 huruf a, b, c, f, dan g untuk memastikan apakah Ahok bisa dipilih menjadi Jaksa Agung atau tidak.
Inilah bunyi pasal 9 seluruhnya :
Pasal 9
Syarat-syarat diangkat menjadi Jaksa, antara lain :
a. warga negara Indonesia;
b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
d. berijazah paling rendah sarjana hukum;
e. berumur paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun dan paling tinggi 35 (tiga puluh lima) tahun;
f. sehat jasmani dan rohani;
g. berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela; dan
h. pegawai negeri sipil.
Nah, melihat dari ketentuan itu, maka Ahok seharusnya memang bisa diangkat menjadi Jaksa Agung, sebab ketentuan memiliki ijazah Sarjana Hukum memang dianulir oleh UU 16 tahun 2004.
UU 16 tahun 2004 diketahui ditandatangani oleh Megawati. Sebab ketika pengesahannya Megawati masih menjabat sebagai Presiden RI.
Halangan
Tapi aturan dalam Pasal 9 huruf g bisa saja menjadi alasan berbagai pihak untuk menghalangi Ahok apabila hendak ditunjuk menjadi Jaksa Agung.
Bunyi pasal 9 huruf g adalah Syarat diangkat menjadi jaksa adalah berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela.
Definisi berkelakuan tidak tercela ini merupakan definisi yang kurang jelas, dan amat subjektif.
Dikutip dari artikel berjudul 'Perbuatan Tercela Ini Terlarang untuk Capres' di hukumonline.com, Pengamat hukum tata negara, Margarito Khamis, melihat norma tersebut (perbuatan tercela) sangat luas cakupannya.
Margarito Khamis berpendapat semua perbuatan melanggar hukum bisa disebut perbuatan tercela.
“Perbuatan tercela sangat luas lingkupnya,” kata dosen Universitas Khairun Ternate di artikel tersebut.
Hal ini tentu saja nantinya dapat membuat kasus penistaan agama yang divonis hakim terbukti dilakukan Ahok amat mudah disebut berbagai pihak sebagai perbuatan tercela.
Imbasnya Ahok akan sulit untuk dipilih menjadi Jaksa Agung.
Melancong ke luar negeri setelah bebas
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mengaku baru membesuk mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, pekan kemarin.
Kondisi Ahok saat ini, ucap Prasetyo Edi Marsudi, dalam keadaan sehat.
"Ya kemarin saya coba besuk Pak Ahok di Mako Brimob, pertama saya lihat kondisinya sehat," ujar Prasetyo Edi Marsudi di Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (6/1/2019).
Ahok kepada Prasetyo Edi Marsudi mengaku telah memiliki sejumlah rencana setelah ke luar dari Rutan Mako Brimob.
Ahok divonis dua tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan dakwaan Pasal 156 huruf a KUHP tentang penodaan agama. Ia dijadwalkan bebas pada 24 Januari 2019.
"Dan dia juga banyak rencana-rencana untuk bagaimana nanti setelah dia keluar. Setelah keluar, dia akan berangkat ke luar negeri," ungkap Prasetyo Edi Marsudi.
Menurut Prasetyo Edi Marsudi, Ahok diundang beberapa negara untuk menjadi narasumber.
Negara-negara yang akan disambangi Ahok adalah Selandia Baru, Jepang, dan negara-negara di Eropa
"Setelah itu dia diundang beberapa negara untuk sebagai narasumber. Selandia Baru, Jepang. Pokoknya dia juga keliling Eropa," jelas Prasetyo Edi Marsudi.
Ahok diperkirakan bebas dari penjara pada 24 Januari 2019. Tetapi, berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemnterian Hukum dan HAM, Ahok ternyata bisa bebas lebih cepat, yakni pada 20 Januari 2019.
Namun, jika Ahok ingin bebas tanggal 20 Januari, ia harus mengajukan remisi dan mengambil cuti tahanan menjelang bebas.
Hal itu disampaikan Direktur Jenderal Pemasyaraktan Sri Puguh Budi Utami di Lapas Narkotika klas IIA Cipinang, Jakarta Timur, Senin (17/12/2018).
"Ahok Insyallah 20 Januari dibebaskan karena remisi, tapi yang bersangkutan sebenarnya bisa dapat cuti menjelang bebas. Jadi data di kami mungkin Ahok bisa bebas tanggal 24 januari 2019," ungkap Utami.
Meski begitu, Utami menyerahkan sepenuhnya kepada Ahok apakah ingin mengambil cuti menjelang bebas atau tetap bebas murni pada 24 Januari 2019.
"Kalau beliau mengajukan cuti menjelang bebas kemungkinan bisa lebih cepat. Itu haknya, kalau beliau nanti mau," terang Utami.
Sebelumnya, Ahok telah menjalani hukuman sejak 9 Mei 2017. Ia dinyatakan bersalah oleh majelis hakim karena terbukti melakukan penodaan agama dalam pidatonya di Kepulauan Seribu pada 2016 silam. Hakim memvonis Ahok selama 2 tahun penjara. (*)