Merajut Kebersamaan yang Tak Boleh Usai di Usapi Sonbai
Perjalanan yang membutuhkan waktu satu jam lebih menuju Stasi Santa Theresia dari Avila Usapi Sonbai.
Penulis: Rosalina Woso | Editor: Rosalina Woso
Laporan Wartawan Pos Kupang, Rosalina Langa Woso
POS-KUPANG.COM--MINGGU, (21/1/2018) tepat pukul 08.21 WITA, rombongan yang menggunakan belasan kendaraan roda empat beranjak menuju Usap Sonbai, Kecamatan Nekamese, Kabupaten Kupang.

Saat itu hujan dan kabut menyelimuti sepanjang perjalanan rombongan panitia Natal Paroki Santu Fransiskus Asisi Kolhua. Perjalanan yang membutuhkan waktu satu jam lebih menuju Stasi Santa Theresia dari Avila Usapi Sonbai.

Rasa gelisah kian kental manakala kendaraan harus melewati ruas jalan yang longsor di RT 09 Desa Oemasi, Kecamatan Nekamese, Kabupaten Kupang.

Nyali para ibu pun ciut seketika, ada yang memilih bertahan di atas mobil karena dijamin sopir pasti 'selamat' di seberang. Ada juga yang memilih turun jalan kaki melintasi lokasi longsoran sambil menahan rasa ngeri.
Semangat rombongan panitia natal tetap berkobar. Betapa tidak. 103 umat stasi Usapi Sonbai sudah menunggu sejak pukul 07.00 WITA. Mereka bersorak kegirangan saat satu persatu mobil yang dikendarai panitia natal memasuki halaman kapela.
Rumah ibadah yang dibangun tahun 1977 ini sudah direnovasi tiga kali. Awalnya dari bebak dan umatnya bisa dihitung dengan jari. Di masa kepemimpinan Ketua Stasi Kornelis Neno Saban inilah, bangunan kapela mulai dibenah. Saat ini, umat sudah layak berada dalam gereja untuk merayakan misa setiap hari Minggu.

Panitia Natal pun tertegun manakala Ketua stasi, Kornelis mengumumkan besarnya derma saat misa pekan lalu, sebanyak Rp 24.000. Sebagian anak anak yang menempati balkon kapela turut prihatin.
Saat ditemui harian ini, Kornelis yang mengenakan baju batik dan tanpa alas kaki menuturkan, umat yang dipimpinya hanya dua orang PNS. "Jadi, ya derma juga begitu," ujar Kornelis sambil menikmati sirih pinang.
Selain itu, lanjut Kornelis, umatnya petani tulen yang setiap hari berkebun menanam tanaman pisang, kelapa,dll. Musim hujan seperti ini, hanya mengandalkan ubi-ubian dan sayuran untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari.
"Jangan dikira kapela ini dikelilingi umat katolik, kapela ini dibangun disekitar umat kristen. Rumah mereka jauh-jauh dari kapela. Kami hidup sangat nyaman. Tapi saya sangat membutuhkan guru Agama untuk membimbing kami semua disini," ujar kornelis yang terbata bata berupaya menggunakan bahasa Indonesia.
Kisah kunjungan kasih panitia masih terus berlanjut usai misa natal bersama. Empat meja kecil dideretkan dalam gereja, ada dr. Kevin Djodjana, dr.Beby Tanesia, dr. Chelsea dan Fifi Florensia yang melayani pasien.
Rata rata pasien mengidap penyakit gatal gatal, ISPA dan Gastritis. Sebelum diperiksa oleh dokter, para pasien mengambil nomor antrian yang dilayani Ny. Rien Lake.
Sambil menyelam minum air. Pepatah ini juga menggambarkan kebersamaan kunjungan kasih panitia Natal berada di Usapi Sonbai. Saat para dokter melayani pasien, umat yang lain makan bersama pastor paroki Santo Fransikus Asisi BTN Kolhua, Romo Simon Tamelab.

Romo Simon didampingi Wakil Ketua DPP Paroki, Sentis Medi,
Pengurus DPP Paroki, Anton Bele, Ketua Panitia Natal, Yoseph Sergius Role, Ketua KUB St. Petrus Paulus, Jhon Ung, Ketua KUB Arnoldus Yansen, Ambros Ngada dan Ketua KUB Agustinus, Piet Agut.
Hadir juga anggota DPRD Kota, Herry Kadja. Ada anggota KUB lainnya seperti Julius Talok, Julius Ola, Johanes Mau, Thobias Tomonof, Vinsen Samara, Ferdi Sudirman, Jimy Markus , Agustinus Ludiyanti Funan dan Johanes Odjan.

Kehangatan kunjungan kasih tidak lepas dari peran para ibu rumah tangga. Mereka berandil dalam urusan 'kampung tengah' (makan minum). Dalam sekejap, meja dipenuhi aneka masakan yang ditanggung seksi komsumsi maupun sumbangan suka rela para ibu.
Jagung bose dipadukan dengan sup ayam kampung. Nasi putih disandingkan dengan ayam dan sambal goreng kentang. Ada ikan goreng, sup brenibon dan sambal kemangi. Sayuran rumpu rampe dari pepaya, daun ubi dan bunga pepaya teratap rapi.
Diselingi makan kerupuk membuat suasana kian semarak meski berhimpitan di teras kapela.

Suasana persaudaran kian kental, manakala acara 'patah pigang' (menari) dimulai. Dipandu oleh Master Ceremony, Anis Tokan, para penari masuk arena. Sayap kanan (bagian Timur) kapela Sta. Theresia dari Avila disulap jadi ajang menari.
"Jalan Oemasi belum putus, belum putus. Ayo! Goyang Terus. Masih antri 20 lagu lagi," ajak Anis Tokan disusul derai tawa umat membahana. Para penari pun menyerbu arena saat musik tebe kacing mengudara.
Diawali dengan tarian Tebe Kancing dengan irama cepat, para penari berlomba menguji kelincahan kaki. "Ini tarian kalau tidak ukur kaki baik baik, bisa tabrak gratis," ujar salah seorang sambil duduk menahan tawa.
Rupanya menari Tebe Kancing tidak cukup membuat para penari berkeringat. Masih ada tarian tebe, mery mery dan monijo yang memancing bertambahnya jumlah penari.
Mendung di atas bukit Usapi pun enggan merapat. Satu persatu mobil yang ditumpangi panitia natal jauh meninggalkan Kapela Sta Theresia dari Avila.
Kebisuan dalam relung hati pun merayap. Menggugat semangat dan kesan yang sama. Merajut dan merawat kasih menjadi tugas bersama.
"Hidup harus berbagi dengan sesama meski harus berjuang menembus ruang dan waktu," itulah makna yang terungkap dalam misa dan kunjungan kasih panitia natal di kapela Usapi Sonbai. (*)