Kisah Heroik dari Sawahlunto, Yosep Ola Bebe Pulang ke Adonara dengan Selamat

Kota Sawahlunto mulai memproduksi batu bara sejak tahun 1892. Sampai tahun 1898, usaha tambang di Sawahlunto masih

Editor: Dion DB Putra
ISTIMEWA
Lubang bekas tambang batu bara di Sawahlunto, Sumatera Barat. 

Pemerintah kolonial Belanda marah dan perang tak terhindarkan. Korban berjatuhan, baik dari pihak kolonial maupun barisan pengikut Ola Bebe.

POS KUPANG.COM -- Sawahlunto adalah sebuah kota di Provinsi Sumatera Barat, yang berjarak sekitar 95 kilometer timur Kota Padang. Kota wisata tua yang sarat multi etnik seluas 273,45 km2 ini diapiti Kabupaten Tanah Datar, Solok dan Sijunjung.

Kota yang dibangun pada 1888 ini, sudah ditetapkan pula sebagai cagar budaya oleh pemerintah setempat sebagai kota wisata tambang yang berbudaya.

Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Sawahlunto dikenal sebagai kota tambang batu bara. Namun, kota berpenduduk 56.812 jiwa itu (SP 2010) sempat mati, setelah penambangan batu baru dihentikan Belanda pada tahun 1923 karena adanya rembesan air dari sungai Batang Lunto dan tingginya gas metan saat itu.

Kota Sawahlunto mulai memproduksi batu bara sejak tahun 1892. Sampai tahun 1898, usaha tambang di Sawahlunto masih mengandalkan narapidana (napi) yang dipaksa bekerja dan dibayar dengan harga murah. Salah seorang napi adalah Yoseph Ola Bebe.

Yosep Ola Bebe
Yosep Ola Bebe (IST)

Pria asal Desa Watoone, Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur ini merupakan tahanan politik Belanda yang kala itu menjalani hukuman di sebuah penjara di Pulau Jawa.

Entah apa pertimbangan Belanda, Ola Bebe dipindahkan ke Sawahlunto pada 1917 dari penjara Paledang Bogor untuk menjalani delapan dari 12 tahun penjara yang harus dilajalaninya.

Beruntung, Yoseph Ola Bebe hanya menjadi bagian dari pekerja paksa di pusat pertambangan batu bara Sawahlunto selama empat tahun dan berhasil kembali ke kampung halamannya di Desa Watoone pada tahun 1921.

"Pada masa itu, tak satu pun nara pidana yang dipekerjakan Belanda di pertambangan batu bara Sawahlunto bisa kembali dengan selamat ke kampung halamannya. Semua pekerja umumnya meninggal di pertambangan tersebut," kata Sudarsono, penjaga situs lubang tambang Mbah Soero, Kamis (8/2/2018) lalu.

Meskipun hanya empat tahun menjalani sisa masa hukuman di Sawahlunto, Ola Bebe tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah perbudakan Belanda lewat sistem kerja paksa di sana.

Kegiatan tambang batu bara di Sawahlunto juga meninggalkan sejumlah bangunan lain seperti Silo yang berfungsi sebagai penimbun batu bara yang telah dibersihkan dan siap diangkut ke Teluk Bayur.

Saat kembali ke kampungnya Ola Bebe berusia 50 tahun. Pada 1976, ia menghembuskan napas terakhir dalam usia 106 tahun dan dimakamkan di desa kelahirannya itu.

Peristiwa 1912

Yoseph Ola Bebe merupakan putra pertama dari lima bersaudara buah perkawinan Ara Kian Tokan dan Bengan Tokan. Pada 1912, ia bersama para pengikutnya mulai melakukan perang gerilya melawan para serdadu (solodadu) Belanda di Pulau Adonara dan sekitarnya.

Ola Bebe menjadi incaran Belanda pada saat itu, karena sempat merobek surat perintah pembayaran pajak dari pemerintah kolonial yang berkedudukan di Sagu (Adonara utara) kepada masyarakat Desa Watoone.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved