Inilah 'Rumah Baru' Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto
Terpidana kasus korupsi dana proyek e-KTP, Setya Novanto, dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Kota Bandung
POS-KUPANG.COM | BANDUNG - Terpidana kasus korupsi dana proyek e-KTP, Setya Novanto, dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Kota Bandung, Jumat (4/5/2018).
Setnov terbukti melakukan korupsi dana proyek KTP-el tahun anggaran 2011-2013. Dia didakwa menerima uang 7,3 juta dollar Amerika Serikat oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca: Polisi Temukan Banyak Pelanggaran Dilakukan Pengendara Motor di Malaka. Apa Saja Bentuknya?
Mantan Ketua DPR itu divonis 15 tahun penjara plus denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dollar AS dikurangi Rp 5 miliar yang telah dititipkan kepada penyidik.
Baca: Sedih! TKW Asal TTS Ini Dianiaya Hingga Buta. Ia Minta Ada yang Bisa Membantu Memulangkannya
Lalu bagaimana sejarah Lapas Sukamiskin hingga menjadi penjara bagi para koruptor? Berikut sejarah singkatnya.
Penjara Sukamiskin yang sekarang dikenal dengan nama Lapas Kelas I Sukamiskin, dibangun pada masa kolonial Belanda, tepatnya tahun 1918.
Arsiteknya adalah Wolff Schoemaker. Pria Belanda bernama lengkap Charles Prosper Wolff Schoemaker (25 July 1882 - 22 May 1949) ini merupakan perancang banyak bangunan di Bandung.
Selain Lapas Sukamiskin, Gedung Merdeka dan Katedral Santo Petrus adalah juga karyanya. Penjara Sukamiskin mulai difungsikan pada tahun 1924 sebagai tempat hukuman bagi kaum intelektual yang dianggap melakukan kejahatan politik karena bertentangan dengan penguasa Belanda.
Saat itu namanya adalah Straftgevangenis voor intelectuelen atau Rumah Tahanan Politik. Schoemaker merancang penjara ini dengan desain kincir angin.
Setiap blok mengarah sesuai mata angin, blok utara, blok selatan, blok barat dan blok timur. Setiap blok terdiri 2 lantai yang dihubungkan ke bangunan bundar paling tinggi di tengah. Bangunan tersebut merupakan poros dari penjara itu.
Lapas Sukamiskin ini memiliki 522 ruangan, beberapa di antaranya berada di bawah tanah yang dikhususkan untuk tahanan berbahaya.
Sebagai Lapas Kelas I, faktor keamanan di lapas ini juga sangat ketat. Lapas Sukamiskin dilengkapi dengan sejumlah menara pengawas yang diperuntukkan memantau seluruh blok.
Ironisnya, sang arsitek penjara, Schoemaker pernah merasakan dinginnya penjara yang dirancangnya itu.
Schoemaker ditahan saat Jepang berkuasa di Indonesia. Selain pria Belanda itu, banyak tokoh kemerdekaan yang pernah ditahan di sana seperti Sukarno.
Presiden pertama Republik Indonesia tersebut pernah menghuni kamar nomor 1 Blok Timur Atas.
Sekarang, sel tersebut bernomor TA01 yang merupakan singkatan dari Timur Atas 01.
Bung Karno ditahan karena bertentangan dengan Belanda.
Sekitar Desember 1929, Soekarno ditangkap oleh Belanda dan dipenjara di Penjara Banceuy karena aktivitasnya di Partai Nasional Indonesia (PNI).
Pada tahun 1930, Soekarno dipindahkan ke penjara Sukamiskin.
Dari dalam penjara inilah, Soekarno membuat pledoi yang fenomenal, Indonesia Menggugat.
Belum ada catatan sejarah yang menyebutkan, penjara ini dibobol oleh tahanan dan narapidananya, baik sejak pemerintahan Hindia Belanda.
Penjara Sukamiskin lantas ditetapkan sebagai Lapas Pariwisata setelah dilakukan penandatanganan Prasasti Lapas Kelas I Sukamiskin menjadi Lapas Pariwisata oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, 22 Juni 2010.
Pada 8 Oktober 2012 sesuai Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI, Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Sukamiskin diputuskan sebagai Lembaga Pemasyarakatan Cagar Budaya dan Pendidikan.
Kini, Lapas Sukamiskin menjadi rumah baru bagi para terpidana korupsi. Selain Setya Novanto yang masuk Jumat (4/5/2018), mereka yang sudah menghuni lapas bersejarah itu di antaranya adalah mantan bendahara umum Partai Demokrat, Muhamad Nazaruddin. (*)