Budaya Sadar Sampah dan Pariwisata NTT
Tanpa menafikan peningkatan kunjungan wisatawan ke NTT, satu isu penting yang perlu diperhatikan adalah sampah, terutama sampah plastik
Oleh: Herman Seran
Research Fellow at IRGSC Kupang & Co-editor Buku Membangun Indonesia dari Pinggiran. Dapat dihubungi di herman_seran@yahoo.com
POS KUPANG.COM - Nusa Tenggara Timur (NTT) didaulat sebagai destinasi wisata baru (New Tourism Territory) di Indonesia. Gubernur Lebu Raya, memprojeksikan pariwisata sebagai salah satu lokomotif pembangunan melalui Program Provinsi Pariwisata.
Tanpa menafikan peningkatan kunjungan wisatawan ke NTT, satu isu penting yang perlu diperhatikan adalah sampah, terutama sampah plastik.
Pantai dan laut merupakan destinasi wisata yang dominan bagi provinsi kepulauan seperti NTT, karenanya kebersihan pantai dan laut berkaitan langsung dengan daya tarik pariwisata.
Daya tarik Pantai Kuta di Bali tercoreng oleh tumpukan sampah sepanjang pantai. The New Tourism Territory semestinya belajar dari kegagalan daerah pariwisata lain, untuk membangun industri pariwisata yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Tulisan ini mengajak para pemangku kepentingan serius dengan pengelolaan sampah demi mendorong kinerja sektor pariwisata di NTT.
Indonesia disinyalir merupakan negara kedua di dunia yang memproduksi sampah plastik terbanyak setelah China (Kompas 5 Des 2017). Penelitian 2011-2014 menyebutkan bahwa 26/100 meter persegi lautan diliputi sampah plastik.
Sampah plastik merusak pemandangan pantai dan sungai serta menjadi racun serta polusi yang sulit terurai. Pantai-pantai NTT tak terkecuali, terutama di sekitar Kota Kupang juga dicemari sampah plastik.
Pantai Oesapa yang menjadi destinasi wisata kuliner baru di Kota Kupang, misalnya, sangat kotor dan menjijikkan sehabis hujan. Sampah yang menumpuk sepanjang pantai, terutama sampah plastik.
Keasrian dan keasikan menikmati pantai dan kuliner sangatlah terganggu dengan pemandangan semacam ini. Ekosistem laut termasuk terumbu karang akan tercemari oleh plastik yang terendapkan di dasar laut. Teritori Wisata Baru bisa layu sebelum berkembang jika kita tidak menanggapi isu sampah secara serius.
Di tingkat nasional belum terlihat kebijakan yang serius soal sampah plastik walau telah ada undang-undang pengolahan sampah. Pemerintah menemukan kesulitan untuk menerapkan sanksi bagi warga yang melakukan pencemaran.
Namun, NTT bisa memelopori kebijakan dan insentif pengurangan sampah plastik demi kelestarian lingkungan dan industri pariwisata yang berkelanjutan.
Kebijakan dan insentif akan lebih efektif jika menargetkan pada sampah rumah tangga. Penelitian menunjukkan bahwa 70% sampah berasal dari limbah domestik (BBC Indonesia, 28 Jan 2018).
Dengan menangani mayoritas sumber sampah, usaha membersihkan pantai dari sampah menjadi lebih efektif. Menjaga pantai dan laut NTT berarti menjaga sustainabilitas ekosistem laut dan pariwisata di NTT.
Pengamatan di sepanjang pantai di seputar teluk Kupang dan tempat pembuangan sampah, tampak sampah plastik bekas minuman secara anekdotal mendominasi sampah plastik kita.
Kebiasaan meminum minuman kemasan adalah penyumbang sampah plastik yang serius. Pemerintah perlu memikirkan insentif dan disinsentif untuk produksi dan konsumsi minuman kemasan.
Jika air mineral kemasan per gelas 240mL maka setiap orang diperkirakan membuang delapan gelas plastik ke lingkungan setiap hari. Jika 1% dari 5.5juta penduduk NTT mengonsumsi air kemasan setiap hari maka dalam 1 tahun sekitar 161 juta gelas plastik dibuang ke lingkungan di NTT.
Sampah plastik akan lebih banyak kalau ternyata orang Flobamora penggemar minuman gela melebihi 1%. Skenario menjadi lebih menyedihkan kalau mempertimbangkan akumulasi sampah plastik, mengingat gelas plastik membutuhkan sekitar 20 tahun untuk terurai sempurna.
Memang ada kesepakatan negara-negara Asia untuk membersihkan plastik di laut. Akan tetapi, tanpa mengatasi sumber sampah maka membersihkan sampah plastik di laut hanyalah usaha menaburkan garam ke laut. Semenjak rumah tangga adalah kontributor terbesar sampah plastik, maka penanganan sampah domestik sangat efektif menyelesaikan persoalan limbah plastik.
Nusa Tenggara Timur sebaiknya fokus mengembangkan kebijakan manajemen sampah rumah tangga agar mengurangi sampah plastik yang terbuang ke laut.
Dengan demikian, usaha membersihkan plastik di laut dapat menunjukkan hasil yang signifikan.Setidaknya ada tiga langkah pengelolaan sampah pada level rumah tangga yakni penguatan kapasitas masyarakat, insentif dan disinsentif pengelolaan limbah domestik, penyediaan infrastruktur sampah.
Pertama, masyarakat perlu diadvokasi untuk memahami untung dan ruginya mengelola sampah sejak di rumah sebelum ke tempat pembuangan akhir (TPA). Keluarga sadar sampah harus dibudayakan, termasuk menerapkan kebijakan 3R Reduce, Reuse dan Recycle) pada level rumah tangga.
Keluarga perlu dididik untuk konsumsi plastik seperlunya (reduce). Sebisa mungkin peralatan plastik dipakai berulang kali (reuse). Rumah tangga perlu diadvokasi untuk melakukan pendaur ulangan dan menghargai produk daur ulang (recycle).
Misalnya, ibu-ibu sebaiknya membawa kantong dari rumah ketika berbelanja. Kantong plastik dari toko bisa digunakan sebagai alas kotak sampah di rumah. Sampah plastik bisa dikumpulkan untuk kemudian dikirim ke pengumpul untuk didaur ulang.
Kedua, pemerintah memberikan insentif kepada keluarga yang melakukan manajemen limbah domestik secara bertanggung jawab dan sebaliknya memberi ganjaran kepada keluarga yang tidak menerapkan tata kelola sampah yang benar.
Pemisahan sampah antara organik dan non-organik (termasuk plastik dan logam) perlu dipromosikan di level rumah tangga dengan memberi insentif bagi mereka yang melakukannya. Sebaliknya, ganjaran yang efektif perlu dikenakan kepada mereka yang mengabaikan tata kelola sampah domestik.
Dengan menerapkan instentif dan disinsentif bagi pengelolaan sampah, tata kelola limbah plastik di level rumah tangga dapat berjalan efektif. Alhasil, penanganan sampah di TPA atau lingkungan menjadi lebih mudah dan murah.
Hal ketiga yang sangat krusial adalah ketersediaan infrastruktur pengelolaan sampah. Penyediaan tempat sampah yang mendorong pemilahan sampah sangatlah penting termasuk Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang ramah segregasi sampah. Pengangkutan sampah dari TPS ke TPA (Tempat Penimbunan Akhir) adalah infrastruktur kedua yang harus berjalan teratur.
Penanganan sampah di TPA, termasuk usaha pendauran ulangan dan penimbunan sampah residu.
Tata kelola sampah mulai dari TPS hingga penimbunan residu menjadi tanggung jawab pemerintah sesuai kewenangan masing-masing adalah tahap ketiga. Perhatian perlu diberikan pada aspek koordinasi antara instansi terkait yang sering kali menjadi momok inefisiensi dan kelumpuhan pelayanan sampah.
Misalnya, sampah yang sering menumpuk di area Penghijauan Jl Prof Dr. Herman Johanes sebagai kawasan perbatasan antara Kota Kupang dan Kabupaten Kupang.
Sampah plastik saat ini menjadi permasalah serius di Indonesia termasuk Nusa Tenggara Timur. Sementara NTT diproyeksikan sebagai the New Tourism Territory setelah Bali dan Lombok.
Eradikasi sampah plastik akan menyokong New Tourism Territory dan tidak mengulangi pengalaman buruk Pantai Kuta. Fokus pada pengelolaan sampah rumah tangga merupakan cara efektif dalam mengelola sampah semenjak 70% sampah adalah sampah domestik.
Keluarga perlu diberdayakan untuk mengelola sampah sejak di dalam rumah, dengan menerapkan manajemen sampah domestik yang efektif, termasuk penerapan 3R (Reduce, Reuse, Recycle).
Pemerintah perlu memberi insentif dan disinsentif yang tepat guna untuk memastikan sampah plastik mengotori pantai dan laut Flobamora direduksi hingga minimum.
Penyediaan infrastruktur pengelolaan sampah termasuk TPS, pengangkutan, TPA, pengolahan dan penangan residu sampah membutuhkan penanganan yang komprehensif.
Mengelola sampah secara bertanggung jawab memperkuat posisi NTT sebagai the New Tourism Territory. Jangan biarkan the New Tourism Territory dihancurkan oleh sampah plastik. *