Begini Urgensi Meningkatkan Kompetensi Guru di NTT
Bila kita membaca tema ini, secara khusus pada frase "menguatkan pendidikan", spontan terpikirkan tentang mutu
Oleh: RD Fidelis Dua
Kepala SMAS Katolik St. John Paul II Maumere
POS KUPANG.COM - Peringatan Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2018 mengusung tema "Menguatkan Pendidikan, Memajukan Kebudayaan". Tema ini sangat relevan dengan usaha-usaha yang telah kita perjuangkan di bidang pendidikan dan kebudayaan selama ini.
Bila kita membaca tema ini, secara khusus pada frase "menguatkan pendidikan", spontan terpikirkan tentang mutu pendidikan kita. Secara umum mutu pendidikan kita terus meningkat dari waktu ke waktu.
Hal ini bisa terlihat dari banyaknya program pemerintah yang semakin berpihak pada bidang pendidikan dengan berbagai kerja keras untuk memperluas akses pendidikan yang berkualitas di semua penjuru tanah air.
Belakangan ini pemerintah telah membangun, membenahi dan memperkuat infrastruktur. Bangunan-bangunan baru sekolah terus bertambah dan kelihatan makin megah, walaupun semuanya belum terjangkau.
Reformasi sekolah, kurikulum yang hidup dan dinamis, sarana dan prasarana yang andal, serta teknologi pembelajaran yang mutakhir, menjadi keniscayaan menguatnya pendidikan yang bermutu (Pidato Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2 Mei 2018).
Sementara itu, hal urgen untuk menguatkan pendidikan kita, yakni kompetensi guru masih belum optimal merata bagi semua guru.
Disinyalir kompetensi guru (kebanyakan) di pelbagai daerah sangat bervariasi. Dikeluhkan kompetensi guru di sekolah-sekolah masih rendah.
Maka, bersamaan dengan pembangunan infrastuktur pendidikan, perlu dilakukan juga usaha meningkatkan kompetensi guru agar menjadi modal yang andal dan siap menghadapi generasi Z yang sedang dalam perubahan zaman yang melaju kencang, kompleks, tak terduga, dan multiarah.
Sampai kapanpun peran guru tak tergantikan dalam lembaga pendidikan. Guru menjadi sumber kekuatan untuk menguatkan pendidikan dan kualitas guru menentukan mutu pendidikan kita.
Karena itu, untuk menguatkan pendidikan saat ini tidak terutama lagi pada membangun, membenahi dan memperkuat infrastruktur, melainkan berikhtiar meningkatkan kompetensi guru khususnya kompetensi pedagogi dan profesional.
Kita menyadari bahwa kondisi ideal pendidikan amat ditentukan oleh kondisi riil guru di sekolah-sekolah saat ini. Perubahan kurikulum yang hidup dan dinamis serta perkembangan teknologi pembelajaran yang mutakhir menuntut kapasitas guru yang andal.
Guru harus mentransformasi peserta didik untuk memiliki kapabilitas digital yang kreatif dan inovatif agar mampu bekerja dalam revolusi industri generasi keempat demi kemajuan dan kejayaan Indonesia.
Namun guru kebanyakan belum mampu bertransformasi tetapi mereka terus berdedikasi dalam keterbatasannya sebagai tanda passion mereka bagi peserta didik.
Langkah-langkah strategis dan realistis yang dapat dilakukan dalam upaya meningkatkan kompetensi guru adalah sebagai berikut.
Pertama, pemerintah perlu membangun Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PPPPTK) sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang berada di bawah koordinasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan secara merata di setiap provinsi.
Kedua, pemerintah dan penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat bekerja sama membuka Sentra Belajar Guru (SBG) atau tempat untuk on going formation bagi guru-guru di setiap daerah dengan instruktur yang hebat.
Ketiga, pemerintah dan penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat membangun kerja sama dengan universitas-universitas yang kredibel dalam menyelenggarakan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) untuk menyiapkan guru-guru berkualitas dan menjalankan Pendidikan Profesi Guru (PPG) secara baik dan benar.
Keempat, pemerintah dan penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat terus memperhatikan kesejahteraan dan kebahagiaan guru seumur hidup.
Dengan demikian, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian dan kompetensi profesional guru akan meningkat dan berdampak pada menguatnya pendidikan dan meningkatnya kualitas lulusan kita.
Statement ini didukung oleh hasil penelitian John Hattie (2000) yang menunjukkan bahwa sebanyak 63% mutu pembelajaran dan mutu pendidikan sangat ditentukan oleh kompetensi guru, sedangkan sisanya ditentukan oleh variabel lain di sekolah.
Ini berarti bahwa semakin tinggi kompetensi guru, akan berbanding lurus dengan peningkatan prestasi belajar peserta didik atau kualitas lulusan.
Jika ini telah diterapkan dalam pendidikan di Inodensia, maka seharusnya tidak ada perbincangkan dan keluhan sukarnya soal UN pada beberapa waktu yang lalu setelah UN oleh banyak peserta didik yang mengikuti UN tahun ini.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI menjelaskan mengapa Ujian Nasional sulit dan Mendikbud menyebut ada nilai beberapa mata pelajaran UN yang turun. Ternyata karena soal-soalnya menggunakan instrumen Higher Order Thinking Skill (HOTS) untuk penuhi standar internasional
(http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/18/04/02).
Hal ini benar-benar tidak nyambung dengan kenyataan dunia pendidikan kita. Kalau soal ujiannya menggunakan standar internasional, harusnya para guru juga sudah disiapkan untuk mampu mengajar dengan standar internasional.
Tetapi itu tidak dilakukan oleh pemerintah secara merata dan menyeluruh sampai ke pelosok-pelosok. Maka sekarang kita harus menyiapkan guru-guru untuk mampu mengajar dengan standar internasional. Upaya yang harus dilakukan adalah mengadakan pelatihan untuk guru-guru di pusat-pusat pelatihan secara kontinu.
Selama ini sudah ada banyak pelatihan namun belum menjangkau semua guru sampai ke pelosok-pelosok. Dalam hal pengetahuan dan kemampuan guru untuk mengajar masih sangat terbatas.
Kalau guru-guru kita mengajar dengan instrumen HOTS (Higher Order Thinking Skill) dan mereka menguasai bidang yang diajarkannya dengan sangat mendalam (profound knowledge), maka peserta didik akan menyerap konsep dengan instrumen HOTS juga.
Instrumen HOTS memberikan penekanan pada mentransfer satu konsep ke konsep lain, memproses dan menerapkan informasi, melihat hubungan atau mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbeda-beda, menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah, dan menguji gagasan dan informasi secara kritis.
Kemampuan guru mengajar dengan menalar itulah yang sangat dibutuhkan. Ketika guru mengajar dengan menalar (waktu menjelaskan pelajaran yang diajarkannya), maka secara tidak langsung peserta didik akan ikut menalar.
Jadi kalau guru mengajar dengan penalaran tingkat HOTS, otomatis peserta didik terlatih juga berpikir menggunakan HOTS. Sehingga bukan ujian yang dijadikan alat untuk meningkatkan mutu pendidikan kita tetapi persiapan guru (kompetensinya).
Guru perlu memperbaiki proses pembelajaran di kelas dengan harapan mampu meningkatkan kompetensi lulusan.
Maka dengan memperingati Hari Pendidikan Nasional 2018 ini, pemerintah dan kita semua semakin berkomitmen untuk terus berikhtiar meningkat kompetensi guru-guru kita sampai ke pelosok-pelosok.
Kita perlu mengembangkan kompetensi guru yang sekarang ada dengan lebih strategis dan realistis untuk menguatkan pendidikan kita. *