Opini Pos Kupang

Kado untuk 60 Tahun, Jadikan NTT sebagai Gerbang Pariwisata

Demikian pula setiap insan pariwisata dan terlebih lagi para birokrat, baik di lingkungan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur

Editor: Dion DB Putra
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Sejumlah kapal merapat di dermaga Loh Buaya di Pulau Rinca, Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Jumat (10/6/2016). 

Oleh Wilson MA Therik

Dosen dan Ketua Program Studi S2 Studi Pembangunan UKSW Salatiga, Anggota Forum Academia NTT

POS-KUPANG.COM - Dalam kehidupan di negara modern saat ini, kegiatan pembangunan termasuk pembangunan kepariwisataan tidak akan dapat berjalan dengan baik tanpa adanya sebuah kebijakan yang baik pula.

Kebijakan yang baik dapat diilustrasikan seperti seorang dirigen yang mampu mengatur permainan sebuah orkestra yang terdiri dari banyak pemain musik dengan alat musik yang berbeda-beda jenis, suara dan waktu memainkannya, sehingga menghasilkan sebuah lagu yang sangat indah dan dikenang sepanjang masa.

Demikian pula setiap insan pariwisata dan terlebih lagi para birokrat, baik di lingkungan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) maupun pada aras Pemerintah Kabupaten/Kota se-NTT harus memiliki pemahaman yang sama dan mendalam tentang pentingnya menyusun dan mengimplementasikan kebijakan yang baik dalam kegiatan kepariwisataan.

Mengingat pariwisata menjadi program utama dari Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, menurut hemat saya pilihan pariwisata sebagai program utama sangatlah tepat karena pembangunan pariwisata bersifat multidisiplin/interdisiplin (menyentuh semua aspek pembangunan).

Selain itu, NTT juga merupakan salah satu daerah kepulauan yang exotic di Indonesia yang secara geografis letaknya sangat strategis karena berbatasan langsung dengan benua Australia dan Negara Timor Leste.

Memperhatikan karakteristik NTT baik dari aspek sosial ekonomi, sosial budaya, sosial politik dan sosial ekologi, menurut hemat saya ada dua konsep pengembangan pariwisata yang cocok untuk NTT yaitu pariwisata yang berbasis pada komunitas (Community Based Tourism-CBT) dan pariwisata yang berpihak pada masyarakat miskin (Pro Poor Tourism-PPT).

Pelaksanaan konsep CBT dan PPT mau tidak mau harus bersandar pada kemampuan kepala daerah termasuk didalamnya adalah political leadership untuk merangkul masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam konteks pembangunan pariwisata yang berkelanjutan di NTT.

Sensasi

Sensasi adalah syarat dan modal utama dalam pembangunan kepariwisataan. Sensasi terkait erat dengan kebutuhan wisatawan akan atraksi, aksesibilitas dan amenitas.

Atraksi yang diminati oleh wisatawan tentu didorong oleh berbagai faktor motivasi dan psikologis yang didukung oleh kemampuan ekonomi dan status sosial dan faktor pendukung lainnya, seperti faktor politik dan faktor lingkungan.

Pasola di Sumba atau Tarian Caci di Manggarai adalah contoh dari sekian banyak atraksi budaya yang ada di NTT yang perlu dilestarikan. Kebutuhan akan atraksi tidak mungkin terpenuhi jika tidak diiringi oleh berbagai kemudahan aksesibilitas dan kesiapan amenitas.

Kemudahan aksesibilitas antara lain meliputi kemudahan dan kelayakan moda transportasi (darat, laut, udara dan penyebarangan), kemudahan keimigrasian, keberadaan jalan raya yang menjamin kelancaran dan keamanan wisatawan.

Keberadaan rambu-rambu lalu lintas yang bersifat universal, keberadaan simbol-simbol pariwisata yang juga bersifat universal, keberadaan pusat informasi pariwisata dengan layanan bahasa internasional (minimal bahasa Inggris), keberadaan terminal udara, darat, laut dan penyeberangan yang memudahkan perpindahan penumpang dan wisatawan dari satu lokasi ke lokasi lainnya, dan semua sarana fisik dan non fisik yang terkait dengan aksesibilitas perlu dipersiapkan secara matang dan berbasis pada teknologi informasi.

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved