Berita Ekonomi Bisnis
Mengapa Sapi Bunting di NTT Tahun 2018 Perlu Dicatat?
Program Sapi Induk Wajib Bunting (Siwab)ini mendapat perhatian karena itu setiap hari selalu ada pencatatan sapi bunting
Penulis: Adiana Ahmad | Editor: Hermina Pello
Laporan Wartawan POS-KUPANG.COM, Adiana Ahmad
POS-KUPANG.COM | KUPANG-PROGRAM sapi indukan wajib bunting (SIWAB) tahun 2018 menargetkan 25.965 ekor sapi, namun sampai saat ini baru tercapai 9.102 ekor atau 36 persen.
Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT, Danny Suhadi di kantornya, Rabu (29/8/2018), mengatakan rendahnya pencapaian ini karena masih banyak sapi induk yang diberikan inseminasi buatan (IB) pada September 2017 belum melahirkan anak.
Meski demikian, Dinas Peternakan Provinsi NTT tetap optimis target tersebut bisa tercapai bahkan lebih.
"Saat ini sapi-sapi yang IB bulan September 2017 baru mulai beranak, setelah itu langsung dilakukan IB. Kami yakin target pasti tercapai," kata Danny.
Baca: Patroli Bersama TNI di Perbatasan Timor Leste! Ini Yang Dilakukan Mahasiswa KKN Undana
Sedangkan realisasi kebuntingan, tambahnya, dari rencana 17.850 ekor, sudah terealisasi 17.300 atau sudah 97 persen. Tahun lalu telah melampaui target dan pihaknya mendapat penghargaan untuk tingkat kebuntingan tertinggi.
Danny menjelaskan, jumlah sapi bunting 17.000 ekor, untuk sapi bunting berdasarkan akseptor, belum termasuk yang non akseptor. Biasanya yang non akseptor itu yang tinggi.
Baca: Fenomena Bulan Baru 9 September 2018 Mendatang, 4 Zodiak ini Akan Alami Dampaknya
Baca: Kapal Camara Nusantara Diharapkan Masuk Flores
Selain pencatatan untuk IB, petugas juga melakukan pencatatan kawin alam.
"Untuk kawin alam itu bisa mencapai 100 ribu lebih ekor per tahun," katanya
Untuk menjaga kontinuitas dari produktivitas ternak maka target kelahiran setiap tahun di atas 130.000 ekor sampai 150.000 ekor.
Mengenai SIWAB, Danny mengatakan, dinas peternakan setiap hari harus melaporkan perkembangannya, jumlah sapi yang sudah IB, berapa yang lahir, berapa yang bunting. Laporan ini masuk ke sistem yang disebut integrasi sistem kesehatan hewan nasional (Insiknas). Sistem ini terpadu seluruh Indonesia. (*)