Marhaban Idul Fitri Al-Mubarak Wa Ilal-Liqa' Ya Ramadhan

Semoga puasa, amal dan ibadat sanak kerabatku yang Muslim dan Muslimat pada 2018 ini, menjadikan tahun ini sebuah 'anno mirabilis'

Editor: Benny Dasman
zoom-inlihat foto Marhaban Idul Fitri Al-Mubarak Wa Ilal-Liqa' Ya Ramadhan
ISTIMEWA
P Dr. Philipus Tule, SVD

Puasa Katolik
Puasa kristiani, khususnya Katolik, biasa diwajibkan pada 40 hari ataupun enam minggu sebelum Paskah. Periode sebelum Paskah itu dikenal dengan Masa Prapaskah atau Masa Puasa. Lazimnya, Masa Puasa itu dimulai pada Rabu Abu, empat hari sebelum Minggu Pertama Masa Puasa.

Pada hari Rabu itu (tahun 2018 ini jatuh pada tgl 14 Februari) dalam Perayaan Ekaristi, umat Kristen-Katolik menerima tanda salib dari abu pada dahi, yang diberikan Imam dengan berkata: 'Memento homo quia pulvis est et in pulverem reverteris' (Ingatlah hai manusia. Karena kamu berasal dari tanah dan akan kembali kepada tanah).

Penting untuk disimak apa makna kata-kata dan simbol itu. Bahwa kita manusia adalah makhluk rendah, debu tanah yang harus mati. Masa puasa adalah saat rahmat untuk mawas diri dan merefleksi kehidupan sebagai umat beriman, lebih percaya dan menghayati nilai-nilai Injil, metanoia atau tobat serta pembaharuan diri, meninggalkan pola hidup lama yang berdosa dan bangkit bersama Kristus di Hari Paskah sebagai Manusia Baru yang layak menyandang gelar Citra Allah atau Insan Kekasih Allah.

Ada beberapa alasan mengapa puasa Kristen Katolik itu dilakukan selama 40 hari. Pertama, diambil dari angka 40 hari kebiasaan puasa bagi para calon baptis. Kedua, merujuk pada tindakan Nabi Musa berpuasa 40 hari sebelum ia menerima kesepuluh Perintah Allah di Gunung Sinai. Yesus pun berpuasa di padang gurun 40 hari lamanya sebelum Ia digodai iblis dan menang atasnya.

Semua pengalaman para Nabi Allah dan Yesus itu cukup gamblang mengungkapkan makna puasa. Puasa telah memampukan mereka menciptakan 'jarak' fisik dan spiritual dari dunia sehari-hari dan sesama, mengakrabkan mereka pada Allah dalam kesunyian dan doa, menimba kekuatan spiritual untuk melakukan kehendak Allah serta mengalahkan kuasa kegelapan.

Praktek puasa Kristen Katolik yang ada dewasa ini sesungguhnya telah mengalami proses aggiornamento (penyesuaian) yang lama. Ia berkembang dari praktek yang sangat rigoristik pada abad pertama dalam Gereja.

Gereja zaman dahulu, sebagaimana masih dipraktekkan dalam lingkup Gereja Koptik di Mesir dan beberapa biara, juga masih menjalani puasa total 40 hari, hanya sekali makan sehari menjelang senja hari, namun diharamkan daging, ikan, telur dan susu. Pada abad ke-9 dan selanjutnya, Gereja semakin bersikap lebih lunak terhadap kewajiban itu.

Pada Abad Pertengahan ikan diperbolehkan untuk dimakan. Dengan dikeluarkan Konstitusi Apostolik Paenitemini (1966) dalam Gereja Katolik, maka kewajiban puasa hanya terbatas pada Hari Rabu Abu dan Jumat Agung.

Berhubung kewajiban berpuasa itu tidak memiliki sangsi yuridis, mengandalkan kesadaran moral dan niat pribadi umat, maka dewasa ini semakin berkembang paham relativis yang menilai puasa itu tidak lagi merupakan suatu yang wajib. Oleh karena itu tak heran kalau Masa Puasa Kalendarium tetap terpancang, tapi prakteknya kian merunyam dan tak karuan.

Paham relativis terkadang menggiring segelintir orang beriman kepada sikap peremehan. Hal itu mudah saja terjadi bila kesadaran umat telah pudar dan usaha penyadaran dan pendidikan spiritual dari pihak pimpinan lembaga gerejani tak dijalankan dengan sesungguhnya.

Muslim dan Kristiani Bersalaman
Dalam kehidupan bermasyarakat perjumpaan senantiasa tak terhindarkan. Perjumpaan itu terjadi antarkerabat, sababat, kenalan dan rekan-rekan tanpa kenal batas agama. Perjumpaan dan komunikasi fisik lewat anggukan kepala, jabatan tangan, kedipan mata dan sapaan ramah bisa membawa kenangan indah bagi setiap insan. Tapi sesungguhnya, perjumpaan spiritual antarinsan beragama yang paling mengesankan tertulis dalam catatan harian saya pada Tri-hari mulia awal bulan Maret 1995 (tanggal 1-3 Maret 1995).

Hari-hari itu patut dicatat dalam batin umat Muslim dan Kristiani. Saat itu adalah penghujung akhir bulan Ramadhan, saat akhir umat Islam menjalani Sawm dan merayakan Idul Fitri. Tapi serentak saat rahmat bagi umat Kristen Katolik membuka Masa Puasa. Pada tahun 2002 pun patut dicatat karena selagi umat Katolik menjalani Puasa, kerabat Muslim dan Muslimat merayakan Idul Adha-nya.

Kita patut menimba pelbagai keutamaan yang terpancar dari wajah dan aktivitas kerabat umat beragama di NTT yang berpuasa dan merayakan hari-hari besar keagamaannya. Tapi kita pun mawas diri terhadap paham relativis segolongan umat yang meremehkan dan meniadakan praktek puasa itu.

Di tengah gegap gempita berita terorisme dan radikalisme yang penuh nuansa konflik bermuatan SARA di Jawa dan Sumatera, kita warga Propinsi Nusa Tengara Timur ini tetap bertekad untuk saling menyampaikan salam dan berjabatan tangan erat-erat.

Sambil menjabat erat-erat tangan kerabatku yang Muslim dan Muslimat, kusampaikan salam: "Selamat Jalan ya Ramadhan dan Selamat Datang ya Idul Fitri al-Mubarak 1439 Hijriyah yang segera tiba pada tanggal 15-16 Juni 2018 yang akan datang.

Halaman
123
Sumber: Pos Kupang
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved