Inspirasi Menabung dari Sikka

Menanam Na'inalun 'Memetik' Rupiah

Praktik cerdas ini digali dari nilai-nilai budaya yang hidup di masyarakat. Nilai-nilai itu menginspirasi dan memberi solusi terhadap problem sosial.

Penulis: Benny Dasman | Editor: Benny Dasman
ISTIMEWA
KULABABONG-Seorang tutor PAUD Pelita Hati di Maumere-Sikka menerapkan pendidikan karakter kulababong kepada anak-anak sambil bermain dan bernyanyi bersama. 

"Kini, hampir semua warga Sikka menjadi anggota koperasi dan gemar menabung terinspirasi na'inalun yang dulu menjadi filosofi hidup orangtua dan para leluhur."

SEBELAS murid Sekolah Dasar Aiwuat, Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT), berjalan pelan ke podium. Empat cewek modis berbalut labu, busana adat berwarna kuning serta selendang hijau, memantik perhatian. Disusul tujuh laki-laki berseragam putih, mengenakan lesu widin tilun (ikat kepala yang terbuat dari kain batik). Dililitkan rapi, bagian sampingnya memanjang ke bawah. Menyerupai telinga kambing. Bagian dada disilangkan sembar, selempang bermotif flora dan fauna. Tampil perkasa.

Alunan musik menyapa. Tabuhan bas berpadu petikan gitar dan ukulele harmoni memecah keheningan. Lagu daerah berjudul 'Maumere Manise' dan 'Mior Dadin' menggema. Mereka menyanyi dengan lantang. Berlenggak-lenggok. Suasana semakin semarak. Tepuk tangan membahana.

Penampilan duta-duta dari 'negeri seribu kuwu' ini membuka Festival Praktik Cerdas Pembangunan NTT di Hotel Neo Kupang, belum lama ini. Festival bertajuk "Inspirasi dan Kontribusi dari Desa untuk Mewujudkan Masyarakat NTT yang Berkualitas, Sejahtera dan Demokratis" ini digagas Yayasan Wahana Visi Indonesia (WVI) bekerja sama dengan Pemprov NTT dan pemerintah kabupaten/kota se-NTT. Pada momen ini, WVI menampilkan 22 praktik cerdas dari kabupaten/kota se- NTT. Semuanya bernapaskan kearifan lokal.

"Praktik cerdas ini digali dari nilai-nilai budaya yang hidup di masyarakat. Nilai-nilai itu menginspirasi dan memberi solusi terhadap problem sosial yang terbukti berhasil dan berdampak langsung kepada masyarakat. Kiranya praktik-praktik cerdas ini terus digalakkan dan dihidupkan dalam masyarakat untuk kesejahteraan warga NTT," Agnes Wulandari, Ketua Yayasan WVI, menyapa membuka acara.

Praktik cerdas dimulai. Sikka yang pertama. Sebelas siswa duduk melingkar sembari menganyam pelepah pisang kering. Tangan-tangan kecil mereka sibuk menganyam dan mengikat pelepah pisang kering, dibentuk seperti bola takraw.

Mereka mengartikulasikan kembali kulababong, nilai-nilai budaya lokal yang kini menjadi spirit bermusyawarah masyarakat Sikka. Bicara dari hati ke hati sambil memberi solusi menyelesaikan masalah. Spirit ini kini menjadi dasar perumusan pembentukan pola pendidikan kontekstual yang diimplementasikan di sekolah-sekolah setempat.

Dalam spirit kulababong, pelepah pisang kering dianggap sebagai benda yang tidak berharga, tercerai-berai. Namun kalau dirajut menjadi satu, menghasilkan sesuatu yang bermakna (bola), banyak orang menikmatinya.

Di Kecamatan Doreng, tempat para siswa menimba ilmu, mereka memraktekkan pendidikan kontekstual spirit kulababong melalui filosofi pendidikan Mior Dadin. Mior artinya baik, hebat atau unggul. Dadin berarti tetap berkesinambungan, kontinyu atau selamanya. Pola pendidikan ini dikembangkan di sekolah di Sikka untuk membentuk manusia berkarakter baik, cinta lingkungan, hemat dan mandiri.

Sebelas siswa tadi dibagi dalam tiga kelompok. Mereka memraktekkan Mior Dadin dalam tiga aspek, yaitu modung mior (karakter yang baik), da'an dadin (lingkungan hidup), dan na'inalun (pemberdayaan ekonomi).

Kelompok satu memraktekkan modung mior. Siswa menggaungkan salah satu cara para leluhur Sikka membentuk karakter positif dalam diri anak yang diaktualkan dengan cara orangtua menuturkan usaha-usaha atau contoh-contoh aktivitas yang membentuk pembiasaan-pembiasaan positif dalam rumah. Misalnya, anak perempuan memasak di dapur, mencuci piring, anak laki-laki mencari kayu api, mencari pakan ternak. Atau kegiatan yang dilakukan bersama-sama seperti membersihkan halaman rumah.

Kelompok dua lakonkan  da'an dadin. Mereka membuat pupuk organik ramah lingkungan. Kelompok tiga mengartikulasikan na'inalun (pemberdayaan ekonomi) warisan nenek moyang. Praktik kelompok ini menarik perhatian. Siswa menampilkan dua praktik na'inalun para orangtua dulu yang kini menginspirasi warga Sikka untuk menabung. Penonton tertegun.

Pertama, seorang siswa menampi beras untuk makan siang, siswa lain menyiapkan periuk, air, dan wadah/bakul. Sebelum dimasukkan ke periuk, segenggam beras disisihkan disimpan dalam bakul. Praktik ini dilakukan terus menerus tatkala hendak memasak nasi. Dalam seminggu menghasilkan sekitar sekilogram beras, bahkan lebih. Dalam setahun lumayan banyak. Disimpan di tempat khusus dalam wadah yang kuat. Alhasil, ketika musim paceklik tiba, keluarga ini tetap makan nasi memasak dari beras yang 'ditabung' tadi.

Kedua, siswa mempraktekkan cara mengawetkan daging secara tradisional menggunakan garam lalu disimpan pada sebilah bambu, kemudian di letakkan di atas tungku api untuk diasapkan. Praktek ini dilakukan setiap kali keluarga membeli daging atau mendapatkan arisan pemotongan daging di kampung. Dalam bahasa masyarakat setempat disebut leis. Leis biasanya dilakukan menjelang hari raya natal atau paskah. Pada hari raya keagamaan seperti ini, warga di kampung biasanya menikmati makanan yang sedikit enak, ada daging. Daging yang diawetkan tadi bisa bertahan hingga lima sampai enam bulan. Pada saat keluarga kesulitan mendapatkan lauk, daging yang diawetkan tadi dipotong sedikit demi sedikit untuk membumbui sayuran agar enak, biasanya hanya direbus.

"Na'inalun merupakan nilai-nilai pendidikan warisan leluhur untuk menyiapkan masa depan (anak) dan memberi inspirasi menabung serta melestarikan budaya. Kami ingin mengubah pendidikan tidak sekadar akademik. Kami ingin pendidikan bisa menjawab berbagai persoalan di masyarakat Sikka dengan menyiapkan generasi yang unggul," ujar Leopoldus, salah satu penyusun pendidikan Mior Dadin di Sikka, memberi penguatan kepada publik yang menyaksikan praktek cerdas itu. Tepuk tangan membahana lagi.

Leopoldus menyebut modung mior diarahkan pada pembentukan kepribadian dan perilaku siswa. Da'an dadin menitikberatkan pada pendidikan tentang pelestarian lingkungan. Na'inalun memberi penguatan untuk menyiapkan masa depan, jangan makan apa yang ada sampai habis, siapkan bekal untuk masa depan.

"Dulu orangtua kita tidak mengenal istilah menabung tetapi mereka memraktekkannya melalui na'inalun. Na'inalun itu ibarat benih yang ditanam nenek moyang, sekarang kita petik hasilnya melalui manfaat menabung. Kini, na'inalun menginspirasi warga Sikka, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa untuk menabung," Leopoldus menambahkan.

Donatus Blaan, mantan Camat Palue, Sikka, mengakui saat dirinya menjadi camat terus menggaungkan spirit kulababong atau berbicara dari hati ke hati dan saling mendengarkan menjadi model pendidikan karakter yang dikembangkan di Kabupaten Sikka. Selain sebagai pola, solusi untuk menyelesaikan masalah, kulababong untuk mencegah degradasi moral di kalangan generasi muda.

"Saya dibesarkan dalam keluarga yang memraktekkan na'inalun. Hal itu menginspirasi kami saat ini untuk giat menabung uang di bank maupun koperasi atau menabung hasil bumi," ujar Donatus, Sabtu (30/6/2018).

Moat Boru (60), warga Dusun Wolodete, Desa Kajowair-Watublapi, Kecamatan Kewapante, Sikka, juga mengamini orangtuanya yang dulu hidup di Hewokloang, Kecamatan Kewapante, Sikka, juga memraktekkan na'inalun untuk mengantisipasi musim paceklik. "Setiap kali memasak, orangtua selalu mengingatkan kami untuk menyisihkan segenggam beras atau jagung untuk disimpan. Hasilnya, bisa untuk berbagi dalam kegiatan sosial atau dinikmati keluarga saat paceklik tiba," Moat Boru mengenang dan menceritakannya kepada Pos Kupang, Minggu (1/7/2018).

Dua koperasi besar, Kopdit Obor Mas dan Pintu Air, membumi di tanah niang Sikka, terinspirasi na'inalun. Kini aset Koperasi Obor Mas, salah satu koperasi penyalur Kredit Usaha Rakyat, sudah menembus Rp 575 miliar, dengan volume pinjaman senilai Rp 307 miliar.

Jumlah anggota Kopdit Obor Mas lebih dari 78.000 orang. Produk KUR yang ditawarkan adalah KUR Mikro dengan pinjaman maksimal Rp 25 juta dan KUR Ritel dengan plafon Rp 25 juta-Rp 500 juta. "Jujur saja, dominan anggota koperasi kami masyarakat desa yang lahir dan dibesarkan dalam spirit na'inalun. Anggota koperasi kami juga banyak pelajar (SD, SMP, SMA) yang sejak dini sudah tahu apa itu na'inalun melalui pendidikan karakter di sekolah. Apa yang dipunyai sekarang, jangan dimakan habis. Itu nasihat orangtua dulu yang tetap terngiang hingga sekarang. Dulu mereka bilang na'inalun, sekarang menabung," Leonardus Frediyanto, General Manajer Kopdit Obor Mas Maumere, Sikka, mengamini.

Sementara aset Koperasi Kredit (Kopdit) Pintu Air di Dusun Rotat, Desa Ladogahar, Kecamatan Nita, Sikka, tercatat Rp 697 miliar. "Gemarnya masyarakat Sikka menabung di koperasi ini juga terinspirasi spirit na'inalun, warisan para leluhur," terang Yakobus Jano, Ketua Kopdit Pintu Air. Dia menyebut jumlah anggota Kopdit Pintu Air saat ini mencapai 153.362 anggota, total karyawan 558 orang.

Strategi Penguatan Ekonomi
Kepala Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Sikka, Simon Subsidi, menjelaskan, pendidikan kontekstual mior dadin sudah diterapkan pada 35 sekolah dasar di Sikka.

"Mior dadin artinya pendidikan yang terjadi terus menerus mulai dari keluarga, dengan melibatkan berbagai pihak yang bersumber dari nilai-nilai budaya dan alam lingkungan yang mampu membentuk manusia berkarakter baik (modung mior) cinta lingkungan (da'an dadin), hemat dan mandiri (na'inalun)," terang Simon.

Dia melukiskan mior dadin, khususnya na'inalun sebagai strategi untuk menyelesaikan problem ekonomi masyarakat Sikka yang biasanya boros (pesta-pesta adat) untuk gemar menabung. Dan, hasilnya menyata.

"Hampir semua masyarakat Sikka (anak-anak dan orangtua) menjadi anggota koperasi. Ini berkat hidupnya nilai-nilai lokal (na'inalun) melalui pendidikan di sekolah. Nilai-nilai yang sudah tumbuh subur dalam rahim kultur masyarakat Sikka ini harus terus dihidupkan dan dikembangkan sesuai perkembangan zaman," Simon bangga.

Bupati Sikka, Yoseph Ansar Rera, mengakui dalam kepemimpinannya mengutamakan pendidikan karakter. Sebab, dirinya melihat generasi muda di Sikka sudah mulai berkurang etikanya dan perilaku hidupnya tidak sesuai adat dan budaya.

"Kami mengembangkan model pendidikan mior dadin dengan tiga aspek (modung mior/karakter yang baik; da'an dadin/lingkungan hidup; na'inalun/pemberdayaan ekonomi). Tiga aspek ini diadaptasi dari kearifan lokal di mana anak-anak sekolah diajarkan sopan santun dan etika dalam semangat kulababong," ungkap Simon belum lama ini.

Yosep Ansar Rera mengaku bangga pada tahun 2015 lalu mendapatkan penghargaan runner up dari MDGEs karena berhasil mengembangkan pendidikan karakter kulababong khususnya spirit na'inalun yang tercermin dari hadirnya 431 koperasi di Sikka saat ini, 163 di antaranya sudah berbadan hukum. Total anggota sebanyak 291 ribu jiwa dari jumlah penduduk Sikka 344 ribu orang. Koperasi di Sikka memiliki total aset Rp 1 triliun dan omzet Rp 8 triliun.

"Kini, hampir semua warga Sikka menjadi anggota koperasi dan gemar menabung terinspirasi na'inalun yang dulu menjadi filosofi hidup orangtua dan para leluhur. Orangtua membesarkan kita dalam spirit na'inalun, sekarang kita petik hasilnya melalui apa yang kita dapatkan dari manfaat menabung," Yosep Ansar Rera memberi kesaksian, Sabtu (30/6/2018).

Bahkan, lanjut mantan Sekda Ende ini, Pemda Sikka mendapat kunjungan dari 15 negara untuk mencermati karakter pendidikan ini (kulababong/na'inalun) untuk bisa diterapkan sesuai dengan kehidupan masyarakat di negaranya.

"Kita harus bangga bahwa pendidikan karakter kulababong dengan filosofi mior dadin, khususnya spirit na'inalun bisa mendapat apresiasi dari negara lain dan menginspirasi dunia menjadi salah satu model pendidikan karakter anak," pungkas Yoseph Ansar Rera. *  (benny dasman)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved