PPDB di SMAK Giovani Kupang Tak Pakai Sistem Zonasi
Sekolah Menengah Atas Katholik (SMAK) Giovani Kupang tidak menggunakan sistem zonasi dalam melakukan Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB).
Penulis: Thomas Mbenu Nulangi | Editor: Kanis Jehola
Laporan Reporter POS-KUPANG.COM, Tommy Mbenu Nulangi
POS-KUPANG.COM | KUPANG - Sekolah Menengah Atas Katholik (SMAK) Giovani Kupang tidak menggunakan sistem zonasi dalam melakukan Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB).
Hal itu disampaikan oleh Kepala SMAK Giovani Kupang RD. Yustinus Efi kepada POS- KUPANG.COM yang ditemui di Kantor SMAK Giovani Kupang, Selasa (2/7/2018) siang.
Baca: Wajib Pajak Kaget PPh Turun
RD. Yustinus mengatakan, karena tidak menggubakan sistem zonasi maka pihaknya menerima semua para calon peserta didik baru dari daerah manapun baik yang ada dari NTT maupun yang berasal dari Indonesia.
"Kita sekolah swasta tidak memakai sistem zonasi, karena itu pendaftarnya dari mana-mana. Dari seluruh NTT dan seluruh Indonesia. Kita tidak ada batasan 70 persen dan 30 persen," jelas RD. Yustinus.
Yustinus menambahkan, animo masyarakat Kota Kupang mendaftarkan anaknya di SMAK Giovani Kupang terus meningkat meskipun sekolah itu sudah menutup pendaftaran menggunakan sistem online.
" Justru saat penutupan seperti ini juga masih ada calon peserta didik yang datang mendaftar khususnya dari daerah-daerah," kata RD. Yustinus.
RD. Yustinus menambahkan, saat ini ada juga calon peserta didik yang mendaftar di SMAK Giovani berasal dari Sumatra. Selain dari Sumatra, ada juga peserta yang mendaftar berasal dari negara Timor Leste.
" Jadi yang terjauh itu dari sumatra. Ada juga dari Timor Leste, tapi belum konfirmasi lagi. Dan kita juga menerima dari daerah-daerah lain yang ada di NTT," ungkap RD Yustinus.
RD. Yustinus mengungkapkan, selain tidak menggunakan sistem zonasi, sekolahnya sudah memiliki tradisi untuk tidak membatasi para calon peserta didik yang mendaftar disekolah tersebut.
" Apalagi kami punya satu tradisi disekolah bahwa tidak pernah membatasi para calon peserta didik, asalkan memenuhi kuota," katanya.
RD. Yustinus menegaskan, pihanya membatasi kuota karena berkaitan dengan ketersediaan ruang. Sedangkan untuk membatasi anak yang pintar dan anak yang tidak pintar, hanya untuk kepentingan pemetaan internal. (*)