Berita Gempa Lombok

Dua Emak Korban Gempa Saling Adu Mulut Memperebutkan Terpal

Dua emak korban gempa 6,9 SR di Dusun Senaru, Lombok Utara, NTB adu mulut gara-gara memperebutkan satu terpal sumbangan untuk tenda darurat

Editor: Ferry Ndoen
(ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi) (Ahmad Subaidi)
ilustrasi - Sejumlah warga mengangkat puing-puing runtuhan akibat gempa susulan 6,2 SR di Cakranegara, Mataram, NTB, Kamis (9/8). Pada Kamis (9/8/2018) pukul 13:25:32 WITA, gempa susulan dengan magnitudo 6,2 SR kembali mengguncang Lombok yang berpusat di Lombok Utara pada kedalaman 12 km getaran dirasakan di wilayah Lombok Utara,Mataram dan Lombok Tengah. 

POS KUPANG.COM - - Dua emak-emak korban gempa 6,9 Skala Richter (SR) di Dusun Senaru, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, sempat adu mulut gara-gara memperebutkan satu terpal sumbangan untuk tenda darurat di depan rumahnya.

Dua ibu-ibu itu adu mulut ketika menemukan satu terpal di sela-sela sumbangan pakaian bekas dan sembako, kata Nur Saat, warga Desa Senaru kepada Antara, Kamis.

Baca: Polres Ende Gencar Berantas Judi


Mereka beradu mulut cukup lama pasca gempa 6,4 SR tiga pekan lalu. "Ini milik saya buat tenda, ibu yang satu lagi keras juga. Lama mereka adu mulutnya, katanya.

Dirinya sempat malu juga, kedua ibu-ibu itu adu mulut di depan penyumbang hingga akhirnya berdamai. "Ibu yang tidak menerima tetap tidak terima gagal dapat terpal," katanya.

Warga yang terdampak gempa di Pulau Lombok kesulitan mendapatkan terpal untuk membuat tenda darurat dan harganya melambung sampai Rp1 juta dari biasanya Rp450 ribu per lembar.

"Kita sudah cari-cari dimana, sampai ke Pasar Cakranegara Mataram sejak gempa besar pada 5 Agustus 2018, sampai sekarang tidak dapat juga," kata Nur Saad yang namanya terkenal di kalangan pendaki Gunung Rinjani.

Warga membutuhkan terpal berukuran 6 x 7 meter untuk membangun tenda yang mampu menampung sampai delapan orang, sementara bantuan tenda dari pemerintah masih terbatas.

"Bantuan dari pemerintah untuk terpal belum ada juga, jadi kita harus mencari. Tapi sulit sekali dan harganya melambung," katanya.

Sebagian warga memanfaatkan sisa terpal dari kegiatan pertanian atau kandang hewan ternak yang sudah rusak untuk membuat tenda yang diharapkan bisa melindungi mereka dari dingin kabut malam.

Bukan terpal saja, harga jerigen untuk air juga melonjak tinggi dari semula Rp35 ribu menjadi Rp55 ribu per unit. "Itu pun jadi barang langka juga," kata Nur Saad.

Aminah, warga Dusun Koko Putek yang belum juga mendapatkan bantuan terpal dari pemerintah, sementara memanfaatkan dari terpal bekas untuk tenda.

"Sudah bolong, tetap saya gunakan dibandingkan kedinginan malam hari. Rumah sudah ambruk," katanya. (*)

Sumber:
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved